Pilihan telah ia tetapkan, namun mengapa hatinya masih juga dirundung keresahan? Apakah yang dipilihnya tidak tepat sehingga rasa ragu menelusup dan membuatnya kebingungan?
"Lalu, aku harus bagaimana?"
Ingin rasanya menolak dan memberontak, tapi nantinya keadaan malah akan menjadi semakin pelik. Menyerah atau sekadar mengeluh juga tidak mungkin, karena hanya akan berbuah percuma.
Lagipula, kebahagiaan saudari kembarnya lebih penting baginya. Ya. Ia lebih memilih saudari kembarnya menikah dengan lelaki yang memang, belum dicintainya namun mencintainya.
Sehingga mesti merelakan perasaannya pada sosok di masa lalu dan memulai perjalanan baru dengan lelaki yang juga baru dikenalnya. Ditambah, ia tak tahu apakah lelaki itu memiliki rasa padanya atau tidak.
Kini, sang gadis sedang memandangi pemandangan gersang di hadapannya, tempatnya dan keluarganya menetap beberapa tahun selama ia dan sang Kakak menempuh pendidikan.
Ia mengembuskan napasnya yang terasa sesak. Netranya bahkan nampak sembab dan terasa perih lantaran sering menangis, sebab gundah yang menderanya selama ini.
"Ya Allah.. jika ia memang jodohku, maka mudahkanlah jalan kami untuk bersatu. Namun jika dialah yang menjadi jodohku, maka dekatkanlah kami kembali dan persatukanlah kami dengan ridha-Mu. Aamiin."
~•~••~•~••~•~
Lelaki itu tersenyum tipis saat melihat sekilas isi kotak beludru merah yang dipegangnya. Niatnya, ia ingin menunjukkan benda tersebut dan membicarakan perihal keinginannya kepada sosok yang telah ia anggap sebagai saudara kandungnya.
Namun, suara seorang pria yang menyiarkan berita pada televisi rumah, menginterupsinya. Awalnya ia agak tak acuh ketika berita yang disiarkan baru saja disampaikan.
Tetapi tatkala mendengar lokasi kejadian tragedi yang terjadi, kedua netranya sontak menatap lekat benda besar di hadapannya. Dan netra miliknya seketika memanas saat melihat daftar korban.
Ia termangu. Sebab nama akhwat yang selama ini selalu ia sebut dalam do'anya, ada di sana … di dalam daftar nama korban yang dikabarkan tewas. Bukan hanya ia, namun lengkap. Nama sang abi, ummi dan juga sang kakak pun ada di sana pula.
Tenggorokannya tercekat, mulutnya terkatup rapat. Hatinya tercelos, bersamaan dengan terkembang-kempisnya dada yang terasa sesak itu. Pipi kanannya bahkan telah terbasahi oleh air mata.
Lelaki mungkin sangat jarang menangis--bila yang telah beranjak dewasa. Ya, sama, lelaki tersebut juga tidak pernah menangis karena hal seperti ini sebelumnya. Namun berbeda, karena sekarang ia telah kehilangan seseorang yang dicintainya.
'Prakk!'
Kotak berlapiskan kain merah yang berada di tangannya pun terjatuh. Membuat benda mungil berbentuk lingkaran dengan warna emas putih, yang biasa dipakai pada jari itu terlepas dari tempatnya.
Itu … cincin untuk mengkhitbah perempuan yang dicintainya. Yang sekarang, telah kehilangan nyawanya.
"Hasna …!"
~•~••~•~••~•~
Sudah berhari-hari semenjak kejadian itu. Ia memang belum bisa mengikhlaskan Hasna-nya, namun bukan berarti akan terpuruk sehingga membuat urusannya yang lain terbengkalai begitu saja.
Suara dering telepon mengganggu aktivitas mengemudinya. Sebenarnya ia ingin mendiamkan panggilan itu demi keselamatannya, apalagi jalanan sedang licin karena hujan turun cukup deras.
Namun melihat nama penelepon yang tertera dan keadaan jalan yang agak lengang, ia mengambil ponsel tersebut dan mengangkat telepon dari sang Ummi.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam, Ummi. Ada apa?"
"Ummi punya kabar baik untukmu!"
Senyumannya terulas. Dari nada suara umminya, wanita paruh baya tersebut sedang merasa bahagia. Hal itu lantas membuat putra sulungnya mengalihkan fokus pada pembicaraan mereka, sehingga kurang memerhatikan jalanan yang tengah dilaluinya.
"Apa itu?"
"Hasna-mu masih hidup!"
Ia tak mampu mendengar jawaban sang Ummi dengan jelas, karena suara klakson mobil terdengar bersamaan dengan decitan ban mobil yang mengerem mendadak.
Tak lama kemudian, suara hantaman kuda besi itu terdengar mengejutkan hingga beberapa kendaraan di sekitarnya berhenti melaju.
Mobil sang lelaki tersambar truk di tengah persimpangan jalan, berguling-guling di jalanan dan berhenti setelah menghantam pohon besar. Pengendara lain yang menyaksikannya berhamburan keluar dan mendekati mobil yang sudah tak berbentuk lagi itu.
Darah segar nampak menutupi sebagian wajah rupawannya. Berkali-kali ia mengerkapkan kedua netranya agar tetap terjaga, namun samar-samar ia hanya melihat percikan api yang muncul dari mesin depan mobilnya.
Tiba-tiba, ia teringat akan potongan ayat dari Surah Al-'Ankabut ayat ke-57. Yang berisi;
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu akan dikembalikan.”
Karena itu, sebelum matanya terpejam, ia mengucapkan kalimat demi kalimat di tengah-tengah kepasrahannya kepada Allah, akan sesuatu yang mungkin saja akan dialaminya.
"Asyhadu an-laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan Rasuulullaah."
Bersambung..√^.^√
Assalamu'alaikum!:)
Gimana prolog-nya? Suka, nggak? Eum, sebenernya, prolog yang kali ini tuh hasil revisi. Jadi kalo agak aneh dan kurang nyambung sama chapter berikutnya, maklumin ya. InsyaaAllah bakal direvisi lagi kalo udah gak sibuk. Hehe.
Cerita ini menceritakan kehidupan remaja tahap awal, tapi lama-kelamaan muncul konflik yang membuat mereka harus mampu bersikap dewasa dalam menghadapinya. Maaf ya, kalo agak rumit.
#jangan_lupa_vote!
Sekian,
Syukran,
Wassalamu'alaikum!>.<♥♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
[SDRS2] HASNA | SELESAI✓
RomanceHAK CIPTA DILINDUNGI ALLAH! -Sequel HALWA V1 [Spiritual-Drama-Romantis] •Best rank: #1/34 in shalat #1/43 in hasna #1/52 in takdirAllah #1/59 in akhy #1/95 in cintayangrumit #2/88 in umi #3/236 in ukhty #4/171 in rasasakit #8/272 in abi #9/403 in uj...