52. Lamar

1.3K 168 3
                                    

Seumur hidupnya, Rian belum pernah merasakan perasaan sekuat ini. Mencintai ataupun tertarik pada lawan jenis memang hal yang wajar. Dan ini bukan pertama kalinya ia memiliki perasaan kepada seorang wanita. Namun yang ia rasakan kali ini sungguh berbeda. Semuanya benar-benar berbeda dari yang sebelumnya.

Melihat Acha yang menangis dan ketakutan membuat sesuatu di dalam diri Rian bangkit. Bahkan ini kali pertamanya cowok itu menggertakkan giginya seraya mengepalkan tangan dengan kuat demi meredam emosi yang membara. Padahal Rian adalah pribadi yang tenang, namun entah kenapa rasanya jauh di dalam dirinya begitu marah ketika tahu lagi-lagi Sisy lah dalang dibalik semua ini.

Di hadapannya, Acha yang masih meringkuk itu kini mulai tenang. Napasnya yang sebelumnya sesenggukan, mulai stabil lagi. Rian melepaskan kepalan tangannya. Bagaimanapun juga, ia tidak ingin Acha melihatnya bersikap emosional dan tidak dewasa. Sedangkan kini yang Acha butuhkan adalah ketenangan dari dirinya. Rian akan mengesampingkan emosinya, dan kembali menjadi sosok yang lembut untuk Acha.

"Cha," panggil Rian yang kemudian membuat Acha kembali mendongak. Mata mereka bertemu pandang sejenak sebelum kemudian Rian melanjutkan, "Percaya kan sama aku?"

Acha mengangguk pelan. Melihat itu, Rian menarik sudut-sudut bibirnya untuk tersenyum. Cowok itu kemudian bangkit dan mengulurkan tangannya.

"Yuk?"

Acha menyambut uluran itu. Membawa tubuhnya ikut bangkit dan berdiri di sebelah Rian. Tidak hanya tubuhya, bahkan keyakinan dan kepercayaan di dalam hatinya pun ikut bangkit. Seakan ketika Acha meletakkan tangannya di atas tangan Rian, semua masalah yang akan ia hadapi kedepannya siap ia bagi bersama. Memang dari dulu seharusnya begitu, selama mereka menghadapinya bersama-sama, mereka akan kuat. Dan tak akan ada yang mampu menghancurkan ikatan mereka. Bahkan tidak Ariq, ataupun Sisy sekalipun.

***

Begitu mereka kembali ke ruang tamu, semua orang masih sibuk berbincang dan bercanda. Tidak ada yang menyadari kedatangan mereka. Hanya Fajar yang langsung menodong Rian dengan tatapan 'lo harus cerita sama gue nanti!' begitu Rian muncul di pintu ruangan.

Acha kembali duduk di samping ayahnya. Wajahnya yang sembab itu, agak sedikit fresh karena sebelum kembali, cewek itu memutuskan untuk mencuci wajahnya terlebih dahulu. Walaupun sebenarnya matanya yang bengkak itu masih tetap terlihat jika diperhatikan dengan seksama. Namun demi menutupi itu, Acha telah mengakalinya dengan sedikit memajukan jilbabnya.

"Jadi gimana nih, Yan?" Om Arnan yang sebelumnya tengah ngobrol asik dengan Ayah, kini mulai mengubah topik pembicaraan ketika Rian telah duduk tepat di sebelahnya lagi. Rian mengerti, sudah saatnya ia membicarakan niatnya itu kepada kedua orang tua Acha.

"Ayah, kedatangan saya kesini bermaksud ingin mengutarakan niat baik saya. Saya ingin melamar Acha dan menjadikan dia sosok pendamping hidup yang akan saya jaga dan bahagiakan selamanya. Dan saya ingin minta restu Ayah dan Bunda." Rian mengucapkannya dengan lancar. Dengan wajahnya yang meneguhkan keyakinan begitu kuat.

"Bagus itu. Kalau Ayah sih sudah merestui hubungan kalian. Apapun yang terbaik untuk Acha, ayah pasti dukung." Ayah terdiam sejenak kemudian menoleh ke sampingnya dan melanjutkan, "Tapi tergantung dengan anak gadis cantikku ini, gimana nak?"

Tangan Ayah yang membelai pelan kepala Acha, membuat Acha agak sedikit tertunduk. Namun senyuman yang terukir di bibirnya tetap terlihat dengan jelas.

"Iya Ayah," kata Acha dengan mantap. Membuat semua yang mendengarnya tersenyum dan berdecak puas.

Begitu juga dengan Ibu dan Bunda. Kedua wanita itu tengah duduk bersebelahan sekarang. Acha menoleh, dan mendapati dua malaikat itu tengah menatapnya seraya tersenyum hangat. Menyalurkan rasa hangat itu ke dalam hati Acha.

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang