13

1.1K 152 24
                                    

-Bagian Tigabelas-

•••

"Masa lalumu mungkin terlalu bagus, namun masa itu sudah berlalu dulu, sekarang tak bisa lagi diubah dan lebih baik dikubur."

•••

A L F I R A -  P O V

Suara riuh di bawah sana ternyata terdengar sampai di atas sini, membuat gue yang masih berusaha menetralkan deru nafas karena sisa lari-lari dan tangis yang masih sesenggukan tadi juga ingin bergabung ke bawah lagi. Namun keinginan itu gue urungkan, sebab ada seseorang yang harus gue cari di rooftop ini.

Yaitu Dira. Sejak kejadian tadi gue sama sekali belum melihat batang hidungnya, teman-teman lain yang gue tanyai juga tidak ada yang tahu. Sampai gue ingat kalo rooftop ini  menjadi tempat kesukaan Dira semenjak kelas 10, tepatnya ketika ia baru putus dari pacar pertamanya.

Gue masih ingat dulu, setiap sore setelah pelajaran berlangsung Dira akan mengajak gue kesini hanya untuk menemaninya berdiam diri. Mungkin mengingat mantannya itu, atau menyesali sudah pernah berpacaran dengannya.

Sebagai orang yang sudah jomblo sejak lahir, jujur gue hanya bisa terdiam tidak tahu harus memberi wejangan macam apa untuk seorang yang sedang putus cinta. Jadi lebih baik gue ikut ke sini hanya menemaninya dan memanfaatkan wifi sekolahan yang jaringannya lancar sekali.

Gue mengedarkan pandangan ke segala arah, menelisik setiap sudut rooftop ini yang terlihat lengang karena tidak terisi banyak benda, hanya ada beberapa bangku yang tidak terpakai dan benda perabot bekas lainnya. Gue memilih berjalan ke arah sofa bekas yang sekarang membelakangi gue di depan sana. Posisinya yang tidak menghadap kesini menyulitkan gue untuk mengetahui apakah ada orang yang duduk disana.

Langkah gue sudah dekat, dan benar saja di sana ada Dira yang sedang memejamkan matanya sambil duduk tersila. Gue memutuskan untuk duduk disampingnya dan merebahkan punggung gue ke senderan sofa yang sebenarnya belum rusak-rusak amat.

"Loh Fir ngapain ke sini?".

"Lo juga disini. Kenapa? gue nggak boleh?"

"Ya nggak gitu juga."

Gue memejamkan mata merasakan terpaan angin yang terasa sejuk disini.

"Lo kenapa? Abis nangis ya?" Dira tiba-tiba sudah di depan wajah gue dengan ekspresi panik.

"Tadi pas mau naik ke sini gue lari-lari terus ini kaki nabrak sudut tembok, sakit banget." Gue tadi emanh nabrak sudut tembok bahkan beberapa anak, namun rasanya gak lebih sakit dari rasa sakit hati gue sekarang ini.

Ah sial. Mata gue kerasa burem lagi.

"Aduh ya jangan nangis lagi dong. Cengeng amat si."

"Sakit." Gue merengek sambil mengelus-mengelus kaki yang mungkin agak lebam. Dira menenangkan gue yang sekarang menangis tersedu-sedu lagi.

Setelah beberapa lama kami hanya berdiam diri dan menatap langit yang nampak mendung.

"Lo tadi kenapa pergi dari sana?" Suara gue memecah keheningan tadi.

"Kebelet, hehe." Dira jelas sekali membuat alasan.

"Lo gak bisa bohong Dira."

FIGURAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang