45

1.3K 120 4
                                    

-Bagian Empatpuluh Lima-

Jarak, dapat mendekatkan yang jauh, sekaligus menjauhkan yang dekat.

⏪◾⏩

Angin sepoi-sepoi membelai wajah dan anak-anak rambut Alfira yang dikucir kuda. Masker masih terpasang di wajahnya meski ia sekarang sedang sendirian. Ponsel yang ada di sakunya terus saja bergetar pertanda ada notifikasi masuk, ia lupa mematikan wi-fi sekolah yang sudah bisa tersambung secara bebas. Perutnya kini keroncongan, tapi ia malas pergi ke kantin. Tempatnya berdiri kini sudah sangat nyaman, mau gerak selangkah saja rasanya ogah-ogahan. Jarak kantin dengan rooftop tempatnya berdiri ini jauh, seharusnya tadi ia ke kantin setelah dari ruang guru yang jaraknya lebih dekat.

Memang sebelum kemari Alfira baru saja ke ruang guru. Ia menemui wali kelasnya untuk menjelaskan perihal tentang beasiswa pertukaran pelajaran yang ia dapat. Ia memutuskan untuk mengambil kesempatan itu, tentu atas izin orang tuanya juga. Bu Resa pun menghela nafas, ia akan kehilangan salah satu siswa kesayangannya, tapi tidak apa Alfira jelas akan membanggakan sekolah mereka. Dan Alfira meminta satu persyaratan, agar wali kelasnya itu merahasiakan hal ini dari siapapun kecuali sang Kepala Sekolah, sampai nanti ia pergi dari sini.

"Andai aja ada makanan yang tiba-tiba jatuh dari langit." Alfira menggumam lirih sambil memegangi perutnya yang terus saja berbunyi berisik. Ia memejamkan mata, saat membukanya lagi wajah Alfira berubah penuh dengan keterpanaan. Bagimana tidak? Kombinasi antara kotak makanan di hadapannya yang terbungkus plastik bening, wajah Alfa yang datar-datar menggemaskan serta angin yang menerpa mereka seakan menyatu membentuk harmonisasi kenikmatan dunia yang langka.

Sekejap, adegan slow motion berputar ria. Oh dasar Alfira si gadis slow motion!

Keterpanaannya runtuh ketika kotak makan itu bergoyang-goyang di depan wajahnya serta ucapan Alfa yang menyebalkan.

"Titipan dari Gita. Lo kalo mau pergi bilang dulu, nyusahin aja."  Alfira meraih kotak makan itu, pantas rasanya tidak asing ternyata milik Gita. Alfira diam saja dan bergantian menatap kotak makan di tangannya serta wajah Alfa.

"Gps lo masih kehubung ke hp gue ya?" Alfira bertanya pelan, Alfa tidak membalas apa-apa. Ia mendudukan dirinya di sofa buluk yang ada di belakang Alfira.

"Perbuatan lo itu ilegal tau nggak." Alfira memprotesnya. Alfa hanya menoleh menatapnya tajam.

"Ilegal juga demi keselamatan lo sendiri." Kata Alfa datar seperti biasa. Alfira membenarkan dalam hati, ia pun ikut duduk di samping Alfa tentu saja agak jauhan.

"Makasih ya, kalo gak ada lo gue mungkin gak ba-"

"Diem, makan aja." Alfa memotong ucapan Alfira tiba-tiba, Alfira menurutinya ia juga sudah sangat lapar. Ia membuka maskernya dan ekspresi wajahnya penuh kelegaan seperti baru menghirup oksigen untuk pertama kali. Membuka kotak makannya, Alfira mengulum bibirnya merasa terharu dengan makanan yang dibawakan Gita ini. Ia rasa sudah terlalu banyak merepotkan sahabatnya itu, menghela nafas ia mengambil sendok mulai menyuap ke mulutnya.

Ia makan pelan-pelan dan hati-hati, sudut bibirnya terasa perih. Tanpa sadar karena keasyikan makan, Alfira melupakan Alfa yang kini diam-diam menatapnya. Alfira lalu tersadar dan tersenyum tidak enak melihat Alfa memandangnya sedemikian rupa. Menyelesaikan kunyahannya ia menawarkan ke Alfa, tapi Alfa menggeleng. Alfira pun mengedikan bahu.

Tapi Alfa masih saja menatapnya intens, Alfira merasa jengah.

"Muka gue jadi tambah jelek ya Fa?" Alfira pun bertanya asal.

FIGURAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang