Tokoh Baru (Awan)

20 4 0
                                    

"Maafkan kami, Lah"
ujar Senja sendu.
"Hm?! Untuk apa?"
tanya Kirasuma.
"Karena kami telah meninggalkan mu"
jelas Pagi.
Sore dan Siang mengangguk.

"Tak apa. Mungkin itu adalah ujian untuk ku. Dalam berteman, memang selalu ada ujian. Kita tak tahu kapan ujian itu akan datang. Yang hanya kita lakukan adalah bersabar, tetap setia menanti, dan yakin bahwa kita tak akan pernah menghianati satu sama lain"
balas Kirasuma.
"Lalah…"
gumam Sore tercengang.

Yang lain pun ikut tercengang karena ucapan Kirasuma.
Mereka terharu.
"KIRASUMA…!"
ujar mereka serempak.
'Greb'
Mereka memeluk Kirasuma secara tiba-tiba.
Kirasuma terkejut.
"E-eh… ada apa?!"
"Biarkan kami memeluk mu sebagai sahabat!"
ujar Senja.

"Kami menyesal telah meninggalkan mu"
ujar Pagi.
"Maafkan kami karena telah membuat mu kesepian!"
ujar Siang.
"Kami janji kami tak akan membuat mu sedih lagi!"
ujar Sore.

"H-hey teman-teman! Sudahlah aku sudah melupakan nya! Tak perlu di sesali semua yang telah terjadi!  Ayolah kita berada di pusat perhatian banyak orang!"
balas Kirasuma malu.
Mereka melepaskan pelukan mereka. "Ya sudah, ayo kita pulang! Ini sudah sore"
lanjutnya.

Mereka pun kembali ke rumah mereka.
Tiba-tiba seorang pria menghentikan jalan mereka.
"Sumimasen"
(sumimasen=permisi)
ujarnya.
Mereka terkejut.
Terlebih lagi Siang.
(Sumi… 'sumimasen'? Itu 'kan bahasa Jepang! Dia orang Jepang? Tunggu! Suaranya terasa tak asing!)
batin Siang.

Siang melihat pria itu dengan jelas.
Pria itu berambut perak dengan model rambut sedikit teracak, dengan iris biru, dan berpostur sedikit pendek namun lebih keren.
Dia benar-benar terkejut saat melihatnya.
"Where is Jalan Langit?"
lanjutnya.
(Tak salah lagi! Dia…)

"Awan Leonae Kaneko!"
gumam Siang.
Mereka semua terkejut dan langsung menoleh kearah Siang.
"Lasiang Novita Akira!"
balasnya.
"Leonae!"
ujar Pagi.
"Pagisa Arimare Akira-san!"
balasnya.
Kirasuma, Senja, dan Sore heran melihat mereka saling mengenal.

"Apa, sih? Kok kalian saling kenal?"
tanya Sore.
"Ehehe… jadi dia ini dulu teman dekatnya Siang di Jepang. Dia orang pertama yang mengajak Siang bermain selain aku. Kemana-mana itu selalu nempeelll terus. 'Gimana ngga nempel terus coba. Rumahnya aja bersebelahan dengan rumah nenek"
jelas Pagi.

"Ohh…"
balas mereka serempak.
"Awan-kun, where will you live?"
tanya Siang.
"Aku akan tinggal dengan keluarga ku disini. Sebab itu aku bertanya, dimana Jalan Langit? Karena keluarga ku tinggal disana"
jawab Awan fasih.

"HAAHHH????!!!!!"
mereka semua terkejut mendengar jawaban Awan termasuk Siang.
"Lho, kok…?"
gumam Pagi.
"Fasih…?"
sambung Sore.
"Ada apa? Kenapa heran? Ada yang salah?"
tanya Awan.
"Tidak. Hanya saja, Bahasa Indonesia mu…"
"Fasih? Bukankah kamu yang mengajari ku Siang?"

"Oh, iya ya. Aku yang mengajari mu berbahasa Indonesia"
"Tak hanya kau yang mengajari ku, aku sebenarnya memang sedikit fasih sebelum kau mengajari ku. Karena aku memiliki gen orang Indonesia, karena keluarga ku aslinya orang Indonesia"
jelasnya.
Mereka tercengang.

"Emm… bisakah kita bicarakan ini besok? Entah kenapa aku merasa lelah"
"Oh, ok. Kalau begitu, kau mau ke Jalan Langit 'kan? Biar kami antar!"
seru Siang.
"Sungguh? Kalian tau Jalan Langit?"
tanya Awan.
Mereka mengangguk.
Awan tersenyum bahagia.
"Terima kasih~"
ucapnya tersenyum manis.

"A~~ manisnya~"
gumam Kirasuma.
"Dia tersenyum~"
gumam Sore.
Mereka pun akhirnya mengantarkan Awan ke rumah keluarganya.

Sesampainya.

"Nah, ini Jalan Langit! Memangnya nomor rumahnya berapa?"
tanya Siang.
"Sebentar aku tanya…"
jawab Awan sembari mengetik keyboard handphonenya.
"Ohh… katanya rumah kedua setelah Gang Hutan"
jelasnya.
Mereka berdiri tepat didepan Gang Hutan.

"Rumah kedua setelah Gang Hutan. Tapi di sebelah mana?"
tanya Kirasuma.
"Kalau disebelah kiri, tak mungkin! Karena itu rumah Kirasuma"
lanjut Senja.
"Tapi kalau di sebelah kanan…" sambung Pagi.
"Hah iya, benar! Itu tante ku…!"
seru Awan.
"Ciieee~ rumahnya sebelahan ciieee~"
goda Sore kepada Siang.

Tanpa disadari, pipi Siang memerah.
Hatinya berdegub sedikit kencang.
(Kenapa jadi deg-degan?)
batin Siang.
"Apa sih, Kak Sore! Menggoda aja, deh!"
balas Siang dengan pipi masih memerah.
"Ya sudah, aku pulang dulu, ya~ sampai nan…" "Ehh!!! Awan!! Jangan pergi dulu!"
ujar Siang menahan Awan.

"Ada apa?"
"Hiya~! Dia menahan nya!"
"Sore, lebay ahh…"
tegur Kirasuma.
"Bocah, bocah"
gumam Pagi.
"Pagi, biarkan aja!"
tegur Senja.
"Aku… minta nomor handphone mu… boleh…?"
pinta Siang.
(Aku ngomong apa, sih?)
"Tentu boleh~ Berikan handphone mu…!"
seru Awan.

Siang memberikan handphonenya kepada Awan.

"Ini…! Aku sudah miscall ke handphone ku. Jadi, biar aku yang menghubungi mu. Jangan hubungi aku sebelum aku yang menghubungi mu! Karena sudah seharusnya, lelaki yang lebih dulu menyapa perempuan. Ambillah…!" ujar Awan sembari memberikan handphone Siang.

"T-terima kasih…"
balasnya.
"Aku pulang dulu, ya. Oh ya, berikan nomor ku pada mereka, ya. Agar mereka juga bisa menghubungi ku. Aku yakin mereka baik. Daa~ jumpa esok!"
seru Awan lalu pergi meninggalkan mereka.
"Ahh~ baiknya~!"
gumam Kirasuma.
"Perhatian nya~"
gumam Sore.

"Hoy! Hoy! Jangan melamun seperti itu! Tak baik! Ayo pulang ke rumah masing-masing!"
seru Pagi.
"Ok, ayo~"
balas Kirasuma.
"Sampai jumpa esok!"
seru Sore.

To be continue

Melukis Senja {Revisi} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang