-Bagian Empatpuluh Enam-
Makan cimol di rumah si caca
Vote dulu dong baru dibaca
Eaak- g d quotes y
●●●●
Derit meja terdengar berganti-ganti mulai dari penghuni di pojok kelas, yang ada di tengah atau belakang sendiri. Beda dengan barisan yang ada di depan, mereka semua relatif diam, hikmat menunduk ke bawah meski dalam hati sudah di tebak kemungkinan sedang komat-kamit mengingat rumus-rumus dalam Persamaan Bernoulli sampai menghitung massa beban antara piston I dengan piston II agar dapat seimbang.
Jam bundar yang memiliki penampakan emoticon orang senyum sama sekali tidak dapat menghibur kegelisahan yang melanda orang-orang ini. 120 menit waktu untuk mata pelajaran Fisika tidak pernah terasa cukup bagi mereka yang menghitung perkalian saja sampai butuh seperempat lembar kertas hvs.
Biasanya mereka yang berada dalam ruang tes akan bahagia ketika jam tanda selesai pengerjaan berbunyi nyaring, mereka akan keluar kelas berkicau ini itu seperti baru saja dari ruang pengasingan selama puluhan hari. Beda, lagi-lagi ada pengecualian untuk Fisika. Bukan mengharap bel selesai, mereka justru mengharap waktu tiba-tiba diperpanjang.
Tapi apalah daya, sekolah punya aturan, siswa-siswi mah enak, tinggal duduk manis ngeksekusi soal-soal yang disajikan. Begitu kalo di liat dari sisi para pengawasnya. Lihat saja, menjelang detik-detik terakhir semuanya hampir gusar kecuali mereka yang pencinta berat sama pelajaran yang menurut kebanyakan siswa bencana besar.Kringgg.....kringggg....kringgg
Hengg, sejak kapan SMA Pancasila pakai model bel begini? Tentu saja sejak Penilaian Akhir Tahun yang di mulai dari seminggu yang lalu.
"Waktu habis, silahkan kumpulkan lembar jawab kalian beserta soalnya di depan sini." Bu Kasak, begitu di panggilnya langsung memberi arahan seperti pengawas-pengawas lainnya.
Mereka semua serempak berbenah merapikan alat-alat yang sudah digunakan eksekusi di hari terakhir dengan gerakan yang kelewat riang. Bu Kasak memaklumi tanpa daya, maklum remaja memang tipikal-tipikalnya begitu. Termasuk Alfira dan teman-temannya. Begitu mereka keluar kelas, menunggu sampai pengawas keluar, mereka masuk ke dalam lagi.
"Lo nemu jawaban nomor 32 gak? Masa udah gue itung berkali-kali kagak ketemu." Perdebatan mulai terdengar di beberapa kelompok anak.
"Yang apaan sih? Kagak inget gue." Olin menggaruk pelipisnya.
"Halah lo baru semenit yang lalu selesai udah lupa aja." Sentak Adel di sampingnya. Yang lain terkekeh.
"Yang hukum pascal?" Alfina mengangguk saat Dira menimpali.
"Lo pake rumus yang mana?" Alfina mengingat-ngingat dan mengeluarkan kertas oret-oretannya.
"Ini nih," Alfina menunjukan.
"Soalnya yang diketahui pake Diameter, kenapa lo pake rumus yang jari-jari?" Alfira melongok membenarkan.
"Eh serius lo?........ YA AMPUN DEMI KONDENYA BU GABIN GUE JUGA SALAH DONG!" Itu bukan suara Alfina, tetapi Olin yang tiba-tiba berteriak kencang penuh dramatis.
"Lo sama kaya Fina salah rumus?" Olin mengangguk,
"Gue malah pake rumus hukum archimedes."
"Parah lo Lin! Itu mah jauh banget." Adel tergelak ngakak di sampingnya.
"Ya kan sama-sama hukum, gue kira sama aja." Empat cewek itu tergelak bersama mentertawakan Olin.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN (END)
Teen FictionSelain menggambar, warna biru dan Hari Sabtu, hal lain yang Alfira sukai adalah menjadi sahabat seorang Genta. Sesederhana itu, sampai Alfira tahu bahwa hatinya sendiri berkata lain yang menjadi indikator bahwa dirinya sudah masuk pada batas terlara...