46. Bertemu Keluarga Besar

1.6K 201 46
                                    

Acha terduduk dengan gugup di depan meja riasnya. Entah sudah berapa lama cewek itu duduk disitu, memandangi dirinya sendiri dengan wajah gugup yang begitu kentara. Ia kemudian melirik pada jam dinding kamarnya lalu menghela napas berat untuk yang kesekian kalinya. Jam 16.00, Rian mungkin sedang berada di perjalanan menuju kesini.

Setengah jam yang lalu Rian memang sudah menghubunginya dan mengatakan kalau cowok itu sudah siap untuk berangkat menjemputnya. Cowok itu bilang ia akan mengajak Acha bertemu keluarganya. Karena beberapa hari lagi, sepupu Rian akan mengadakan resepsi pernikahan, dan sudah pasti keluarga besar Rian sedang berkumpul saat ini. Sehingga cowok itu merasa ini merupakan momen yang pas untuk memperkenalkan Acha ke keluarga besarnya.

"Cha."

Acha menoleh ke pintu kamarnya. Disana bunda berdiri dengan senyum hangat khasnya.

"Rian ada di bawah, nak," kata Bunda kemudian.

Mendengar itu, Acha menghela napas lagi. Begitu terlihat jelas kalau cewek itu berusaha menutupi kegugupannya. Bunda tersenyum, "Gugup ya?" tanya Bunda ketika berdiri tepat di belakang Acha.

Bunda kemudian meletakkan tangannya di kepala Acha seraya membelainya penuh sayang, "Anak bunda udah besar, udah mau dikenalin ke calon mertua, hihihi."

"Ih, bundaaa," rengek Acha kemudian.

Bunda tersenyum geli, "Gak perlu gugup, nak. Acha anak baik, sopan, sholehah, anak kebanggaannya bunda. Tetaplah jadi diri Acha seperti biasanya di depan keluarga Rian nanti. Bunda yakin kok, keluarganya pasti menerima kamu banget dengan sifat kamu yang apa adanya. Dengan sifat kamu yang sampe bisa bikin Rian naksir itu, hehe."

Wajah Acha memerah mendengarnya. Memang ucapan itu menimbulkan efek yang besar dalam diri Acha. Menghilangkan kegugupan yang hinggap di dadanya. Namun kalimat terakhir yang bunda ucapkan tidak bisa diabaikan oleh hatinya. Cewek itu menutup wajahnya malu.

Bunda kemudian menarik Acha untuk bangkit dari duduknya, dengan suara lembutnya bunda berkata lagi, "Pergi lah, nak. Kasian Rian udah nunggu lama di bawah."

Acha mengangguk. Cewek itu melangkah pelan keluar dari kamarnya. Walau jantungnya kini berdetak cukup kencang, cewek itu tetap berusaha memantapkan langkahnya. Benar kata bunda, tidak perlu gugup, cukup bersikap hangat seperti biasa dan apa adanya saja.

Tepat ketika Acha menapakkan kakinya di anak tangga terakhir, matanya bertemu pandang dengan Rian yang tengah duduk di sofa. Lalu kemudian senyuman hangat menyapanya.

"Udah siap?"

Acha mengangguk ragu, "Udah," cewek itu kemudian menghela napas berat lagi, "kayaknya."

Rian terkekeh, "Gugup?" tanyanya seraya melangkahkan kakinya menuju Acha. Acha mengangguk lagi, membuat senyuman di wajah Rian semakin melebar. Achanya lucu sekali.

"Santai aja, kan ada aku."

"Aku takut gak sesuai ekspektasi keluarga kamu."

Rian tertawa, "Emangnya menurut kamu keluarga aku berekspektasi kayak gimana?"

"Gimana ya," Acha menggigit bibirnya, "Yang cantik mungkin?"

"Kalo gitu kamu udah jauh melebihi ekspektasi mereka."

Acha tersipu. Wajahnya memerah seketika ketika mendengar Rian mengatakan itu. Cewek itu kemudian membalikkan tubuhnya, enggan membiarkan Rian melihat wajahnya yang malu.

"Ih, mukanya merah," kata Rian seraya terkekeh geli.

"Kamu udah ketularan bang Fajar jahilnya!"

Taaruf | Rian ArdiantoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang