Acha menjalankan aktivitasnya sehari-hari dengan normal lagi. Cewek itu kembali sehat dan pulih dengan cepat. Berkat check up dan pengobatan yang rutin dan teratur, juga perhatian-perhatian dari orang-orang yang berada di sekitarnya, Acha dapat kembali pulih lagi seperti semula.
Bahkan saat ini, cewek itu bisa dengan mudah melompat serta berlarian kesana-kemari dan tertawa.
Acha menapakkan kakinya pada sebuah halte yang berada di sebrang kampus. Siang ini matahari begitu terik, jadi cewek itu memilih untuk berteduh di halte sembari menunggu Bunda menjemputnya. Halte tidak sepi, tentu saja. Ada sekitar tiga orang mahasiswa yang juga duduk disana. Entah sedang menunggu bis, atau mungkin sekedar berteduh seperti Acha. Lagipula cewek itu juga tidak akan berani ke halte ini kalau tidak ramai. Karena Rian pun melarang cewek itu agar jangan berada di tempat yang sepi. Katanya takut Acha diapa-apain lagi.
Lama Acha menunggu, namun bunda tidak kunjung datang juga. Ponsel yang ada di genggaman Acha pun sedang lowbat. Hanya tersisa 3%, dan cewek itu sedang menghematnya agar nanti kalau ada apa-apa setidaknya ia masih punya sedikit baterai untuk menghubungi siapapun.
"Acha ya?"
Acha tersentak, seketika ia menoleh pada seorang cewek berambut pirang yang entah sejak kapan sudah berada di sebelahnya. Padahal Acha yakin betul, halte ini sebelumnya hanya ada tiga orang yang sedang menunggu bis. Sejak kapan cewek ini datang?
"Iya."
Awalnya tampak aneh. Cewek itu melirik Acha dari ujung kaki hingga kepala. Entah apa yang ia teliti. Namun kemudian, cewek itu tersenyum ketika matanya bertemu pandang dengan Acha. Tapi ada yang janggal dari senyumannya. Acha jelas menyadari itu.
"Nunggu jemputan?" tanya cewek itu.
Acha bingung, namun ia mengangguk mengiyakan. "Siapa ya?"
Cewek itu seketika terkekeh, "Kamu gak tau aku?"
Melihat Acha yang menggeleng, cewek itu kemudian menyodorkan tangannya, dan mereka pun bersalaman.
"Sisy."
Acha tersentak. Ia kaget bukan main. Selama ini Acha sama sekali tidak tahu bagaimana wajah Sisy, jadi sudah pasti ia tidak mengenalinya. Cewek itu dengan cepat melepas salaman mereka, membuat Sisy seketika mengernyit memandangnya heran.
Acha berusaha menenangkan dirinya dalam hati. Halte ini ramai orang, Sisy tidak mungkin berani macam-macam padanya. Seperti apa yang Rian bilang untuk tidak berada di tempat sepi, cewek itu bersyukur ia menurut.
"Kaget?" Sisy bersuara lagi. Namun kali ini, suaranya tampak terdengar horor di pendengaran Acha.
Acha tidak menjawab, yang cewek itu lakukan saat ini hanyalah berusaha menjauh sejauh mungkin dari Sisy.
Sisy tersenyum meremehkan, "Cemen banget."
Acha melirik ponselnya ketika tiba-tiba bergetar dan layarnya menyala terang. Ternyata ada pesan dari Bunda yang menyatakan kalau beliau akan telat menjemput karena ada hal penting yang perlu diurus terlebih dahulu. Cewek itu menjerit dalam hati, dengan cepat ia menekan tombol telpon. Ia ingin pergi dari sini sekarang juga. Karena tidak ada yang tahu, hal gila apa yang akan dilakukan Sisy padanya kedepannya.
Namun di deringan kedua, belum sempat bunda mengangkatnya, ponsel Acha mati kehabisan baterai.
Sisy tidak berbicara apa-apa lagi. Cewek itu hanya memperhatikan Acha yang ketakutan dari sudut matanya.
Semua semakin memburuk ketika ketiga mahasiswa yang ikut berteduh di halte bersamanya, naik bis yang seketika berhenti di depan mereka. Acha bingung, dan rasa takut mulai menyeruk dalam dirinya. Harus bagaimana ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf | Rian Ardianto
FanfictionRian dan Acha, seorang atlet dan seorang mahasiswi kedokteran yang tidak sengaja dipertemukan dalam sebuah kejadian. Pertemuan yang benar-benar menjadi memori itu, menyatukan hati mereka tanpa pernyataan dan campur tangan siapapun. Tetapi tidak ada...