51. I'll Always Be There

1.1K 176 26
                                    

Semua anggota keluarga besar Acha dan Rian berkumpul di ruang tamu. Ruangan itu kini dilapisi karpet ambal yang lembut. Sengaja digelar oleh om-om Acha sebagai tempat duduk, karena jika hanya mengandalkan sofa maka tidak mungkin semua bisa kebagian tempat duduk. Di tengah-tengah mereka, telah terhidang berbagai macam sajian seperti kue dan makanan-makanan ringan lainnya. Entah bagaimana Bunda bisa menyiapkan hal sedetail ini hanya dalam waktu semalam. Acha pun sampai berdecak kagum ketika melihat semuanya.

Acha ikut duduk di samping Ayahnya ketika tante menjemputnya di kamar 15 menit yang lalu. Pandangan semua orang langsung tertuju kepadanya begitu ia sampai. Seakan hari ini dialah bintangnya. Bahkan Rian pun juga, pandangan cowok itu lah yang paling sulit untuk Acha abaikan. 

Sedari tadi yang ia lakukan hanya menunduk. Perasaannya sungguh campur aduk. Telpon dari Sisy tadi tidak bisa membuat perasaannya tenang. Bahkan untuk menelan ludah pun rasanya sulit, tenggorokannya seakan tercekat bersamaan dengan dadanya yang terasa sakit. 

Acha bingung, ia harus apa?

"Sebelumnya perkenalkan, saya Arnan, omnya Rian. Kedatangan kami disini sebenarnya bermaksud untuk silaturahmi dengan keluarganya Acha sekalian katanya Rian kepingin ngomong serius dengan orang tuanya Acha, nih." kata lelaki paruh baya yang mengenakan kemeja batik seraya menepuk-nepuk punggung Rian.

Ayah tersenyum menanggapi. "Saya Rian, selaku ayah dari Acha. Kalau bisa kita ngobrolnya santai aja ya? Gak usah terlalu formal. Biar sekalian mempererat kedekatan dua keluarga juga."

"Hahaha, boleh tuh," jawab Om Arnan seraya terkekeh pelan. "Gak nyangka ternyata namanya sama ya, sama-sama Rian."

"Haha, saya pun juga kaget pertama kali bertemu Rian waktu itu. Mungkin udah jodohnya kali ya? Acha mendapat dua lelaki berharga di hidupnya dengan nama yang sama."

Rian tersenyum ketika mendengar Ayah mengatakan itu. Tak hanya Rian, bahkan Ibu, Bunda, dan anggota keluarga lainnya pun melakukan hal yang sama. Seakan menyetujui penuturan yang Ayah berikan.

Hanya Acha disini yang terlihat begitu kaku. Gerak-gerik cewek itu benar-benar terlihat aneh. Membuat Fajar seketika curiga. Dalam diam cowok itu terus mengawasi. Ketika dilihatnya gerak-gerik Acha semakin terlihat tidak nyaman. Fajar buru-buru merogoh ponselnya yang berada di saku celana. Pasti ada yang gak beres!

Cowok itu kemudian mengetikkan sebuah pesan singkat pada adiknya yang masih saja tertunduk dengan gusar di ujung sana.

From : Fajar
To : Acha

Kamu gak akan bisa nyembunyiin apapun dari abang. Cerita, Cha! Kamu kenapa?

Acha tersentak kaget ketika merasakan ponselnya bergetar. Cewek itu sampai bergeser dari tempat duduknya saking terkejutnya. Menjadikannya kini pusat perhatian semua orang yang berada di ruangan.

Kerutan di dahi Fajar semakin dalam. Perilaku Acha yang seperti ketakutan ketika ponselnya berdering benar-benar aneh. Apa yang cewek itu takuti? Kenapa respon Acha sampai sebegitunya?

"Maaf, kaget," kata Acha seraya menundukkan kembali kepalanya. Cewek itu kemudian bangkit dan dengan sopan ia berkata, "Aku ke toilet sebentar."

Semua orang yang berada di ruangan tertawa melihatnya. Mungkin mereka menganggap rasa kaget Acha hanyalah sebuah kebetulan. Kaget kan hal biasa.

Namun tidak dengan Rian. Sama halnya dengan Fajar, cowok itu kini menangkap ada yang aneh dengan perilaku Acha. Bahkan hingga punggung Acha menghilang di tikungan, mata Rian tidak pernah lepas memperhatikannya. Seakan takut ketika ia memalingkan pandangannya, Acha akan menghilang dari hidupnya.

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang