55. Hancur

1.3K 134 14
                                    

Rian menyandarkan punggungnya dengan lemas ke sandaran sofa. Di sebelahnya, Fajar terduduk dengan wajah kusut sekusut-kusutnya. Mereka tengah berada di sebuah cafe yang tak jauh dari indomaret saat ini. Mencoba merehatkan diri setelah lelah kesana kemari mencari Acha dan tidak menemukan petunjuk apa-apa.

Tangan Rian masih menggenggam ponselnya dengan kencang. Baru saja, Sisy mematikan sambungan telpon mereka dengan kalimat 'See you di KUA, sayang.' Kalimat yang benar-benar membuat Rian muak ketika mendengarnya.

"Jom, Maaf...."

Rian menoleh ke samping ketika Fajar bersuara. Cowok itu kini tampak sangat hancur. Raut bersalah tercetak jelas di wajahnya. Ia kemudian berkata lirih lagi, "Maaf, Jom... Ini semua gara-gara gue."

"Bukan salah lo kok, Jar," Rian mengembuskan napas beratnya, "Mungkin emang bukan takdirnya gue sama Acha."

Mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Rian membuat Fajar memejamkan matanya erat-erat. Ia begitu menyesali kebodohannya yang meninggalkan Acha seorang diri di Indomaret.

Harusnya ia tidak pernah meninggalkan Acha. Harusnya ia tidak perlu mementingkan kepentingannya sendiri dan membuat Acha berada di dalam keadaan berbahaya seperti ini. Banyak kalimat harusnya yang lainnya yang membuat Fajar semakin merasa ialah yang terburuk.

Rian menegakkan tubuhnya. Wajahnya yang pucat itu kemudian diusap pelan. "Setelah ini, gue mau minta tolong lo yang jemput Acha ya? Gue mungkin gak bakalan bisa liat dia lagi. Jadi gue mohon, gue titip dia ya, Jar. Bilang sama dia kalo gue sayang banget sama dia. Gue belum pernah bilang gitu ke dia sebelumnya, gue gak pede soalnya hahaha."

Tawa kaku yang Rian keluarkan itu bahkan terdengar sangat aneh dalam situasi ini. Fajar mendesah, ia tidak ingin Rian dan Acha berpisah.

"Tadi Sisy udah janji, di KUA nanti, dia bakalan ngasih tau lokasi Acha dimana. Gue gak mungkin bisa ikut ngejemput, jadi gue percayain dia ke lo ya, Jar."

Rian menambahkan lagi, "Oh iya, suatu hari nanti dia juga bakalan ketemu cowok lain. Tolong ya, lo awasin, Jar. Jangan sampe kecolongan lagi kayak Ariq kemaren! Pokoknya lo seleksi ketat deh siapa aja cowok yang bisa jadi calon dia. Awas aja lo kalo sampe kecolongan lagi, gue smash ribuan kali lo di lapangan."

"Stop, Jom, stop!" Fajar mengangkat tangannya tepat di depan wajah Rian. "Cuma lo yang lolos seleksi, Jom. Lo gak bisa ninggalin Acha. Gak menutup kemungkinan dia bakalan aman setelah lo nikah sama Sisy."

"Gue yakin kok dia bakalan aman, selama lo ngejaga dia." Rian kemudian tersenyum tipis. "Lagi pula, akar masalahnya kan emang di gue. Setelah gue nikah sama Sisy, gue bakalan terus ngawasin cewek itu biar dia gak apa-apain Acha lagi. Lo tenang aja. Gue bakalan selalu jaga Acha dibalik layar kok."

Fajar terdiam. Pandangannya lurus menatap lantai. Sedangkan Rian mengembuskan napasnya yang terasa menyesakkan dada. Cowok itu mungkin merasakan tenggorokannya seakan tercekat sekarang.

Padahal beberapa hari lagi, ia dan Acha akan menjadi pasangan suami istri yang paling bahagia. Namun Rian tidak menyangka kalau takdir memang tidak mengizinkannya mendapatkan istri sehebat Acha. Cowok itu harus mengubur cintanya dalam-dalam.

Rian berdiri dari duduknya. "Gue pulang ya, Jar? Bilang ke Bunda, Acha aman kok. Besok lo bisa jemput dia."

"Besok?"

"Iya." Rian mengangguk, cowok itu kemudian mengembuskan napas beratnya lagi seraya tersenyum pahit. "Gue bakalan nikahin Sisy, besok. Gue gak mau lama-lama lagi. Karena gak ada yang tau hal jahat apa yang bisa Sisy lakuin ke Acha."

Entah apa penyebabnya. Kenapa takdir tidak pernah berpihak kepadanya. Rian hanya bisa mensyukuri segalanya dalam hati. Syukur saja, setidaknya dengan caranya, ia bisa menyelamatkan Acha. Dan setelah ini, membiarkan cewek itu hidup dengan tenang dan bahagia.

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang