24 : Hitam

6.8K 522 49
                                    

24

○ Hitam ○

-:-:-:-:-

Naora's POV

"Mas, sarapannya udah jadi nih, ayo turun!" panggilku dari arah dapur yang langsung dijawab dengan langkah kaki yang seolah terburu-buru menuruni tangga.

Aku terkekeh pelan melihat Daffa yang ngos-ngosan padahal cuma berlari sebentar.

"Ngapain pake lari-larian segala sih, Mas?" tanyaku sesaat setelah Daffa memberikan kecupan di keningku.

"Biar cepet ketemu kamu," jawabnya santai yang langsung membuat Bu Sarti menyolekku sambil menatapku seolah mengatakan "Sa ae Mas tampan".

"Ini sarapannya," kataku lalu meletakkan semangkuk soto ayam dan sepiring nasi ke hadapan Daffa.

"Waw, ini sarapan merangkap makan siang? Banyak banget porsinya."

"Iya sekalian, soalnya aku tau nanti pasti kamu gak makan lagi pas terbang, alesannya masih kenyang tapi pas udah mendarat malah kelaperan banget," balasku yang dijawab dengan kekehan pelan dari Daffa.

"Oya sini dulu aku belom ucapin good morning ke Kaluna," kata Daffa lalu merentangkan tangannya lagi.

Aku langsung berjalan ke arahnya dan Daffa secara otomatis mengusap-usap perutku, menciumnya, dan menempelkan telinganya.

"Selamat pagi Kaluna-ku sayaaaang, tadi malem pinter kan gak bikin Bundanya pegel-pegel?" tanyanya membuatku tersenyum.

"Enggak, tadi malem aku pinter bikin Bunda tidur nyenyak," balasku dengan nada yang dibuat seperti anak kecil.

"Good, karena Kaluna udah pinter, nanti pas Baba pulang, Baba beliin hadiah buat Kaluna, oke?" ucapnya lalu kembali mengecup perutku.

Kami berdua pun sarapan bersama. Bu Sarti memang terbiasa sarapan duluan sebelum aku dan Daffa sarapan, kecuali kalo Daffa lagi gak di rumah, aku selalu sarapan berdua Bu Sarti. Aku pantang makan sendirian, sepi soalnya.

"Mas, jadi kali ini gak pulang 3 minggu?" tanyaku pada Daffa di tengah sarapan kami.

Daffa mengangguk, "Iya, biar nanti aku bisa ambil cuti panjang pas kamu mau dan pasca melahirkan," jawabnya.

"Kamu gak apa-apa kan aku tinggal lebih lama kali ini?" tanya Daffa dan nada khawatirnya gak berkurang juga padahal udah puluhan kali dia menanyakan hal yang sama sejak kepulangannya terakhir minggu lalu.

"Iya, gak apa-apa kok, kamu gak usah khawatir, ada Bu Sarti kan yang nemenin aku di sini, di butik ada Hera sama karyawan yang lain, Mama, Papa, Ayah, sama Kayla juga stand by selalu," jawabku.

"Nada bayi kecil yang baik kok, Mas, dia udah paham keadaan dan suasana hati Bundanya padahal masih di dalem perut," lanjutku sambil mengusap-usap perutku.

Tiba-tiba Daffa menghentikan makannya dan berjalan mendekat ke arahku lalu memelukku dari belakang.

"Loh? Kenapa, Mas?"

"Makin gak bisa ninggalin kamu," jawabnya membuatku tertawa.

"Ih! Kok jadi begitu? Tumben banget deh Mas begini, biasanya 2 minggu pergi juga biasa-biasa aja, ini cuma nambah seminggu jadi berat banget kayaknya," balasku.

"I don't know, mungkin karena sekarang aku makin gampang kangen sama kamu dan Kaluna, jadi ya begini deh."

Aku tersenyum lalu mendongakkan kepalaku untuk mengecup pipi Daffa, berusaha menenangkannya.

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang