2 : Second Opinion

8.3K 634 15
                                    

2

○ Second Opinion ○

○ Second Opinion ○

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-:-:-:-:-

Daffa's POV

Naora tuh selalu begini tiap mau konsultasi ke dokter.

Rungsing dan panik sendiri. Semua menurut dia gak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Mulai dari bangun tidur, sarapan, sampai berangkat ke rumah sakit, pasti ada aja hal yang membuat mood dia jadi berubah jelek banget.

Dan gue sangat memakluminya.

Gue sangat memaklumi perasaan yang Naora rasakan sekarang, karena gue juga merasakannya. Cuma bedanya, gue lebih bisa menahannya, sedangkan Naora enggak. Ya kali gue gak nahan juga, bisa berantem gue sama Naora tiap bulan cuma karena hal-hal sepele.

Gue selalu bilang sama Naora untuk gak terlalu memusingkan atau memikirkan apa kata dokter nantinya. Kita memang konsultasi, tapi kalo malah buat nambah pikiran, bukannya gak baik?

"Yang," panggil gue pada Naora yang tengah sibuk memandang jendela mobil, gak tahu mandangin apa.

Satu hal lagi, hari tersedikit Naora menatap gue adalah hari ketika gue dan dia akan konsultasi ke dokter.

"Hmm?" balasnya tanpa menatap gue.

"Mau mampir ngemil dulu?" tanya gue dan sukses membuat Naora menoleh. Dia boleh aja panik, tapi tetep gak bakalan nolak kalo diajak makan.

"Kan baru sarapan, Mas," jawabnya.

"Iya sih, tapi aku iseng nih mau ngunyah sesuatu," balas gue.

Dia terlihat menimbang-nimbang terlebih dahulu sebelum akhirnya mengiyakan. Gue tersenyum lalu mengusap pelan puncak kepalanya.

Gue kemudian melipirkan mobil ke sebuah kafe yang memang kafe favorit Naora semenjak pindah ke rumah baru.

Katanya makanan di sini enak, tapi buat gue tetep masakan Naora yang terenak. Selain itu juga tempatnya nyaman dan cocok dipake buat event apapun.

"Kamu mau apa?" tanya gue sambil menggandeng tangannya memasuki kafe.

"Chocolate blended with extra whipped cream," jawabnya.

"Makanannya?"

"Aku masih kenyang, Mas."

Gue manggut-manggut dan langsung menyebutkan pesanan gue ke mbak kasir.

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang