KI(Perjalanan)

1.6K 133 2
                                        


Bus akhirnya mulai bergerak meninggalkan tempat pemberhentian. Semua teman-teman sudah naik ke bus masing-masing, kecuali Dela yang sudah dipulangkan terlebih dahulu. Aku duduk sendiri, memejamkan mata dan membiarkan rasa sesak di dadaku mengalir begitu saja. Perlahan, aku merasa mataku mulai berembun. Semua perasaan itu benar-benar datang seperti yang Gina dan Elsa katakan tempo hari.

*Kenapa Tuhan harus memberiku beban ini? Apa aku sudah terlalu berharap padanya? Mungkinkah aku menaruh hati pada orang yang salah?*

Tiba-tiba Elsa merangkulku dari samping. Aku tahu dia juga merasakan sakit yang sama. "Nay, gue nggak tahu harus gimana buat nenangin lo. Kadang gue juga sedih kalau lihat Yasha sama Rista. Kita sama-sama terluka, Nay," katanya sambil memelukku erat.

Aku membalas pelukannya dan mengucapkan terima kasih, "Makasih, El. Lo sudah berusaha jadi sahabat terbaik buat gue."

Kami lalu serempak mengucapkan, "We are best friends!" dengan senyum yang setengah memaksa.

Tak lama kemudian bus berhenti. Langit mulai gelap, bintang dan bulan sabit muncul menggantikan matahari yang terbenam. Suara panitia memanggil kami turun membuat kami bergegas keluar dari bus.

Di depan kami, ada sebuah rumah makan yang cukup ramai. Aku segera bergegas ke mushola untuk salat magrib, mengingat antrean pengambilan makanan sangat panjang. Gina dan Anna entah ke mana, sementara Elsa sedang mengurus sesuatu dengan Alisa, kembaran dirinya.

Saat aku sedang mengenakan sepatu di depan mushola, Yasha dan Angga duduk di sebelahku. Kami sama-sama sedang memakai sepatu, tapi suasana terasa canggung.

"Kok tumben Nay sendiri?" tanya Yasha.

Aku tersenyum tipis dan menjawab, "Elsa ada urusan sama Alisa, Gina dan Anna juga nggak kelihatan."

Yasha menawarkan diri, "Mau bareng nggak? Daripada sendirian."

Aku sempat ragu. Aku sebenarnya tidak apa-apa sendirian, tapi aku takut kalau nanti orang-orang akan salah sangka. Saat itu aku melihat Nilam dan Linda berjalan di dekat situ.

"Aku mau sama Nilam aja, Yas. Makasih, ya," jawabku halus sembari memanggil Nilam.

"By, Yasha! By, Angga!" kataku lalu segera beranjak ke arah Nilam dan Linda.

Kami bertiga mulai mengantre makanan. Jujur saja, aku tidak suka ikan dalam bentuk apapun. Jadi aku memilih tempe dan tumis kangkung saja. Saat aku duduk bersama mereka, Linda bertanya, "Nay, lo nggak ambil ikan?"

Aku cuma menggeleng, "Enggak, gue nggak suka ikan."

Tiba-tiba seorang perempuan berambut sebahu dan seorang laki-laki berjaket jeans ala Dilan datang dan meminta izin bergabung. Mereka duduk di kursi kosong di meja kami. Aku baru tahu mereka adalah Reyhan dan pacarnya, Tia. Reyhan duduk di sebelahku, sedangkan Tia di samping Reyhan.

Tak lama kemudian seorang pelayan datang membawa sepiring ayam goreng di hadapanku. Aku bingung, "Saya nggak pesan ayam, Kak."

Pelayan itu menjawab, "Ini pesanan untuk Dek Nayang Kartika, dari seseorang yang sayang. Silakan dinikmati."

Di samping piring ayam ada selembar kertas kecil. Penasaran, aku membuka kertas itu. Tertera tulisan tangan rapi:

> 2 potong dada ayam untuk
> Orang tersayang.
>
> Jangan lupa makan :)
> My babe girl❤

Aku terdiam dan tidak tahu harus berkata apa. Linda dan Nilam ikut menatap kertas itu dengan heran.

"Lo punya pengagum rahasia nih, Nay?" tanya Nilam dengan wajah penuh penasaran.

Aku cuma mengangkat bahu, tidak tahu siapa pengirimnya.

---

Malam itu, pukul sepuluh, kami sudah berada di kapal penyeberangan Selat Sunda. Angin malam yang dingin berhembus cukup kencang di dek atas. Aku merapatkan cardigan rajutku lebih erat.

"Kok lo nggak tahu siapa yang ngasih ayam itu?" tanya Anna.

"Enggak tahu! Aku malah takut kalau dia berbuat jahat," jawabku.

Elsa mengangguk setuju, "Iya juga sih, ngeri kalau semua pikiran lo benar."

Gina berusaha menghibur, "Ya, semoga nggak terjadi apa-apa."

Saat itu Anna tiba-tiba terlihat pucat. "Gue kayaknya mabuk laut, deh. Kepala pusing dan perut mual banget," katanya lemah.

Aku langsung mengajak mereka turun ke bagian bawah kapal. Saat menuruni tangga, tubuh Anna sempoyongan dan aku sigap menahannya. Namun tiba-tiba tali sepatu cats-ku lepas, membuat aku kehilangan keseimbangan dan jatuh ke kanan.

Tubuhku tertahan oleh seseorang. Aku menatap mata hitamnya yang dalam dan mencium aroma parfum yang membuatku merasa tenang. Lelaki itu memelukku dengan hangat.

Aku segera bangkit dan tersenyum, "Maaf, nggak sengaja."

Dia membalas, "Nggak apa-apa."

Sean sudah membopong Anna menuju ruang khusus, sementara aku masih merasakan hangatnya wangi parfum yang melekat pada tubuhku. Parfum itu milik Angga, lelaki yang baru saja menolongku.

Me and Mr. XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang