YUHUUU
Hari ini double up lagi lohh
Yuk vote komen yuk yukk***
"Bun...."
Acha masuk ke kamar bunda. Melirik sekitar, mencoba mencari keberadaan bundanya. Namun ia tidak menemukan apa-apa, bunda tidak ada dikamarnya.
Acha menghembuskan napasnya kasar, setelah cukup lama mengumpulkan keberanian, akhirnya cewek itu memutuskan untuk membicarakan semuanya pada bunda. Bagaimanapun juga ia harus ikut bertindak, tidak bisa menggantungkan semuanya pada Rian dan abangnya saja.
Belum lagi ponselnya saat ini ada di tangan Ariq. Acha gak habis pikir, kemarin Ariq tiba-tiba datang dan meminta ponselnya. Cowok itu mengancam akan mengatakan yang tidak-tidak soal ia dan Rian apabila tidak mau menurut.
Acha keluar dari kamar, mencoba mencari bunda ke ruangan lainnya. Kemudian sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Iya nih, mbak. Aku seneng banget Acha sebentar lagi mau menikah, walaupun gak nyangka juga kalo bakalan secepet ini."
Itu suara bundanya! Acha merapatkan telinganya ke dinding yang memisahkan dapur dengan ruang makan, berusaha mendengar lebih jelas apa yang sedang diucapkan oleh bunda.
"Ariq anak yang baik, dia soleh dan sopan. Mbak percaya aja, Ariq bener-bener pasangan yang ideal untuk Acha."
Acha menunduk, ingin rasanya ia berteriak kalau Ariq tidak seperti itu. Ariq gak seperti yang bunda bayangin selama ini!
"Aku seneng banget, mbak. Rasanya akhir-akhir ini pengen senyum mulu kalo inget Acha dan calonnya. Akhirnya aku sebagai seorang ibu bisa mengantar anakku ke pelaminan nanti...."
Acha melangkah pelan, berdiri di belakang bundanya kemudian memeluknya erat.
Bunda tersentak dengan kehadiran Acha yang tiba-tiba, "Maaf, nanti aku hubungin lagi ya mbak," kemudian bunda mematikan telponnya.
"Kenapa sayang?" Bunda bertanya dengan lembut, membelai tangan Acha yang melingkar di pinggangnya.
"Bun, Acha belum siap..."
"Hm? Kamu kenapa?" Bunda memutar tubuhnya menghadap Acha, dengan sayang bunda membelai rambut Acha lembut.
Acha bingung harus bilang apa, ingin rasanya ia menceritakan semuanya tentang Ariq, tapi bunda gak mungkin percaya. Selama ini yang bunda tahu, Ariq adalah sosok yang baik. Dan Acha belum punya bukti untuk membuat bunda percaya dengannya.
"Acha belum siap pisah dari bunda...."
"Hey, kamu menikah bukan berarti kamu akan pisah selamanya dari bunda. Kita masih tetap bisa ketemu, sayang."
Bunda tersenyum dengan lembut, memberikan kehangatan pada Acha yang berdiri dihadapannya. Acha menunduk, ia harus mengutarakan semuanya sekarang juga.
"Bun, Acha gak suka-"
"Assalamualaikum, bunda...."
Ucapan Acha terhenti, sosok Ariq berdiri di belakang Acha sambil menenteng beberapa belanjaan. Bunda tersenyum melihat Ariq, "Waalaikumsalam, nak. Kamu sejak kapan disini? Siapa yang bukain pintu? Kok gak panggil bunda?"
"Bi Inah yang bukain pintu, bun," Ariq tersenyum sopan, setelah itu cowok itu mendekat ke Acha, "Hai, Cha."
Acha hanya diam, bahkan untuk melihat wajah Ariq pun ia enggan.
"Duh, bunda belum selesai masak nih. Gih kalian berdua tunggu di ruang keluarga ya. Bunda selesain masakan bunda dulu."
"Siap bun!" Ariq hormat, membuat bunda tertawa melihatnya, kemudian cowok itu menggandeng tangan Acha keluar dari dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taaruf | Rian Ardianto
FanfictionRian dan Acha, seorang atlet dan seorang mahasiswi kedokteran yang tidak sengaja dipertemukan dalam sebuah kejadian. Pertemuan yang benar-benar menjadi memori itu, menyatukan hati mereka tanpa pernyataan dan campur tangan siapapun. Tetapi tidak ada...