EP 6 : Antara Angga Dan Anna

481 50 2
                                    

Aku duduk di ruang tunggu. Dokter sedang mengobati Angga di dalam. Elang datang, ia menyodorkan sebotol air kepadaku.

"Minum dulu," ucap Elang. Aku hanya tersenyum, dan mengambil botol air tersebut.

"Gimana Anna?" tanyaku setelah menenggak air minum tersebut.

"Terpaksa. Dia sekarang di rumah sakit jiwa. Mamanya bilang, kondisi mental Anna memang masih terganggu," ucap Elang.

Air mataku menetes begitu saja. "Ini semua salah gue, hiks... Hiks... "

Elang mengusap bahuku, mencoba untuk menenangkan ku. "Ini semua bukan salah lo kok. Kedua orang tua Anna bercerai, belum lagi masalah dia di hamilin sama bosnya. Buat dia semakin tertekan."

"Apa yang harus gue lakuin? Buat bahagiain sahabat gue, Lang?"

Belum sempat Elang menjawab pertanyaan ku. Dokter yang menangani Angga keluar dari ruangannya. Aku segera bangkit, dan menghampiri Dokter tersebut.

"Bagaimana dengan kondisi Angga, Dok?" tanyaku kepada Dokter.

"Kondisi pasien tidak perlu di khawatirkan. Karena lukanya tidak terlalu dalam. Dan untung saja cepat di bawa ke sini. Karena, bila telat sedikit mungkin pasien akan kehabisan darah," jelas Dokter.

Sekarang, aku dan Elang mampu menghela nafas lega. "Terimakasih, Dok," ucapku.

Dokter mengangguk, beliau pamit. Lalu pergi meninggalkan aku dan Elang. Aku segera masuk kedalam ruangan Angga. Ternyata ia sudah siuman.

"Syukurlah, lo gak pa-pa," ucapku duduk di sebelah Angga. Tangan kanan Angga menggenggam tanganku. Aku menatap tangan Angga, lalu menatap kedua matanya.

"Anna... Anna, masuk rumah sakit jiwa," ucapku dengan air mata yang menetes.

"Itu lebih baik. Dari pada dia nyakitin lo," ucap Angga. Sontak hal itu membuatku menatapnya.

"Ngga, Anna sahabat gue... " ucapku lirih.

"Dia bukan sahabat lo Nay. Sahabat gak akan gini sama sahabatnya," ucap Angga. Aku menggelengkan kepalaku.

"Enggak, Anna tetap sahabat gue," ucapku kekeh dengan pendirian ku.

"Keras kepala lo, gak pernah hilang dari dulu," ucapnya. Membuatku terdiam.

Suasana tiba-tiba hening.

"Gue mau, kita segera menikah," ucap Angga setelah sekian menit hening.

Aku menatap Angga, bagaimana aku mengucapkan semua ini? "Ngga, aku... Aku gak bisa nikah sama kamu."

Dengan menunduk, aku mengucapkan kalimat tersebut. "Gue gak mau denger. Kalau lo ngomong begini karena lo masih mikirin perasaan Anna."

"Tapi memang nyatanya, Ngga!" seruku seraya menatap kedua matanya. "Gue bakalan jadi perempuan teregois kalau gue lebih milih sama lo. Gue... "

"Lo gak mikirin perasaan gue Nay, yang lo pikirin cuma perasaan Anna... Anna... Dan Anna!" sangkal Angga.

Perlahan, genggaman tangan Angga di tanganku melemah. Aku menarik tanganku. "Maaf, gue gak bisa."

Setelah mengucapkan kalimat itu. Aku pergi, meninggalkan Angga.

*****

Aku menatap sebuah rumah sakit jiwa. Lalu berjalan masuk kedalam rumah sakit tersebut. Setelah menanya keberadaan Anna. Aku segera berjalan ke ruang Anna.

Saat akan masuk, seseorang menahan ku.

"Maaf, Mbak siapa?" tanya seseorang tersebut.

"Saya... Saya Nayang, temannya Anna," ucapku. Perempuan itu mengerutkan keningnya.

Me and Mr. XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang