Berakhir

476 49 0
                                    

Semua ujian yang telah kita lalu sudah berakhir. Kini, aku harus menyakinkan orang tua untuk kuliah di Jogja. Sebenarnya waktu itu Papa menantang. Pertama karena Jogja jauh, kedua tidak ada saudara di sina. Hal itu membuat Papa ragu dengan keputusan ku.

"Woy melamun aja lo," ucap Elsa menggebrak meja belajarku.

"Udah deh, lo pasti lulus. Iya gak Ann?" sahut Gina yang seketika merangkul bahuku.

"Iya Nay. Lo lulus, gue yakin. Kan lo paling pinter sekelas kita," ucap Anna menambahkan.

"Pelepasan kelas 12 berapa hari lagi?" tanyaku, mereka saling pandang.

"Sabtu depan keknya. Tanggal 25 kan?" jawab Gina meminta persetujuan.

"Kantin kuy. Bosen banget gue kalian cuekin," ujar Elsa dengan wajah masamnya.

Aku mengkerut kan kening.

Lalu tanpa basa-basi tanganku di tarik Elsa. Sementara Anna dan Gina mengikuti langkah kami.

Kami berjalan menyusuri koridor sekolah. Seraya bercanda seperti biasanya. Tawaku terdiam, ketika melihat Angga dengan wajah kusutnya keluar dari ruangan wakil kepala sekolah.

"Loh itu Angga? Ngapain di ke ruang pak Guntur?" cetus Anna. Aku hanya mengangkat bahuku. Pertanda aku tidak tau.

"Samperin gih. Nanti kita tunggu di kantin," ucap Gina mendorong bahuku.

"Ya udah. Gue samperin dia ya," ucapku lalu berjalan kearahnya.

Aku berjalan kearahnya. Tidak lupa dengan senyum yang ku tebar untuk menyambutnya. Seketika Angga juga tersenyum, ketika ia melihatku yang berjalan kearah. Aku baru menyadari satu hal.

Angga membawa amplop berwarna putih di tangannya.

"Hay, mau kemana?" tanyanya. Aku berbelik menatapnya.

"Dari kelas. Tadi mau ke kantin. Tapi gue liat lo. Ya udah gue samperin," ucapku menjelaskan.

Angga tersenyum, lalu mengacak-acak poniku. Aku mengerucutkan bibirku sebal. "Nakal banget sih!" seruku. Dan lelaki itu hanya tertawa.

"Btw, lo ngapain dari ruangan pak Guntur?" tanyaku. Seketika Angga terdiam. Ekspresi wajahnya mulai berubah.

Ia menghela nafas kasar. Lalu pandangan mataku jatuh pada amplop yang ada di genggam tangannya. "Kenapa sih? Lo di hukum? Surat panggilan orang tua? Atau apa?" tanyaku kepo.

Angga memegang kedua bahuku. Dengan pandangan mata sayunya yang mengarah kepadaku.

"Gue mau ngomong sesuatu. Tapi gak disini," ucapnya lalu menarik tanganku. Aku hanya mengikuti langkahnya, dengan kening yang berkerut bingung.

***

Hamparan angin siang ini menyambut kami. Aku duduk di ayunan yang ada di rooftop sekolah. Di sebelahku tentu saja ada Angga. Kami diam sejenak. Sebenarnya dia yang mau berbicara sesuatu. Dan aku menunggunya untuk berbicara.

"Gue dapat beasiswa ke Sydney," ucap Angga. Aku terdiam, seketika bahuku merosot.

Angga mendongak, menatap kearahku. "Gue gak mau jauh sama lo, Nay," sambungnya. Aku masih diam.

Me and Mr. XTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang