47)Hujan dan Tangisan.

678 30 0
                                    

-Maafin Author yang baru sempet update, ya, hehe. Dan maaf juga, setelah ini Author bakal hiatus karena mau PTS. Tapi sesudahnya bakal update kayak biasa kok, insyaaAllah;'
-Jadikan Al-Qur'an sebagai bacaan utama! Jangan baca di waktu shalat!
-Nah, selamat membaca! #jangan_lupa_vote!

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Hujan dan tangisan, keduanya hampir sama. Sama-sama air yang dijatuhkan, namun dengan maksud berbeda. Air hujan turun demi kelangsungan hidup di dunia, sedangkan air mata jatuh demi kelegaan hati yang terasa hampa.”
-HASNA-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

•Tiga tahun kemudian …
•Makkah, pukul 19:55•

Suara Adzan Isya' menggema begitu merdunya. Kaum Hawa menghentikan aktivitas mereka sejenak dan berwudhu guna menunaikan shalat bagi yang tidak sedang berhalangan, sedangkan Kaum Adam sudah berkumpul di Masjid sejak beberapa menit sebelumnya.

"Fa, Wa.. kalo udah selesai shalat, langsung ke sini ya, bantuin Ummi masak. Habis itu kalian siap-siap, temen Abi mau pada dateng."

Halimah melanjutkan lagi aktivitas memasaknya, ketika Faridah dan Huwaida mengiyakan perkataannya. Ibu dua anak itu memutuskan untuk memasak makan malam saja, karena sedang berhalangan.

Beberapa menit setelahnya, kedua putri kembarnya menuruni anak tangga dan menghampiri Halimah yang sedang berkutat dengan peralatan dapur.

"Mi," Huwaida memanggil.

"Iya?"

"Temen Abi yang mau ke sini itu, 'Amm Qaysh dan 'Amm Saifan, bukan?"

"Iya, mereka ke sininya juga bareng sama keluarga masing-masing. Kenapa, Wa?" Halimah balik bertanya, tanpa mengalihkan pandangan dari sayuran yang sedang ia potong.

"Kalo gitu, berarti Safwan juga bakal ke sini dong?"

Pergerakan Halimah terhenti. Ia menatap Huwaida. "Apa kamu takut, Safwan bakal ngasih tau sesuatu tentang kamu, ke Arkan nantinya?"

Huwaida mengangguk samar, lalu menunduk lesu. "Mungkin aja, 'kan?"

"Wa.. mau sampe kapan kamu kayak gini? Apa kamu mau terus-terusan sembunyi dari Arkan? Jangan begini Wa, gak baik. Masalah tentang Alm. Arfan itu ada sejak belasan tahun yang lalu, tapi gak ada sangkut-pautnya sama kalian,"

"Ya emang, Arkan itu ada hubungan kekeluargaan dengan Arfan. Tapi bukan berarti hal itu bikin kalian harus 'musuhan' begini. Atau karena kamu masih marah, Arkan gak bisa jujur sama kamu?"

"Eum, sedikit sih,"

"Gak semua hal harus dikasih tau ke orang lain, Wa. Bahkan mungkin ada juga hal yang mesti dirahasiain dari keluarga sendiri. Kamu emang jadi seseorang yang spesial di hati Arkan. Tapi itu gak bikin kamu jadi harus tau semua tentangnya, meskipun ada hubungannya juga sama kamu."

"Jadi jangan kayak gini terus, Wa …" Halimah mengusap lembut pucuk kepala Huwaida yang tertutup khimar hitam.

"Kalo 'marahan' sesama muslim cuma lewat tiga hari aja udah dosa, apalagi sampe tiga tahun lebih kayak yang lagi kalian lakuin ini?" Faridah buka suara.

Huwaida terhenyak mendengarnya. Ia memilin ujung khimar yang ia kenakan, gusar. "Tapi.. gak tau kenapa, aku ngerasa lebih baik kalo kami begini aja."

"Apa kamu bahagia?"

Dan pertanyaan yang sang Ummi lontarkan barusan, seolah meruntuhkan kata 'lebih baik' yang selama ini berusaha dipertahankannya. Kedua netra Huwaida berkaca-kaca, sementara mulutnya tak dapat berkata-kata.

[SDRS2] HASNA | SELESAI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang