Stay beside me because I'm sure everything will be all right
Arka Fernandito
***
Braaakkk...
Revan menutup pintu ruangannya sangat keras, ia terlihat sangat murka. Emosi nya semakin meluap-luap saja sejak tadi, segala barang yang di lihat ia banting begitu saja tanpa berfikir terlebih dahulu apakah barang itu penting atau tidak? Bahkan sekarang saja, kursi tamu di ruangannya ia tendang begitu kerasnya hingga kursi itu berbalik dan berpindah tempat sampai ke depan pintu, Revan begitu kalut, emosinya mengendalikan seluruh tubuhnya.
Revan menghela nafas berat, kepalanya tertunduk dengan tangan yang memijat-mijat pelipisnya pelan. Tetapi beberapa detik kemudian Revan mendongkak kan kepalanya karena merasa ada yang harus di pastikan saat ini, sekali lagi ia membaca dan meneliti dengan seksama kertas yang ada di tangannya, seolah takut jika ia hanya salah baca.
Tanpa sadar, air mata Revan jatuh. Ya, saat ini Revan menangis membaca kertas itu yang ternyata memang benar seperti itu isinya dan memang benar begitu kenyataan nya, Revan menutup rapat-rapat matanya, tangannya terkepal sangat kuat, menahan segala amarah, amarah yang menggebu pada dirinya sendiri.
Pintu ruangan Revan terbuka, terlihat seseorang lengkap dengan kursi roda nya masuk, menatap sekeliling ruangan Revan yang tidak jauh berbeda dengan kapal pecah sekarang. Sangat berantakan, sungguh. Bahkan sampai-sampai ia sendiri tidak habis pikir. Apa yang telah di lakukan Revan sampai begini?
Revan melihat ke arahnya dengan mata sendu, seolah sangat ingin meminta ketenangan pada gadis yang sedang menatapnya bingung saat ini.
"Renata" lirihnya pelan.
Renata menggerakan kursi rodanya, menghampiri Revan yang tengah menatapnya sendu. Jujur, Renata sendiri sedikit merasa iba melihat Revan yang biasanya terlihat penuh wibawa, ramah dan selalu tersenyum namun, jelas sangat berbeda dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ia terlihat kacau baik wajah ataupun penampilan nya yang cukup berantakan. Renata sendiri dapat menyimpulkan, sepertinya masalah yang di alami Revan saat ini sangat besar, sampai-sampai membuat Revan seperti ini.
Setelah mereka berhadapan dengan jarak yang cukup dekat, Renata memberanikan diri untuk bertanya. "Dok..Dokter Kenapa?"
Revan tak kuasa lagi menahan tangisnya, ia berhambur memeluk Renata. Mencoba mencari ketenangan di dalamnya.
Renata yang tidak mengerti mengenai situasi yang tengah terjadi memilih membalas saja pelukan Revan, mengelus-ngelus punggung Revan pelan, berharap cowok itu akan tenang, meskipun kemungkinannya sangat tipis.
"Sebenarnya Dokter kenapa? Dokter bisa cerita, siapa tau saya bisa bantu"
Setelah dirasa cukup tenang, Revan mengangkat kepalanya, menatap mata Renata sangat lekat, Revan mengangkat kedua ujung bibir tipisnya ke atas, sebuah senyuman kini terukir disana, "Makasih"
Renata sedikit terkejut dengan ucapan Revan. Makasih untuk apa? Ia merasa tidak melakukan apa-apa selain membalas pelukan Revan dan bertanya padanya.
Renata memilih untuk diam saja, bingung juga harus merespon seperti apa.
Revan tersenyum meskipun bebannya masih ada dan masih terasa berat, bahkan akan lebih berat kedepannya.
"Makasih, secara gak langsung kamu udah bikin saya tenang"
Renata tersenyum, membalas senyuman Revan sebelumnya.
Sebenarnya Renata sedikit penasaran, kenapa Revan sampai seperti itu? Apa masalah yang menimpanya sangat berat? Renata ingin bertanya, tetap ia tentu saja tidak punya hak untuk itu. Jadi, diam bukankah lebih baik untuk sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love From The Past
Teen FictionKeyfa tersenyum mengingatnya, masa kecilnya ia lewati dengan penuh warna. Arka selalu membawa kebahagiaan untuk Keyfa, namun Arka pergi ketika Keyfa menganggap Arka tidak akan pernah pergi meninggalkannya seperti yang lain. Satu hal yang Keyfa sadar...