42. The Real Perpetrator

178 22 16
                                    

Karena jika kita bersama tanpa cinta, sampai kapanpun juga kita tidak akan pernah merasa bahagia.

Arka Fernandito

***

Arka menengadah menatap langit-langit kamar. Sesekali ia melihat ponselnya dengan resah, Keyfa sama sekali tidak membalas pesan yang ia kirimkan semenjak beberapa jam yang lalu, beberapa kali juga Arka mencoba menghubungi Keyfa Namun hanya berakhir dengan suara operator yang terdengar di telinganya.

Arka mendesah, ia memilih mengambil ponsel si pelaku lalu kembali membuka pesan-pesan yang si majikan kirimkan karena tadi di sekolah ia hanya sempat membaca satu pesan saja, satu pesan itu pun saja sudah cukup membuktikan bahwa orang itu adalah orang suruhan.

From : +6285777653xxx

Berikan dia sesuatu yang menakutkan, kasih ancaman agar gadis bodoh itu tidak berani mendekati Arka lagi.

Tanpa sadar rahang Arka mengeras, namun tanganya kembali menggeser layar untuk menjelajah pesan-pesan masuk yang terdahulu. Arka hanya membaca kotak masuk nya saja, tidak dengan kotak keluarnya.

From : +6285777653xxx

Malam ini saya tidak bisa memberikan kamu upahnya karena saya harus pergi makan malam untuk membahas masalah pertunangan anak saya.

Arka membelalak membaca pesan itu. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memastikan bahwa apa yang di baca nya tidak lah salah, ia mencoba menghubungkan semuanya yang terjadi. Semuanya terangkai baik di otak Arka, dari mulai teror-teror yang isinya meminta Keyfa menjauhi dirinya, lalu makan malam untuk membahas pertunangan, pertunangan anak saya, itu sudah cukup jelas sebagai bukti dan alasan, Arka menggelengkan kepala nya tak percaya, ia akhirnya tau siapa yang melakukan semua itu.

Arka melirik arloji yang melingkari tangannya, waktu menunjukan masih pukul 07.00 malam, kemudian dengan cepat ia segera bangkit dari tempat tidur, mengambil kunci motor di atas nakas, ia mengambil hoodie berwarna merah marun dari lemarinya lalu memakainya.

Ada sesuatu yang harus Arka pastikan.

Ia berjalan menuruni anak tangga sedikit rusuh, bahkan bisa dikatakan setengah berlari, lalu menatap kesekeliling untuk mencari orang tuanya, namun tidak ia temukan.

Mungkin mama sama papa belum pulang.

Tanpa menunggu waktu lebih lama, ia segera memasuki garasi untuk mengambil motor sport hitam miliknya lalu menghidupkan mesin motor itu. Hanya menunggu waktu beberapa saat untuk memanaskan mesin, Arka langsung saja menunggangi motornya dan menjalankannya dengan pelan lalu berhenti sebentar untuk menunggu gerbangnya di bukakan oleh Pak Amir. Setelah gerbang terbuka Arka langsung saja melajukan motor itu dengan kecepatan di atas rata-rata.

Sedangkan Pak Amir yang melihat majikannya terburu-buru dan juga terlihat emosi hanya bisa mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Hati Arka bergemuruh, pikirannya melayang kembali membayangkan wajah ketakutan Keyfa yang membuat dadanya sesak. Masih sama seperti tadi, Emosi Arka sekarang tidak dalam keadaan stabil. Ia benar-benar marah.

Butuh waktu sekitar 15 menit untuk sampai di tempat yang Arka tuju. Arka membunyikan klakson untuk meminta salah satu penjaga itu membukakan gerbangnya.

Penjaga rumah itu datang, lalu mengangguk sopan kepada Arka, "Den, Arka." sapanya karena memang ia telah mengenal Arka sejak lama.

"Tolong bukain pak!" perintah Arka dengan nada yang terdengar seperti menahan emosi.

Love From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang