43. My First Kiss

254 20 4
                                    

SUASANA kelas yang berisik, kacau, dan berantakan seharusnya menjadi sesuatu yang biasa untuk Keyfa. Namun tidak dengan sekarang, mendapat keadaan seperti itu mengharuskan Keyfa untuk semakin kuat-kuat saja menahan emosinya. Bukan tidak ingin protes, tapi beberapa kali Keyfa berteriak meminta mereka untuk tenang pun seperti sia-sia saja, Masuk kuping kiri keluar kuping kanan, masuk kuping kanan dan keluar dari kuping kiri, dan ya, begitulah seterusnya.

Keyfa tentu saja akan lebih memilih keluar kelas lalu memilih berdiam di perpustakaan untuk menyendiri, Namun tidak semudah itu, berada di luar kelas akan semakin membuat debaran jantungnya menggila karena tidak tenang, takut jika si pelaku itu datang untuk melayangkan lagi aksi teror nya.

Mood nya benar-benar hancur, tadi saja Keyfa tidak bersikap manis di depan Arka, tidak seperti biasanya Keyfa terlihat murung, sebenarnya Keyfa hanya takut dan masih merasa kecewa dengan dirinya sendiri setelah melihat nilai-nilai nya yang begitu buruk kemarin belum lagi menghadapi si penteror yang masih belum Keyfa ketahui identitasnya. Keyfa merasa jengah akan semuanya, jika boleh ia ingin menjerit sekencang-kencangnya untuk mengeluarkan sedikit saja perasaan-perasaan yang terus menganggu nya, hanya sedikit saja, Keyfa benar-benar lelah saat ini. Lelah dengan keadaan yang seakan tidak pernah berpihak padanya.

"Key, lo sakit?"

Keyfa tersentak, sedikit terkejut dengan teguran Rani, Keyfa terlalu sibuk melamun dan meratapi nasib sampai-sampai ia sudah tidak lagi memperhatikan keadaan sekitar.

Keyfa tidak mengeluarkan suaranya. Keyfa hanya menggeleng diiringi dengan senyumnya pada Rani.

Rani menatap Keyfa bingung, merasakan ada yang aneh dengan sikap Keyfa yang tidak seperti biasanya. Melamun dan berdiam diri sama sekali tidak mencerminkan seorang Keyfa yang biasanya selalu saja ceria.

Rani menyenggol lengan Dinda yang sedang asyik menulis membuat Dinda menatap Rani geram dan hendak mengeluarkan jurus omelannya.

"Lo ap----"

Namun belum sempat Dinda bersuara lebih banyak, Rani sudah terlebih dahulu membekap mulut Dinda dengan tangan kanannya, sedangkan telunjuk tangan kirinya ia letakan di depan mulutnya seakan memberikan kode pada Dinda untuk diam dan tidak lagi bersuara.

Dinda mengernyit di tengah kekesalannya, lalu menatap Rani dengan tatapan, Apaan sih lo? Lo mau culik gue? Kenapa lo bekap mulut gue?

Seakan menangkap sinyal dari tatapan Dinda, Rani segera menggelengkan kepalanya cepat-cepat, lalu melihat ke arah Keyfa. Dinda mengikuti arah pandang Rani. Kini Dinda pun diam dan ikut bingung melihat Keyfa yang kembali melamun.

Setelah di rasa Dinda telah mengerti maksudnya, Rani segera melepaskan bekapannya dari Rani.

Dinda menghampiri Rani, lalu berbisik, "Keyfa kenapa?"

Mendengar bisikan itu Rani hanya menggeleng tanpa menatap Dinda, tatapannya hanya tertuju pada seseorang di depannya yang sedang sibuk dengan lamunannya.

Dinda merasa jengah menghadapi situasi membingungkan seperti ini, ia langsung saja menepuk bahu Keyfa lalu bertanya untuk menyingkirkan rasa penasarannya, "Key, lo baik-baik aja?"

Mendengar itu Keyfa kembali tersentak untuk kedua kalinya, ia menatap Dinda dan tersenyum. Hanya itu.

Keyfa hanya memberika respon seperti itu.

Hanya itu.

Dinda menghela nafas beratnya, "Kalo ada masalah lo bisa cerita ke kita, kita gak akan biarin lo ngehadepin kesulitan sendiri. Itulah gunanya sahabat, Key."

"Gue gak papa, Din." Keyfa menatap Dinda lalu memaksakan senyumnya.

"Yes you are, Key. Lo kenapa-napa lo gak bisa bohongin sahabat-sahabat lo." tebak Dinda tepat sasaran.

Love From The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang