54. Syarat

1.2K 154 13
                                    

Kalo part ini votenya 100 dan komennya pecah, aku bakalan next part selanjutnya malem ini juga.

***

"Jar!"

Rian berlari menghampiri Fajar yang tengah berdiri dengan kebingungan di depan indomaret. Cowok itu tengah menempelkan ponselnya ke telinga seraya meremas rambutnya kasar. Sepertinya sedang berusaha menghubungi Acha.

"Jar, gimana ceritanya?" Rian langsung menodongkan pertanyaan begitu kakinya sudah berdiri tepat di depan Fajar.

Mata cowok itu sangat merah, Rian bisa melihat raut khawatir yang begitu besar terpancar disana. Raut wajahnya itu sudah terlihat kacau bukan main.

Rian sendiri tak kalah kacau. Wajah cowok itu pucat pasi begitu mendapat kabar buruk dari Fajar. Dengan asal ia mengambil jaketnya dan datang ke lokasi tempat dimana Acha dinyatakan hilang.

"Gue gak tau, Jom. Gue tadi ke toilet sebentar. Terus waktu gue balik, Acha udah gak ada."

"Kok lo ninggalin dia, sih, Jar?" Rian semakin cemas. Cowok itu celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri berharap Achanya ada di sekitar sini.

"Gue gak bermaksud ninggalin dia, Jom. Gue kebelet. Dan gue juga udah ninggalin dia di tempat yang menurut gue aman kok. Di dalem ada CCTV."

"Kalo gitu lo udah cek CCTVnya?"

Fajar mengangguk, lalu menggigit bibirnya kuat-kuat, "Tapi di CCTV, dia keliatan keluar dari indomaret sendirian. CCTV gak ngerekam dia ketemu sama siapa."

Rian mendesah. Ia kemudian berlari, mencoba mencari Acha kali-kali cewek itu masih ada di sekitar sini. Fajar yang memanggil-manggil di belakang sana pun bahkan tidak dihiraukannya. Ia sangat khawatir. Rasanya sendi-sendi yang berada di tubuhnya terasa sangat lemas berkat kejadian ini.

Ingatan-ingatan tentang Acha yang koma dahulu seketika terbayang di kepalanya. Rian mengusap wajahnya kasar, ia tidak ingin kejadian buruk itu terjadi lagi.

Rian tidak ingin Achanya terluka lagi.

'Cha, kamu dimana?'

Cowok itu merogoh ponselnya yang berada di saku celana. Niat ingin mencoba menghubungi Acha. Namun yang ia dapati, ponsel Acha tidak dapat dihubungi.

Ditelponnya nomor Bunda. Dalam hati ia berharap, semoga Acha hanya mengerjainya saja. Semoga cewek itu saat ini sudah kembali ke rumah.

"Halo Assalamualaikum, Bunda."

"Waalaikumsalam, ada apa, Rian?"

Rian menggigit bibirnya, "Bun, Achanya ada?"

"Acha? Tadi sih dia bilangnya ke indomaret bareng Fajar, ada yang pingin dibeli. Sekarang dia belum pulang. Coba kamu telpon ke Fajar."

Jawaban itu membuat Rian meringis dalam hati. Astaga, Acha ternyata tidak mengerjainya. Cewek itu benar-benar tidak berada di rumah. Lalu kemana Achanya?

Setelah mengucapkan terima kasih, Rian langsung mematikan telponnya. Kakinya kemudian kembali berlari ke segala penjuru arah. Dia harus menemukan Acha sekarang juga.

***

Acha merasakan kepalanya pusing bukan main. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba membuat pandangannya yang sebelumnya kabur menjadi jelas. Cewek itu kemudian mencoba menggerakkan tubuhnya yang terasa sakit, namun ia mendapati tubuhnya tidak bisa bergerak bebas.

Matanya melirik ke bawah. Betapa terkejutnya ia ketika mendapati tangannya terikat ke belakang dan kakinya yang diikat kencang pada kaki kursi. Seingatnya sebelumnya ia masih berada di indomaret. Cewek itu tengah menolong seorang nenek untuk menyebrang jalan, sebelum kemudian ia merasakan tengkuknya dipukul kuat sehingga membuat ia kehilangan kesadarannya.

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang