-Bagian Tigapuluh Sembilan-
Dirimu kini sudah berpawang, aku yang hanya sebagian kecil dari kisah kasihmu bisa apa?
●●●●
Lorong kelas 11 IPA yang menyambung dengan 12 IPS terlihat sepi karena bel jam pelajaran ke 4 baru saja terdengar. Mungkin rapat guru sudah selesai sehingga ada beberapa kelas yang sudah masuk. Alfira kini sedang berjalan di lorong tersebut sembari mengikuti Alfa yang sedari tadi berjalan entah kemana tujunya. Tapi karena ketidaksabaran Alfira ia berlari dan mengejar cowok tersebut.
"Alfa!" Panggil Alfira tidak keras-keras saat melihat Alfa akan naik ke rooftop di lantai dua. Entah Alfa tidak mendengarnya atau Alfira yang kurang keras memanggil tapi cowok itu terus berjalan tanpa menghiraukannya. Saat sama-sama sampai di atas Alfira dengan cepat menarik lengan Alfa dan membuatnya hanya menoleh memandangnya datar.
Alfira hanya diam, ia sendiri bingung kenapa mengejar Alfa dan menarik lengannya tanpa permisi. Yang ia tahu ia harus mengejar cowok tersebut karena perihal pertanyaannya kepada Genta. Melihat cekalannya masih di lengan Alfa ia lantas melepaskannya dengan tergesa.
"Eh maaf."
"Ada apa?" Alfira menatap Alfa, nada pertanyaannya terdengar datar seperti biasa, dan Alfira masih saja kagum dengan perubaha Alfa akhir-akhir ini yang menjadi sedikit lebih hangat kepadanya. Iya, sedikit dan anggapan hanya kepadanya itu membuat Alfira jadi GR sendiri. Kenapa si para cowok yang ada di dekatnya suka sekali membuat Alfira ke GR an? Oh atau Alfira saja yang terlalu baperan anaknya? Alfira jadi geli sendri.
"Maksud lo nanya ke Genta kayak tadi itu apa?" Alfira memutuskan jadi bertanya. Alfa sendiri terdiam menatap tidak langsung ke arah Alfira. Mungkin ia juga bingung kenapa mulutnya yang biasanya tidak gampang berbicara panjang lebar atau berkata macam-macam kini malah berubah. Heh emang biasanya situ ngomongnya gak macem-macem?
"Fa? Jangan diem aja dong." Alfira kepo setengah akut.
"Kenapa? Lo mau belain dia?" Raut wajah Alfira terkejut, dia menatap Alfa tidak enak. Benar niatnya ke sini ingin meluruskan kepada cowok tersebut bahwa Genta tidak mendekatinya hanya untuk melancarkan aksi PDKT dengan Dira, dengan kata lain Alfira tidak ingin Alfa menganggap Genta hanya memanfaatkannya untuk memacari temannya, Dira. Alfira hanya tidak ingin pertemanan kedua orang itu jadi canggung gara-gara dirinya.
"Iya, gue mau belain dia." Alfira berkata jujur. Alfa menaikan alisnya yang sebelah dan tersenyum miring.
"Mata lo udah dibutain sama dia?" Alfa berkata tajam. Punggung Alfira terasa dingin, matanya menatap ke segala arah tanda ia resah. Apakah dia memang sudah terlalu dibutakan oleh perasaannya? Alfira tidak ingin membenarkan hal tersebut. Alfira tidak ingin membenarkan juga kemungkinan Genta yang mendekatinya sebagai sahabat padahal aslinya ia ingin mendekati Dira. Tidak! Alfira tidak boleh terpengaruh oleh perkataan Alfa atau ia juga akan membenci kenyataan itu.
"Jangan jadi bego cuma karena lo suka sama dia." Nasehat Alfa tajam, Alfira hanya menunduk. Dirinya dikata-katain bego? Boleh gak si gue jambak rambut sok badas lo itu? Alfira ngedumel dalam hati. Saat ia akan melawan bunyi krasak krusuk di balik pintu membatalkan niatnya.
"Sampai kapan kita kayak gini?" Suara cewek dibalik pintu terdengar.
Alfa menarik Alfira mendekat ke arahnya dan bersembunyi di balik tumpukan meja yang sudah tidak terpakai. Eh ini anak mau ngajakin nguping,? Alfira terbengong di tempatnya. Terlalu berdekatan dengan Alfa membuat Alfira mupeng memandangi wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN (END)
Roman pour AdolescentsSelain menggambar, warna biru dan Hari Sabtu, hal lain yang Alfira sukai adalah menjadi sahabat seorang Genta. Sesederhana itu, sampai Alfira tahu bahwa hatinya sendiri berkata lain yang menjadi indikator bahwa dirinya sudah masuk pada batas terlara...