(Masih) -Bagian Lima Puluh-
Tugasku selesai, tujuanku bukan di sini lagi, aku pergi.
- - Alfira A. - -
"Bisa bicara dengan Alfira sebentar?"
Pandangan seluruh anak sontak bergidik ngeri ke arah Alfira.
"Al! Bangun, itu ada Bu Ajijah manggil lo." Dira mengguncang bahunya pelan.
"Hah?" Alfira yang baru memejamkan mata sekitar 5 menit berjingkat kaget. Matanya menyapu kehadiran wanita berperawakan tambun di depan pintu. Ia buru-buru berdiri dengan linglung, tidak lupa diiringi tatapan teman-temannya yang seolah-olah berbicara, mampus deh si Alfira sampai dipanggil BK!
Tapi Alfira hanya mendengkus dan mengikuti Bu Ajijah, sang guru BK yang ditakuti anak-anak Pancasila. Saat Alfira pikir ia akan ke BK, ternyata mereka menuju ruang guru. Di sana ada beberapa guru yang seperti sedang menunggunya, kalo boleh Alfira GR. Benar saja, Alfira sudah menebak ini pasti mengenai beasiswa pertukaran pelajarnya, beberapa dari mereka menyelamati tapi tak urung juga ketika matanya bersibobrok dengan wali kelasnya Alfira agaknya memiliki banyak keluhan. Bu Resa yang ditatap seperti itu tersenyum merasa tidak enak.
Selain basa-basi, Alfira juga mengurusi beberapa berkas terkait kepindahannya besok. Cukup lama ia di sana, bahkan ketika keluar bel istirahat pertama sudah berbunyi. Alfira berjalan terus berniat menuju kelasnya, tapi matanya menangkap kehadiran seseorang yang sedang berjalan di tangga menuju rooftop, itu Alfa. Ia pun cepat-cepat menyusulnya.
"Basecamp lo sekarang di sini?" Ditanyai seperti itu oleh Alfira, Alfa hanya terdiam, tidak menoleh ataupun menjawab. Alfira yang merasa dicueki bersungut sebal, akhirnya ia mendekati Alfa yang ada di pinggiran rooftop.
"Semua berkas-berkasnya udah selesai?" Alfa akhirnya menoleh ke arahnya. Alfira terkejut.
"Woah lo kok tau si?" Alfira masih saja menganga, tidak menyangka Alfa tahu dirinya habis mengurusi berkas-berkas kepindahan.
"Lo cenayang ya?" Alfira bertanya asal sambil menunjuk-nunjuk wajah Alfa. Alfa menoyor dahinya, Alfira terkekeh.
"Ya habisnya lo kayak tahu segalanya tentang gue, bahkan........ perasaan gue aja lo tahu. Padahal kan gue gak pernah cerita." Alfira menunduk, menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Cuma orang bego yang gak ngerti gerak-gerik lo." Dengan nada yang mengejek Alfa menjawab.
"Hah?" Alfira terheran lagi.
"Gak semuanya bisa lo sembunyiin. Sembunyi dalam-dalam kalo akhirnya ketahuan buat apa? Kadang orang lain juga perlu tahu." Kata Alfa. Alfira masih menunduk, ia kemudian mengangkat wajahnya.
"Lo bener, gue jadi kepikiran buat pamit sama yang lain juga, rasanya gue jahat banget mau pergi gak bilang-bilang ke yang lain."
"Makasih ya, gue jadi dapat pencerahan." Alfira tersenyum amat lebar, Alfa yang melihatnya tertegun beberapa saat. Tapi kemudian ia pulih kembali.
"Hm." Alfa hanya menggumam kecil, ia menoleh ke depan lagi. Mereka berdua hanya terdiam, sampai Alfira tiba-tiba berkata,
"Gue pamit." Alfa menoleh cepat, memandang Alfira dengan alis kanannya terangkat tinggi. Gadis yang ditatapnya masih tersenyum, hanya saja senyumnya sudah tidak selebar tadi.
"Dalam minggu ini gue udah bakalan pergi." Alfira berkata pelan, ia tidak akan memberi tahu kapan tepatnya ia pergi, cukup keluarganya, dan guru-gurunya yang tahu. Alfa masih saja tidak menggubrisnya, tidak apa-apa, menurut Alfira. Ia hanya ingin berpamitan secara langsung kepada lelaki yang sudah sering menolongnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN (END)
Teen FictionSelain menggambar, warna biru dan Hari Sabtu, hal lain yang Alfira sukai adalah menjadi sahabat seorang Genta. Sesederhana itu, sampai Alfira tahu bahwa hatinya sendiri berkata lain yang menjadi indikator bahwa dirinya sudah masuk pada batas terlara...