Ruang Musik

2.1K 154 2
                                        


Satu minggu sudah aku menjalani Ujian Mid Semester bersama anak-anak Otomotif 1. Ternyata mereka asyik-asyik juga, nggak seseram yang dibayangkan. Lucu-lucu malah. Hari ini, adalah hari terakhir kami menjalani ujian. Suasana di dalam kelas begitu ramai, suara obrolan dan cekikikan bercampur jadi satu, membuat suasana tegang ujian jadi terasa ringan.

Aku melirik ke arah Anna yang sedang beradu mulut dengan cowok di seberangnya.

"Danil, balikin kertas gue!" gertak Anna, dengan suara setengah teriak.

"Bentar, dikit lagi. Pelit amat sih. Gue aduin ke Sean nih!" sahut Danil santai sambil tetap mencoret-coret kertasnya.

"Gue yang bakal ngaduin lo ke Sean!" seru Anna, kini mulai berdiri dari kursinya.

"Hahaha, ngancem balik lo. Lo tahu kan gue siapa? Preman kelas ini!" jawab Danil bangga, menepuk dadanya sendiri.

"Billy! Bil!" panggil Anna ke arah cowok berkacamata yang duduk tak jauh dari mereka.

"Ada apa, Ann?" jawab Billy, agak bingung.

"Jabatan Sean di kelas apa?" tanya Anna dengan senyum licik.

"Emm... sekretaris," jawab Billy, polos.

Anna tersenyum puas. "Baru sekretaris aja udah bangga!" cibir Danil cepat-cepat, berusaha menutupi kekalahannya.

"Danil oon!" teriak Anna tepat di dekat telinga Danil, lalu menjulurkan lidahnya seperti anak kecil.

"Gue bakal suruh Sean nge-Alpha lo!" lanjutnya sambil tertawa puas.

Aku hanya bisa menggelengkan kepala. Nggak habis pikir sama kelakuan Anna. Walaupun sering kekanak-kanakan, dia tetap sahabat terbaikku.

---

Besok, adalah hari pelepasan siswa-siswi kelas 12. Jadi hari ini kami mendapat waktu bebas. Aula sekolah sudah mulai dihias sejak pagi oleh panitia. Aku baru saja beres membereskan barang-barang dari dalam laci saat bel pulang berbunyi.

Aku teringat pesan dari temanku, Tina. Dia minta tolong agar aku bawakan tasnya ke ruang musik. Katanya dia sedang latihan paduan suara untuk acara besok.

Tanpa pikir panjang, aku langsung membawa tasnya dan berjalan menyusuri koridor bersama Anna. Sesampainya di ruang musik, aku masuk dan langsung mencari Tina dengan pandangan mata.

Ruangan itu ramai, tapi tampak santai. Semua peserta latihan sedang duduk-duduk sambil mengobrol. Bu Novi, guru seni suara, tidak terlihat. Mungkin sedang keluar sebentar.

Mataku akhirnya menemukan Tina yang sedang mengobrol dengan dua temannya. "Tina!" panggilku sambil melambaikan tangan.

Tina menoleh ke arahku dan tersenyum. "Eh, makasih ya Nay udah bawain tas gue!" katanya sambil menghampiriku.

Aku mengangguk dan tersenyum. Tapi perhatian mataku langsung teralihkan ke seseorang.

Reyhan.

Dia duduk tak jauh dari Tina. Sendirian. Tangannya memainkan mikrofon yang ada di meja guru. Beberapa detik kemudian, dia berdiri dan mulai menyanyi. Suaranya...

"Mimpi adalah kunci...
Untuk kita menaklukkan dunia..."

Aku terpaku. Aku tidak pernah menyangka bahwa Reyhan punya suara seindah itu. Lembut, penuh emosi, dan menyentuh hati.

"Menarilah dan terus tertawa
Walau dunia tak seindah surga..."

Lagu *Laskar Pelangi* yang dia nyanyikan terdengar berbeda di telingaku. Lebih menyentuh, lebih jujur.

Setelah lagu selesai, aku segera berpamitan pada Tina dan keluar dari ruang musik. Entah kenapa, jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya. Suara Reyhan masih terngiang di telingaku.

---

Seperti biasa, aku dan tiga sahabatku—Anna, Elsa, dan Gina—duduk di belakang kelas saat jam kosong. Kami duduk menghadap ke lapangan, menikmati semilir angin sambil mengobrol santai.

"Eh, minggu depan kita KI ya!" kata Elsa membuka obrolan.

KI, atau Kunjungan Industri, adalah kegiatan semacam study tour yang biasa dilakukan oleh siswa SMK. Jurusan kami—Akuntansi—biasanya akan mengunjungi tempat seperti Bank Indonesia, BPK, atau Direktorat Jenderal Pajak.

"Iya, Senin depan kan," sahutku.

"Iya, dan sekarang baru hari Rabu," timpal Gina.

"El, lo duduk sama gue kan?" tanyaku memastikan.

"Iya, Nay. Tenang aja," jawab Elsa sambil tersenyum.

Aku duduk dengan Elsa, sementara Anna akan duduk dengan Gina.

"Oh iya, Nay... gue denger dari Alisa, katanya Reyhan lagi deket sama Tia, anak kelas sebelah," kata Elsa tiba-tiba.

"Tia? Maksud lo, Tia dari Akuntansi 2?" tanya Gina memastikan.

"Iya, dia," jawab Elsa.

Aku terdiam sejenak. Lalu tanpa sadar, aku berkata pelan, "Gue nggak percaya."

"Gue juga sempat liat mereka latihan bareng pas paskibra, Nay," lanjut Elsa.

"Mungkin mereka cuma deket aja. Kita kan nggak tahu pasti," sela Gina, berusaha menenangkanku.

"Udah deh, kenapa kalian malah debat sih!" kataku mencoba melerai mereka.

"Tau! Kita kan sahabatan, harusnya saling dukung, bukan malah bikin baper!" ujar Anna sambil merangkul kami semua.

"We are best friends!" seru kami berempat bersamaan, lalu tertawa kecil.

Entah sejak kapan kami sepakat menyebut diri kami *best friends*, tapi yang pasti, aku bersyukur memiliki mereka. Mereka adalah sahabat-sahabat terbaik yang pernah aku punya.

---

Sementara itu, di tempat berbeda, Reyhan duduk di bangku panjang dekat lapangan, memainkan earphone-nya.

"Lo bengong aja, Han," ucap Raka, temannya.

Reyhan tersenyum kecil. "Gue cuma mikir."

"Mikirin siapa? Anak Akuntansi itu?" goda Raka.

Reyhan diam, tapi senyumnya makin lebar.

"Namanya Nayang, ya?" tanya Raka lagi.

Reyhan mengangguk pelan. "Gue nggak nyangka... dia beda. Cara dia lihat orang, cara dia ngomong, bahkan senyumnya... natural."

Raka menepuk bahunya. "Kalau lo tertarik, kenapa nggak coba kenalan?"

Reyhan menatap ke arah gedung tempat ruang musik berada. Dia teringat saat Nayang berdiri di ambang pintu ruang musik, memperhatikannya saat menyanyi.

"Pelan-pelan aja, Rak. Gue nggak mau buru-buru."

Raka tersenyum. "Semoga dia ngerasa juga ya."

Reyhan hanya diam, namun dalam hati, dia tahu—Nayang bukan sekadar teman sekelas waktu ujian. Dia ingin tahu lebih banyak tentang gadis itu.

Dan mungkin... dia akan cari cara agar mereka bisa bicara lebih dari sekadar "Hai."

Me and Mr. XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang