14. Complicated

5.6K 701 170
                                    

Perlu kalian tau
Kalo aku udah up banyak-banyak, berarti aku lagi bucin sebucin bucinnya dengan masjom

ADA YANG LAGI BUCIN MASJOM JUGAAA?!!

***

Rian berjalan ke kursi yang terletak di luar asrama. Telpon dari Acha sudah dimatikan sejak tadi. Rian benar-benar kacau sekarang, mendengar Acha yang menangis tadi benar-benar membuatnya khawatir.

Hanya tinggal seminggu, apa yang harus ia lakukan?

Di luar, Fajar sedang menunggu sambil duduk di sebuah kursi panjang. Rian langsung datang dan duduk disebelahnya. Cowok itu menyerahkan ponsel Fajar tanpa berkata apapun.

"Gimana?" tanya Fajar setelah mengantongi kembali ponselnya itu.

Rian menghembuskan napasnya kasar, "Gua bingung, tinggal satu minggu lagi apa yang bisa gua lakuin?"

"Hft," Fajar menunduk, cowok itu benar-benar pusing.

Tidak ada yang membuka suara setelahnya, mereka sibuk terlarut dalam pikiran masing-masing. Mencoba mencari jalan keluar yang entah apa.

"Gua baru kali ini denger dia nangis, dia cewek strong, tapi dia gak berdaya kalo soal bundanya," Fajar akhirnya membuka suara. Membuat Rian menoleh seketika.

"Emang gimana sih ceritanya kok bisa bundanya jodohin dia sama si Ariq?"

Fajar menggeleng, "Gua gak tau, gak ngerti. Yang gua tau, waktu Acha di Jakarta kemaren ini, Acha dapet telpon dari bundanya. Dan bunda bilang kalau beliau udah nemuin calon yang pas untuk Acha. Baik, sopan, ramah, mapan, pokoknya calon imam yang baik untuk Acha kelak."

"Begitu selesai nelpon, Acha langsung nelpon gua. Dia curhat, dia bingung harus gimana. Selama ini, dia gak pernah bisa nolak bundanya."

"Dia bener-bener penurut ya?" Rian ikut menunduk, meresapi cerita dari Fajar.

"Yah, lo bisa liat sendiri. Kalo bukan adek gua, gua udah naksir kali sama dia dari dulu."

Fajar melanjutkan ceritanya, "Setelah ditelpon bundanya itu, besoknya Ariq dateng ke rumah tante Melin, katanya mau ketemu Acha. Dan disitu Acha sadar, Ariq ini ternyata senior kampusnya dulu waktu dia ospek."

"Tapi Acha bilang dia gak deket, bahkan gak pernah ngomong sama sekali dengan Ariq sebelumnya. Selama ini hubungan mereka itu sebatas junior dan senior. Tegur sapa aja gak pernah. Dia sebatas tau si Ariq kakak kelasnya, udah gitu aja."

"Terus gimana caranya orang itu bisa deketin bunda Acha dan manfaatin semuanya?" Rian bertanya lagi.

"Itu yang gua gak tau, Jom."

Fajar menggaruk kepalanya yang tak gatal, "Lo udah ada ide?"

Disebelahnya, Rian mengangkat bahu. Cowok itu belum menemukan jalan keluar apapun. Membuat Fajar mendesah pasrah.

"Gimana kalo gua telpon bundanya dulu, bentar."

Fajar mengeluarkan ponsel dari kantongnya, dengan cepat cowok itu mendial nomor bunda Acha. Tidak menunggu lama, telpon akhirnya tersambung. Fajar langsung menekan tombol loudspeaker.

"Halo, assalamualaikum tante."

"Waalaikumsalam, Jar. Wah ada apa nih malem-malem telpon? Tumben..."

"Gak ada apa-apa sih tan, mau ngobrol aja. Denger-denger Acha mau lamaran ya, tan?"

"Acha udah cerita ya sama kamu? Iya nih, minggu depan rencananya. Kamu kesini dong, Jar. Ikut ngehadirin acaranya. Jangan lupa ajak mama sama keluarga yang lain disana. Tante belum sempat nih ngabarin mereka."

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang