Happy reading para kutu wattpad.
⚠VOTE DAN KOMEN YAA!⚠
-Bagian Empat Puluh-
You deceive me to much, and I smile to much too you.
●●●
Cuaca akhir-akhir ini sering tidak stabil, mungkin ini salah satu akibat dari pemanasan global. Pagi hari bisa hujan deras lalu siangnya cerah dan sorenya hujan kembali. Cuaca tidak lagi mengenal musim seperti dulu, tidak peduli musim hujan atau musim kemarau jika salah satu dari mereka datang tiba-tiba, ya tidak ada yang dapat mencegah. Memang siapa yang patut disalahkan? Pemanasan global juga perbuatan manusia sendiri.Alfira termenung di balik pintu balkonnya sendirian memandang rintik hujan di luar, hujan memang sedang mengguyur deras di kotanya sejak ia pulang sekolah satu jam yang lalu. Terpikir untuk main hujan sebentar tapi Alfira mengingat janjinya pergi dengan Genta jam 5 nanti, jadi ia urungkan. Takut nanti tiba-tiba sakit lagi.
Badannya menyender pada kursi di belakangnya, raganya memang di sana tapi pikirannya sedang melayang jauh kemana-mana. Teringat percakapannya di ruang kepala sekolah tadi siang, ia menghela napas pelan.
Di Ruang Kepsek
"Permisi," Alfira membuka pintu ruang kepala sekolah, matanya langsung menuju kedua orang di dalamnya, ada bapak kepala sekolah dan wali kelasnya, Bu Resa.
"Sini Alfira masuk." Menurut, Alfira masuk ke dalam.
"Selamat ya Nak." Alfira yang masih belum di persilahkan duduk terkejut dengan jabat tangan kepala sekolah kepadanya tiba-tiba, ia menatap ke arah dua orang itu melempar tatapan bingung yang tidak dibuat-buat.
"Ng selamat kenapa pak?"
"Duduk dulu Al." Perintah Bu Resa. Alfira langsung duduk di depan bapak kepala sekolah dan di samping wali kelasnya tadi.
"Masih ingat Kompetisi DYI yang kamu ikuti waktu kelas 10?" Tentu saja Alfira masih sangat mengingatnya. DYI atau bisa di sebut Draw your Imagine memang bukan kompetisi menggambar bergengsi seperti di kota-kota besar lainnya. Waktu pertama kali Alfira ditawarkan, ia sangat antusias karena itu adalah perlombaan pertamanya. Tidak peduli dengan hadiahnya yang Alfira pikir kembali tergolong sedikit atau kompetisinya yang tidak sampai masuk koran lokal, yang Alfira pikir saat itu adalah dedikasinya dalam mewakili sekolah.
Dan semacam keberuntungan, Alfira mendapat posisi kedua serta juara gambar terfavorit. Itu si berkat usahanya juga.
"Iya. Memang kenapa?"
"Ini." Bapak kepala sekolah menyerahkan amplop putih ke depan Alfira. Alfira mengernyit heran.
"Kamu mendapat rekomendasi supaya ikut pertukaran pelajar Alfira." Jelas Bu Resa seperti menjawab kernyitan herannya. Alfira bergeming takut salah mendengar apa yang wali kelasnya ucapkan. Ia meminta izin membuka amplop tersebut yang tentunya langsung di bolehkan. Matanya membulat, itu memang di tujukan untuknya.
"Mungkin kamu sudah lupa, kamu dulu tidak mendapat hadiah apa-apa saat mendapat juara Gambar Terfavorit." Alfira membenarkan dalam hati. Saat itu matanya sudah tertuju pada piala dan piagam juara duanya saja, uang penghargaan juga bukan incaran utamanya.
"Kemarin pihak perlombaan menghubungi sekolah kita, memohon maaf karena sudah melupakan hadiah yang seharusnya diberikan kepada kamu sedari dulu." Jelas Bapak Kepsek panjang lebar. Beliau bahkan melanjutkan,
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN (END)
Teen FictionSelain menggambar, warna biru dan Hari Sabtu, hal lain yang Alfira sukai adalah menjadi sahabat seorang Genta. Sesederhana itu, sampai Alfira tahu bahwa hatinya sendiri berkata lain yang menjadi indikator bahwa dirinya sudah masuk pada batas terlara...