14. Awal percekcokan

49.6K 1.9K 15
                                    

Matahari sudah kembali menyingsingkan sinarnya,kehidupan sudah kembali dimulai,burung burung sudah keluar dari sangkarnya,udara sudah segar kembali,dan maira pun juga sudah kembali mengerjakan tugasnya sebagai seorang istri yang melayani suaminya,tetapi menjaga jarak masih dilakukan olehnya,meski pun seperti itu,ia tetap menyiapkan sarapan pagi untuk revan.

" Bi,tadi malam tau mas revan pulang jam berapa? ". Tanya maira pada bi inah yang sedang membuat teh

Sembari mengaduk teh.  " Tadi malam jam 12 kayaknya neng,bibi gak berapa memperhatikan jam,itu pun bibi sudah sempat tertidur".  Jelas bi inah

Maira mengangguk. " Owhh,bibi sempat bicara sama mas revan? ". Tanya maira sembari mengoleskan selai ke dalam roti.

" Enggak sempat neng,den revan langsung naik ke atas".  Jawab bi inah menoleh ke arah maira dan baru di sadarinya ada yang beda sama maira." Neng,gamis sama hijabnya baru ya??".

Maira tersenyum " Iya ni bi,di beliin sama gilang semalem waktu dimall katanya sebagai ucapan terimakasih".

Revan yang baru turun dan mendengar percakapan maira dan bi inah tentang gamis dan hijab baru itu langsung emosi dan menghampiri keduanya. " Oh bagus lo ya,ngedate sama orang lain,parahnya lo ngedate sama adik gua,gak sangka gua sama lo,gua pikir lo itu perempuan baik baik,tapi ternyata lo perempuan munafik yang di balut sama pakaian sok suci lo ini". Ucap revan dengan emosi yang menggebu gebu sembari mengepalkan tangannya.

Maira langsung terdiam,bi inah langsung pergi entah kemana,yang penting tidak berada di antara maira dan revan. " Maira bisa jelasin mas".

Revan tertawa sinis. " haha,mau jelasin perselingkuhan lo sama gilang,iya?iya?".

Maira merasa sulit sekali menelan salivanya dengan keadaan yang begitu mencekam ini . " Maira gak selingkuh mas". Maira mencoba membela diri

Revan mendengus sinis  " Mana ada maling yang ngaku,kalo maling ngaku penjara penuh,sama kaya lo,gak bakal ngaku kaya maling". Nada suaranya menekan di setiap katanya. " Harusnya gua itu percaya sama ucapan aurel".

Maira hanya terdiam.revan mendekat ke arah maira,semakin dekat semakin dekat sampai akhirnya wajah mereka berdekatan dan hanya berjarak 1 cm saja " Gua benci penghianat". Maira memejamkan kedua matanya kemudian detik selanjutnya revan langsung menjauhkan wajahnya dari wajah maira dan melenggang pergi keluar,lalu terdengar suara mobil yang pergi meninggalkan rumah.

Lalu maira terduduk di lantai,apa yang terjadi padanya? Seharusnya ia yang marah pada revan atas apa yang dilakukannya pada aurel,tapi kenapa keadaan berbalik seperti ini? Dirinya di tuduh memiliki hubungan gelap dengan gilang,tak terasa air mata sudah mengalir  ke pipi halusnya,kemudian bi inah langsung menghampirinya dan membantu maira bangkit

"Neng udah,jangan di masukin ke hati,mungkin aja den revan lagi cape".

" Gak mungkin bi,masa cuma gara gara capek,dia nuduh maira yang enggak enggak,harusnya maira yang marah sama dia bi,dia masih punya hubungan dengan aurel bi,harusnya maira yang kecewa sama dia,tapi kenapa keadaan yang berbalik seperti ini bi?". Air mata maira sudah tak terbendung lagi,air matanya semakin mengalir deras,mengeluarkan semua beban yang ada di hatinya.

Bi inah langung memeluk maira.  " Bibi ngerti kok apa yang eneng rasakan,kita sama sama wanita,bibi ngerti ,tapi cuma satu pesan bibi,sabar,karna cuma itu satu satunya jalan yang terbaik neng". Bi inah juga meneteskan air matanya,ia juga merasakan kekecewaan maira.

" Tapi sampai kapan bi maira harus menahan kekecewaan ini?". Tangis maira semakin pecah di pelukan bi inah,ia sudah merasa bi inah itu adalah ibunya.

" Sampai waktunya tiba neng, Allah pasti sudah mempersiapkan yang terbaik buat eneng. Bi inah melepaskan pelukannya tangannya memegang kedua bahu maira kemudian ia tersenyum. "  Selamat berjuang neng".

Toughness Of Humaira | Sudah Terbit ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang