Acha merapikan kerudungnya yang tertiup angin. Hari menunjukkan pukul 1 siang, namun matahari bersembunyi dibalik kekasihnya. Bahkan siang ini, langit terlihat sangat mendung.
Rintik-rintik hujan memang belum turun, tetapi ia yakin Jakarta akan segera basah sebentar lagi. Dan ia tidak ingin terjebak di hujan sebelum sampai di rumah.
Baru lima hari ia berada di Jakarta. Sebenarnya tidak berniat untuk menetap, ia kesini hanya untuk menghadiri acara keluarga.
Acha menatap pada layar ponselnya sekali lagi. Panggilan yang ia tunggu-tunggu tidak kunjung datang. Sebelumnya, tantenya mengatakan kalau sepupu laki-lakinya akan datang menjemput hari ini. Tetapi cowok itu belum juga nampak setelah hampir setengah jam ia menunggu.
Di halte ini, Acha tetap memutuskan untuk menunggu. Walaupun ia hanya sendirian, dan langit sudah semakin mendung, namun ia tidak berniat untuk beranjak ataupun pulang sendiri. Yah, ia tidak mau abangnya itu marah.
Acha mengangkat kepalanya untuk melihat langit. Mengecek langit yang seketika menumpahkan air hujannya dengan deras. Matanya kemudian mengedar ke sekeliling. Sebelah kirinya sepi, tidak ada siapapun. Namun saat matanya beralih ke sebelah kanan, sosok laki-laki tinggi dengan tubuh setengah basah tertangkap matanya.
Laki-laki itu berjarak 3 meter dari tempatnya berdiri. Rambut dan seluruh tubuhnya yang basah menunjukkan kalau ia baru saja kehujanan. Acha terpana akan pemandangan indah itu. Namun sebelum terlalu jauh, ia dengan cepat menundukkan pandangannya.
"Astaghfirullah,"
Sejak kapan cowok itu berdiri disana? Rasanya baru beberapa menit yang lalu Acha melihat sekitar dan menyadari dirinya hanya sendirian di halte ini.
Acha menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia tahu dosanya, namun keinginan hati untuk menengok sekali lagi begitu besar. Ia kemudian mengintip sosok laki-laki itu dari sudut matanya.
Cowok itu juga sedang meliriknya saat ini. Acha yakin ia tidak salah liat. Cewek itu kemudian dengan cepat membuang pandangannya. Berusaha menghindari kontak mata dengan laki-laki diujung sana.
Mereka begitu tampak lucu jika dilihat. Yang satu berdiri di ujung halte, yang satunya lagi di ujung yang lain. Namun sama-sama saling melirik dari sudut mata, dan kemudian membuang pandangan ketika tertangkap basah.
"Hujannya deres banget, ya?" cowok itu berucap, namun pandangannya hanya menatap pada langit dan sekitarnya.
Seperti sapaan pembuka, suaranya memecahkan kesunyian diantara mereka. Menjadi satu-satunya suara selain suara gemercik hujan.
Suara berat itu, membuat Acha ingin sekali menengok kepada sang pembicara. Namun ia tidak berani.
"Iya," jawab Acha pelan.
Hening melanda setelahnya. Tidak ada lagi yang membuka suara. Mereka terlarut dalam pikiran masing-masing.
Drrt drrt
Ponselnya bergetar, Acha dengan cepat mengangkatnya pada dering kedua.
"Hallo, Assalamualaikum. Abang dimana?"
"....."
"Acha udah nunggu disini daritadi, bang."
"....."
"Yah, bang... Hujannya deres banget ini."
"....."
"Ya udah, Acha tunggu ya?"
Setelah telpon ditutup, Acha meletakkan kembali ponsel di tasnya. Abangnya bilang ia akan terlambat menjemput Acha dikarenakan ada hal penting yang harus diurus terlebih dahulu.
Acha melirik langit sekali lagi. Hahhh, langit seakan benar-benar menjebaknya dengan laki-laki ini berdua saja di halte. Dan Acha takut berdosa karenanya.
Tiba-tiba, sebuah kain terjatuh di kepalanya. Acha terkejut, kemudian diraihnya kain itu. Jaket?
"Dipake aja mbak, biar gak kedinginan," ucap sosok laki-laki yang sekarang sudah berdiri di depannya. Laki-laki itu kemudian meletakkan tasnya diatas kepala. "Saya duluan ya, mbak."
Detik kemudian, laki-laki itu berlari menerobos hujan. Hanya dengan jersey dan celana training yang ia pakai. Jaketnya sudah ia tinggalkan bersama Acha.
Acha menatap jaket itu. Kemudian matanya kembali menatap punggung yang berlari menjauhinya. Baik banget cowok ini, Ya Allah. Apa jangan-jangan dia malaikat?
Air hujan dengan deras langsung membuat tubuh cowok itu basah kuyup. Dan Acha jadi merasa tidak enak karena jaket cowok itu malahan diberikan kepadanya. Mata Acha kemudian tertuju pada sebuah nama di punggung jersey yang laki-laki itu pakai.
Ardianto M R
IndonesiaAcha tersipu setelahnya. Ardianto, ia akan mengingat nama itu. Dan kelak ketika bertemu lagi, Acha janji akan membalas kebaikannya.
***
BACA AUTHOR NOTE DIBAWAH!!Haiiii
Aku post ini, mau liat dulu gimana antusiasme kalian di cerita ini.
Lanjut atau enggak?
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf | Rian Ardianto
FanfictionRian dan Acha, seorang atlet dan seorang mahasiswi kedokteran yang tidak sengaja dipertemukan dalam sebuah kejadian. Pertemuan yang benar-benar menjadi memori itu, menyatukan hati mereka tanpa pernyataan dan campur tangan siapapun. Tetapi tidak ada...