11. Support

6.7K 745 218
                                    

Haiii
Ada yang masih idup?

KOMEN DISINI KALIAN BARU BACA JAM BERAPA HEHEHE

Maaf baru update malem-malem gini
Maklum, otak baru encer jam segini

Hehe, selamat membacaaa!!❤❤

***

Acha membuka kopernya. Sebenarnya ia sudah sampai di bandung dari semalam, tapi karena terlalu capek setelah mendapat telpon dari Rian, ia langsung tertidur. Dan baru sempat membereskan barang-barangnya hari ini.

Cewek itu mengeluarkan sekantung baju kotor yang belum sempat dicuci, dan baju-baju bersih untuk dimasukkan kembali ke lemari.

Tetapi sebuah jaket tebal besar berwarna hitam menarik perhatiannya. Cewek itu meletakkan baju lainnya ke lemari, dan mengambil jaket itu.

Acha merentangkan jaket itu tepat di hadapannya. Senyuman lebar tercetak di bibirnya. Entah kenapa rasanya begitu senang bercampur rindu dengan suatu hal ketika melihat jaket ini. Tapi ia tidak tahu rindu dengan apa.

"Cha..."

Sapaan itu mengagetkan Acha, membuat cewek itu langsung menoleh dengan gugup. Tepat di ambang pintu, Bunda berdiri dengan senyum hangatnya.

"Lagi apa sih? Seneng banget kayaknya..."

Bunda berjalan mendekati Acha kemudian duduk di ujung kasur. Acha yang ditanya begitu tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Gak lagi ngapa-ngapain kok, bunda. Cuma beres-beres aja."

Acha buru-buru melipat jaket hitam Rian sebelum bunda melihatnya, namun gerakannya yang gugup itu tertangkap basah oleh mata bunda.

"Loh, itu jaket siapa Cha? Jaket cowok kayaknya..."

"Ini..." Acha memejamkan matanya, "Ini jaket bang Fajar, bun. Acha pinjem waktu itu, eh kebawa pulang."

Maaf, bunda. Acha gak bermaksud bohong.

"Oh, jaket Fajar," bunda tersenyum kemudian mengusap pelan rambut Acha yang masih basah habis keramas.

"Oh iya, Cha. Tadi Ariq telpon, katanya kamu dari semalem gak angkat telponnya. Kamu juga gak ngabarin dia setelah sampe, kenapa nak?"

Perubahan raut Acha yang sebelumnya senang berubah jadi datar, mencoba menyembunyikan ekspresi tidak sukanya di hadapan bunda.

Acha tahu, Ariq begitu dekat dengan bunda. Tapi Acha gak suka kalo Ariq dikit-dikit ngaduan kayak gini.

"Acha lupa, bun. Maaf. Semalem kecapekan."

Bunda tersenyum, "Ya udah, nanti kamu telpon dia ya? Jelasin semuanya. Dia khawatir nunggu kabar dari kamu."

Tidak bisa menolak, Acha hanya mengangguk pelan. Walau dalam hati inginnya mendengar suara Rian pagi ini, tapi apa daya.

Acha menjerit dalam hati, mengadu pada Tuhannya. Ketika tidak ada satupun yang bisa mendengarkan keluh kesahnya, Acha harap Allah menyampaikan salamnya pada Rian disana.

***

"Jom kiri Jom!"

Rian melompat. Bersamaan dengan keringatnya yang menyiprat ke lantai, ia memukul raket dengan kencang. Smash itu membuat shuttlecock jatuh tepat di lapangan lawan dan sulit dikembalikan. Menghasilkan senyum dan decak kagum dari pelatih.

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang