30)Terungkap.

867 38 0
                                    

"Arkan ..." panggil gadis berkhimar mocca itu lirih, "kenapa kamu gak pernah bilang ... kalo kamu keluarga Almarhum Paman Arfan?!" Dan setetes bulir hangat pun, keluar dari pelupuk mata Huwaida.

Arkan diam. Tak mampu menjelaskan. Hal ini yang sedari dulu membayangi kehidupannya. Rahasianya. Kini, telah terungkap.

Arkan menghela napasnya berat. Karena cepat atau lambat, hubungan persahabatannya dengan Huwaida pasti akan terporak-porandakan ... oleh rahasianya sendiri.

Entah apa yang ia pikirkan saat itu, sampai-sampai memutuskan untuk merahasiakan tentangnya dengan Alm. Arfan--Pamannya.

Rahasianya telah terbongkar, dan semuanya pun berantakan. Padahal, belum genap satu tahun sejak ia menjalin persahabatan dengan Huwaida.

"Selama ini aku nyari anggota keluarga Almarhum Paman Arfan dan ternyata, ia ada di dekatku. Ia adalah sahabatku sendiri," Huwaida memberi jeda, "sepeninggal Alm. Paman Arfan, Ummiku terkena Necrophobia dan Cherophobia, Kan! Ummi nangis setiap malam," Dan ungkapan Huwaida barusan, telah menampar Arkan secara tidak langsung.

"Necrophobia dan Cherophobia?" Arkan menatap bingung ke arah Huwaida. Lantaran ia belum tahu apa yang dimaksud Huwaida--arti dari phobia yang disebut olehnya.

"Ya. Necrophobia adalah phobia akan berita kematian, sedangkan Cherophobia adalah phobia jika ia mendapatkan kebahagiaan, maka setelahnya ia akan mendapatkan musibah ataupun suatu hal yang buruk.." Huwaida terdiam lagi.

Necrophobia disebabkan karena mendengar berita kematian orang terdekat atau orang yang disayang, sementara saat itu ia hanya punya dia--yang ia dengar berita kematiannya. Bisa juga karena orang tersebut sedang memiliki banyak masalah dan hanya dialah harapan satu-satunya untuk tetap hidup. Sehingga penderitanya memiliki tingkat kekhawatiran yang berlebih dan akan sangat terpukul jika ia mendengar berita kematian orang yang ia sayangi.

Sementara itu, Cherophobia disebabkan oleh faktor eksternal (trauma fisik atau emosional akan kejadian masa lalu) dan faktor internal (kepribadian atau genetik). Bisa jadi sejak dulu, penderitanya selalu merasa bahagia atau mendapatkan kebahagiaan, lalu beberapa saat kemudian ia mendapatkan musibah atau keburukan. Hingga kedepannya ia menjadi takut untuk merasa bahagia. Takut jika ia bahagia, maka beberapa saat setelahnya ia akan bersedih.

"Dan alasanku mencari anggota keluarga Alm. Paman Arfan adalah untuk, mencari Umminya. Ummiku bilang, Ummi Alm. Paman Arfan sangat menyayanginya, melebihi Umminya sendiri. Karena itu, aku sangat ingin mempertemukan mereka berdua. Karena kupikir ... hanya dari Ummi Alm. Paman Arfan, Ummiku bisa mendapat kasih sayang seorang Ibu. Karena kupikir ... hanya karena Ummi Alm. Paman Arfan, Ummi jadi bisa sedikit melupakan Alm. Paman Arfan," sambungnya.

"Adakah seorang anak yang kuat, ketika melihat Ibunya bersedih?" tanya Huwaida, masih dengan isak tangis yang ia keluarkan. Kini, seluruh penilaian Arkan tentang Huwaida seketika berubah.

Huwaida memang kekanakkan, namun ia anak yang berbakti. Huwaida memang manja, namun ia pengertian pada orang lain. Sikap manis nan ceria Huwaida selama ini, hanyalah untuk menghibur sang Ummi.

Lagipula jika Huwaida benar-benar berkepribadian sanguinis--terkesan ceria, maka dari siapa kepribadian tersebut menurun padanya? Karena baik Halimah maupun Farhan, keduanya sama-sama pendiam.

"Maaf, Na.." Arkan menunduk dalam. Ia tidak mampu melihat Hasna-nya mengeluarkan air mata sederas itu.

"Masalahnya dengan keluarganya aja belum selesai, kenangan buruk seolah menghantuinya, ditambah lagi penyakit yang selama ini ia derita. Memang penyakitnya tidaklah mematikan, namun penyakit tersebut yang tidak ada obatnya, tidak bisa disembuhkan dan akan bertambah parah dari waktu ke waktu. Kalo seandainya Ummimu yang berada di posisi Ummiku. Apa kamu kuat, liat Ummimu nangis setiap malam? Apa kamu kuat, liat Ummimu selalu bersedih dan takut bahagia?" tanya Huwaida.

[SDRS2] HASNA | SELESAI✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang