43)Salam Perpisahan.

608 32 0
                                    

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Jika Allah bisa mempertemukan di waktu yang tak terduga, maka Allah pun bisa memisahkan di waktu yang tak terduga pula.”
·•Anonym•·

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

•Beberapa bulan kemudian …
•Pukul 06:43•

Beberapa bulan telah berlalu. Tepat pada hari ini, adalah hari perpisahan murid kelas 9. Mereka diminta untuk memakai seragam putih-biru, juga membawa seragam ekskul masing-masing.

Salah seorang guru memberi info, katanya, murid-murid kelas 9 akan berfoto bersama. Ada yang sesuai dengan angkatan, sesuai urutan kelas dan sesuai ekskul.

Huwaida menghirup udara pagi sebanyak-banyaknya, lalu mengembuskannya perlahan. Berkali-kali ia melakukannya guna menetralkan perasaannya yang terasa sesak.

"Wa?" panggil Faridah.

"Hm?"

Tangan kiri Faridah merangkul bahu mungil adiknya. "Senyum dong, Adikku Sayang!"

Huwaida tersenyum tipis mendengarnya. Tangan kanannya membalas rangkulan Faridah. "Waktu di kelas 9 ini cepet banget. Aku ngerasa sedih, tapi juga seneng."

"Sedih karena gak mau berpisah sama sahabat-sahabat kita dan seneng karena gak bakal ketemu Arkan lagi, 'kan?"

Huwaida mengangguk pelan. "Iya. Aku udah nyaman banget sahabatan sama mereka, Kak."

"Tapi Wa, apa kamu beneran ngerasa seneng, bakal pisah sama Arkan?"

Huwaida mendadak berhenti berjalan, padahal mereka berjalan baru sampai di pinggiran lapangan sekolah. "Entah," jawabnya.

"Kamu gak ngerasa seneng sama sekali, Wa. Semuanya keliatan dari matamu,"

"Kak, Kakak pas udah besar nanti mau jadi psikiater juga ya, kayak Abi? Atau mau jadi guru BK?" Huwaida terkekeh.

"Ih, seriusan. Matamu itu nampakkin banget kalo kamu sedih,"

"Sedih atau nggak sedih, kurasa emang seharusnya begini. Malahan, lebih baik kayak gini dari dulu. Tapi, berandai-andai itu gak boleh 'kan?"

Keduanya kembali berjalan, sambil mengedarkan pandangan. Suasana di sekolah mereka nampak begitu ramai. Penuh canda tawa, senyuman ceria, juga rasa haru karena mesti berpisah.

"Ya iya, sih." Setelahnya, tak ada percakapan lagi.

Sampai ketika kedua gadis berkhimar itu menghentikan langkah di ambang pintu sambil mengucapkan salam, sepasang netra menatap salah satu gadis itu dengan tatapan yang sulit diartikan.

Huwaida tidak tahu, maksud dari tatapan itu. Karena yang ia tangkap dari sana adalah rasa kecewa, sedih dan marah saling bercampur.

Ia berjalan ke tempat duduknya bersama Faridah, ketika pemilik tatapan tadi mengalihkan pandangannya.

"Yah.. kita mau pisah …!" Salwa nampak bersedih.

[SDRS2] HASNA | SELESAI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang