44. Dementia

307 28 12
                                    

"Tinggalin adek gue, lepasin Keyfa."

"Gue gak mau adek gue sakit hati nanti."

"Lo bisa bilang kayak gitu sekarang, tapi setelah lo tahu kekurangan dia, lo bakal ninggalin Keyfa. Dan gue gak mau hal itu terjadi."

"Gue gak mau adek gue ataupun lo tersiksa nantinya."

Perkataan Revan waktu itu terus saja berputar-putar di kepala Arka hingga berhasil membawa nya ke sini, Rumah Sakit tempat Revan berkerja.

Semuanya yang Revan katakan seolah memiliki suatu maksud tertentu, apa yang di katakan nya dulu seakan saling berkaitan dengan  kesulitan yang di alami Keyfa sekarang. Dan alasan keberadaannya di Rumah Sakit ini adalah untuk memperjelas semuanya. Karena Arka yakin Revan tahu sesuatu mengenai keadaan Keyfa.

Saat ini Arka berada di ruangan Revan. Duduk di sofa besar yang berada di ruangan itu. Revan sendiri yang menyuruhnya karena Arka harus menunggu terlebih dahulu sampai Revan selesai memeriksa pasien-pasien nya.

Arka mendongkak, melihat ke arah pintu yang terbuka, dan benar saja pintu itu di buka oleh sang pemilik ruangannya sendiri. Revan yang masih lengkap dengan jas putih bersih miliknya langsung saja menghampiri Arka dan duduk di sofa yang bersebrangan dengan sofa yang Arka duduki.

Revan menatap Arka sebelum mulai membuka suaranya. Jujur saja ia merasa aneh dengan kedatangan Arka yang tiba-tiba seperti ini. Bahkan, ini pertama kalinya Arka menghampiri Revan ke sini.

"Ada apa, Ar?" tanya Revan memecah keheningan yang ada.

"Gue mau nanya sesuatu sama lo, Bang. Karena gue yakin lo tahu soal hal itu." jawab Arka tenang.

Revan mengernyit, "Hal itu? Hal itu apa yang gue tahu?"

"Keyfa, Bang. Apa yang terjadi sama Keyfa? Gue yakin Keyfa gak baik-baik aja sekarang. Dan itu alasan lo buat nyuruh gue jauhin Keyfa." Arka menatap Revan dengan tatapan menyelidik. Mencoba memperhatikan setiap ekspresi yang di keluarkan Revan.

Dalam hati, Revan sangat terkejut, bagaimana bisa Arka berbicara langsung tepat sasaran seperti itu. Revan tetap mencoba bersikap tenang di depan Arka.

"Maksud lo apa? Keyfa gak kenapa-napa." ujar Revan berbohong.

Arka mendengus. "Lo gak bisa bohongin gue!"

Go to the hell.. Si Arka ini psikolog atau apa sih, bikin gue gondok aja..

"Please. Gue mohon kasih tahu gue, percuma juga lo nyembunyiin semuanya, akan lebih baik kalo gue tahu, kita bisa sama-sama lindungin dia." pinta Arka.

Revan merutuk dalam hati, yang di katakan Arka memang sepenuhnya benar. Menyembunyikan bukanlah hal yang terbaik, karena sepintar apapun ia menyembunyikan itu hanya akan menjadi sia-sia saat semuanya terungkap dengan sendirinya, seperti saat ini, tanpa di beritahu pun Arka sudah tahu bahwa kondisi Keyfa tidak dalam keadaan baik-baik saja.

Revan menghela nafas beratnya, "Lo tahu apa aja soal kondisi Keyfa?"

"Keyfa yang sulit mencerna alur film, novel dan soal ujian sampe hal itu membuat nilai-nilai Keyfa sangat buruk." jawab Arka dengan ekspresi tenang, meskipun dalam hati ia sedikit gelisah.

Revan tertegun, "Bagaimana lo bisa tahu?"

"Itu gak penting, Bang. Yang penting lo harus kasih tahu yang sebenarnya, apa yang terjadi sama adik lo?"

Apa gue harus kasih tahu Arka semuanya?

Tapi, Apa dengan gue kasih tahu Arka semuanya keadaanya akan lebih baik? Atau justru semakin buruk?

Love From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang