12. His True Side

5.6K 667 203
                                    

HAI
terima kasih banyakk untuk antusiasme kaliaaan yang kerennn banget!!
Beberapa komentar bener-bener bikin aku ketawa dan made my day hahaha 😂

Gue suka gaya luuu 😂

Makasii juga untuk yang selalu setia nunggu...
Sebenernya aku juga pengen banget cepet update cerita ini, tapi kondisi badan lagi gak fit huhuhu 😥

Komentar kalian membangkitkan semangatku lohh!
Sooo jangan pernah capek untuk komentar yaaa!
Thank youu muahh

***

"Ck, sial."

Ariq meremas ponselnya dengan kuat, seakan tidak peduli apakah ponselnya itu akan retak atau tidak. Cowok itu menggeram kesal karena telpon dimatikan secara sepihak oleh Fajar.

Semuanya tampak begitu mencurigakan dimata Ariq. Bagaimana sikap Fajar kepadanya, bagaimana sikap Acha kepadanya, semua itu membuat Ariq pusing.

Yang ia inginkan itu Acha, apa susahnya sih tinggal nurut aja?

Ariq menggerakkan jempolnya kembali di layar ponsel hitam itu. Dengan cepat cowok itu mendial nomor Acha yang berada di daftar kontaknya.

Telpon tersambung, namun tidak kunjung diangkat.

"Nomor yang anda tuju, sedang sibuk."

"Argh!" Ariq mendial nomor itu sekali lagi.

Sejak semalam, Acha belum juga mengangkat telponnya. Kemana cewek itu?

Di deringan ke empat, suara Acha akhirnya terdengar juga.

"Halo, assalamualaikum?"

"Acha! Kamu kemana aja dari semalem gak ngangkat telpon?!"

Acha terkesiap. Suara Ariq begitu lantang di telinganya. Sadar akan Acha yang takut, Ariq langsung memelankan suaranya.

"Oh, maaf maaf. Aku kebawa emosi. Kamu kemana aja, Cha? Kenapa gak ngabarin?"

"Maaf, ketiduran."

"Ketiduran?!" nada bicara Ariq meninggi lagi, namun dengan cepat cowok itu menyadarinya.

"Cha, aku nungguin...."

"Ada apa sih, mas? Aku minta maaf, aku ketiduran semalem masih jet lag. Kamu kenapa marah-marah gini?"

"Enggak, gak apa-apa. Maaf."

"Hn."

Ariq kembali teringat dengan niat awalnya menelpon Acha. Tanpa basa-basi, cowok itu langsung melontarkan pertanyaannya.

"Cha, kamu ada nomor Rian?"

Lagi-lagi, suara Acha terkesiap kembali terdengar.

Ariq mengernyit, "Kenapa?"

"Buat apa nomor mas Rian?"

"Ada urusan, kirim sekarang ya."

"Aku gak ada nomor mas Rian," jawab Acha dengan sedikit terbata-bata.

"Kamu gak pinter bohong, Acha. Kenapa? Tinggal kirim doang, apa susahnya? Ada apa dengan Rian? Naksir kamu sama dia, hm?"

Tidak ada jawaban apa-apa dari Acha. Ariq terkekeh pelan, "Ternyata kayak gini kamu, Cha. Udah punya calon, tapi masih berani lirik-lirik cowok lain. Muka dua!"

Ucapan itu sudah pasti menyulut Acha. Cowok itu menghina Acha secara terang-terangan. Orang mana yang bakalan diem aja?

"Sembarangan. Bukannya kamu yang muka dua? Di depan bunda kamu bener-bener lembut, tapi kenyataannya kayak gini sifat asli kamu," Acha menghembuskan napasnya kasar, berusaha mengendalikan emosi, "Aku bahkan kenal dia lebih dulu dari kamu. Kamu yang tiba-tiba muncul, deketin bunda selama aku di jakarta, dan buat skenario ini semua. Tiba-tiba muncul dan bilang kamu calon aku. Aku gak pernah setuju dengan semua ini,"

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang