57. Mission Success

3.2K 214 34
                                    

Rian memandang nanar pada Acha yang untuk kesekian kalinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Lagi-lagi, diembuskannya napas berat yang terasa menyesakkan dada itu. Mencoba melonggarkan sesaknya, tapi hal tersebut justru tidak berefek apa-apa.

Mata Acha terpejam. Wajahnya benar-benar terlihat damai ketika tidur. Tapi tentu sebenarnya begitu banyak rasa sakit yang tersimpan di dalamnya. Rasa sakit yang Rian ingin sekali semua itu dipindahkan saja kepadanya. Atau setidaknya, dibagi dua.

Bayang-bayang tentang bagaimana Acha yang ditemuinya tidak sadarkan diri dan hampir saja disentuh Ariq membuat Rian benar-benar marah. Untung saja ia datang tepat waktu. Kalau terlambat satu detik saja, mungkin Rian tidak akan membiarkan Ariq keluar hidup-hidup.

Bahkan saat ini, tangan Rian masih mengepal saking kesalnya.

Rian mengembuskan napasnya lagi. Masih bersyukur. Untung saja ada Fajar. Partnernya itu sudah menolong sekaligus menyadarkan Rian dari kebodohannya.

- Flashback On-

"Yuk, sekarang."

Rian tersentak. Sosok yang ia pikir adalah Sisy, ternyata adalah partner lapangannya. Mungkin saking tepuruknya, sampai ia tidak mengenali mobil temannya sendiri.

"Lo ngapain disini, Jar? Lo harusnya jemput Acha sekarang!"

"Gue gak bisa biarin lo nikahin Sisy. Ini semua gara-gara gue, lo gak seharusnya ngorbanin diri kayak gini." Fajar mengembuskan napas beratnya. "Naik, Jom."

"Gak bisa, Jar. Kalo gak gini, Sisy gak akan pernah berhenti ganggu Acha."

"Terus lo mau tetep langsungin akad ini? Bahkan disaat lo gak punya perasaan sama sekali dengan Sisy? Lo mau ninggalin Acha, Jom? Lo sadar kan Jom sama apa yang lagi lo lakuin?"

Rian mengangguk, "Mungkin memang bukan takdirnya. Gue ikhlas ngelepas Acha."

Jawaban itu seketika membuat Fajar emosi. Cowok itu kemudian melangkah keluar dari mobil. Dibantingnya pintu mobil dengan kuat di depan Rian. "Lo mau nyerah gitu aja?"

"Jom, lo gak mikirin perasaan Acha gimana kalo tau lo ninggalin dia dan nikah dengan Sisy? Lo gak mikirin bakalan seterpukul apa dia nanti? Lo gak mikirin sampe situ?!" napas Fajar mulai tidak stabil. Dadanya naik turun bersamaan dengan emosi yang mulai meletup-letup.

"Seenggaknya setelah ini dia gak bakalan kenapa-kenapa lagi-"

Fajar tidak tahan, dilayangkannya pukulan pada wajah Rian. Berharap cowok itu segera sadar dari ketidakwarasannya. "LO PIKIR DIA BAKALAN BAIK-BAIK AJA DITINGGAL SAMA LO? BAHKAN DIA BAKALAN JAUH LEBIH KENAPA-KENAPA DARI YANG LO BAYANGIN SEKARANG! FISIKNYA MEMANG SEHAT, TAPI HATINYA SAKIT!"

Rian termenung. Wajah Acha yang tengah tersenyum seketika muncul di ingatannya. Rian kemudian merasakan dadanya terasa sangat nyeri. Sungguh, ia tidak ingin meninggalkan Acha.

Didepannya, Fajar mengeluarkan ponselnya dari kantung celana. Cowok itu kemudian membuka sebuah aplikasi GPS dan memberikannya kepada Rian.

"Pergi sekarang, Jom. Sebelum Sisy sampe kesini. Ini alamatnya, lo pergi jemput Acha sekarang. Soal Sisy, lo gak perlu pikirin, gue udah urus semuanya."

Rian menatap ponsel itu lekat-lekat. Matanya mulai memerah. Kemudian ditatapnya lagi Fajar dan berkata, "Makasih, Jar. Makasih."

"Pergi sekarang, Jom." Fajar mendorong Rian menuju mobilnya. Sedetik kemudian cowok itu sudah berada di dalam mobil. Fajar kemudian mengangguk pelan ketika Rian menoleh sekali lagi padanya. "Lo tetap adek ipar gue, Jom. Gue gak mau ganti ke yang lain. Bawa adek gue pulang dengan selamat ya?"

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang