-Bagian Empatpuluh Delapan-
Aku menggambar sambil menyelipkan harap, perasaanku dapat ikut selesai saat gambar yang ku buat selesai juga.
-Alfira A.
●●●
Waktu berlalu tanpa terasa, tidak bisa dipungkiri Alfira mulai merasa gugup mengingat satu bulan lagi ia akan pergi meninggalkan sekolahnya ini. Perasaannya sedikit sesak tatkala ia merasa bersalah belum bercerita kepada teman-temannya.
Alfira tidak ingin setelah mereka tahu, ia menjadi lemah dan goyah ketika melihat ekspresi teman-teman dekatnya. Satu bulan ini ia harus sudah mempersiapkan segala keperluannya dan memantapkan hatinya. Kesempatan langka tidak boleh disia-siakan, begitu Mama Alfira berkata.
Sekarang ini ia berada di dalam kelas, semester 2 kelas 11 sudah dimulai sejak 3 hari yang lalu. Alfira yang masih fokus dengan kegiatannya sendiri tidak mempedulikan kehadiran orang lain disampingnya. Ia terus menggoreskan pensil 2Bnya, tak lama kemudian orang di sampingnya itu menusuk-nusuk lengan Alfira iseng, Alfira yang mengira itu Dira langsung bertanya.
"Udah selesai urusannya?" Alfira tidak menoleh, ketika orang itu tidak menjawab Alfira baru menoleh. Ia hampir terjungkal ke belakang melihat orang di sampingnya itu sedang menempelkan kepalanya di meja dan menatap ke arahnya cemberut.
"Astaga lo ngagetin aja, gue kira pacar lo." Genta yang masih menempel di meja tidak menggubris.
"Dira mana?" Alfira bertanya lagi. Genta menegakkan badannya dan mengedikkan bahu.
"Lo orang ke delapan yang nanya itu ke gue." Alfira yang mendengar penuturan Genta tertawa kecil.
"Emang kalo ada gue harus selalu ada dia?" Alfira menggeleng, tapi kemudian mengangguk cepat.
"Ya karena kalian selalu kelihatan bareng, otomatis orang-orang bakal nanya ketika lo lagi gak sama dia." Genta mengangguk paham.
"Emang selama ini gue gitu?"
"Gak nyadar lo?" Alfira mendecakan lidahnya dan menutup buku sketchnya. Genta menggeleng.
"Emang Dira kemana?" Giliran Alfira yang menggeleng.
"Lo kan sahabatnya masa gak tahu." Ujar Genta lagi.
"Tapi kan lo pacarnya harusnya lo lebih tahu." Kata Alfira tak ingin kalah. Genta melipat tangan di meja dan kepalanya terkubur di atasnya.
"Ada masalah?" Alfira inisiatif bertanya. Genta menegakkan badannya lagi, ia menatap Alfira seolah akan mengatakan sesuatu.
"Mau curhat?" Alfira menawarkan diri. Genta menghela nafas kemudian menggeleng. Memang ada yang ingin diceritakan kepada Alfira tapi ia masih ragu, jadi lain kali saja, pikirnya.
"Gue mau nyari dia." Tanpa aba-aba Genta berdiri dan berjalan keluar kelas. Alfira buru-buru mengejarnya.
"Kok ikut?" Alfira memberikan tatapan seolah-seolah berkata 'emang gak boleh' dan Genta pun tidak bertanya lagi. Mereka berjalan beriringan tanpa mengobrol dan lebih sibuk dengan pikiran masing-masing. Saat akan turun ke lantai bawah Alfira mendapati Dira yang ada di bawah tangga, Genta tidak melihatnya karena ada di sebelah kanan Alfira yang berbatasan langsung dengan tembok.
Alfira yang akan berseru memanggil namanya tertahan, begitu ia melongok ke bawah ternyata ada orang lain yang bersama Dira. Alfira berhenti sejenak sedikit terkejut, posisi mereka yang agak jauh menyulitkan Alfira mendengar obrolan mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/148214830-288-k296479.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FIGURAN (END)
Teen FictionSelain menggambar, warna biru dan Hari Sabtu, hal lain yang Alfira sukai adalah menjadi sahabat seorang Genta. Sesederhana itu, sampai Alfira tahu bahwa hatinya sendiri berkata lain yang menjadi indikator bahwa dirinya sudah masuk pada batas terlara...