41 : Bahagia

8.2K 562 12
                                    

41

○ Bahagia ○

-:-:-:-:-:-:-

Daffa's POV

Hari-hari terbahagia sepanjang hidup gue kembali dimulai.

Gue gak henti-hentinya bersyukur atas hadiah terindah yang Tuhan berikan ke gue dan Naora. Semenjak kehilangan Kaluna, gue dan Naora semakin berusaha merelakan apapun yang terjadi di hidup, karena kami percaya kalau segala sesuatunya memang sudah ditakdirkan oleh Tuhan, dan gak mungkin selamanya hal kurang bagus mulu yang dateng, pasti ada kalanya hal-hal yang sangat sangat bagus akan datang.

Seperti kabar kehamilan Naora.

Setelah dokter bilang kalau Naora positif hamil 5 minggu, gue nangis coy. Sumpah ya itu air mata gue udah gak bisa gue tahan-tahan lagi, langsung saja mengalir deras begitu aja sampe gue jadi sesak napas karena kebanyakan nangis.

Naora yang juga nangis membuat dokter malah jadi bingung gimana caranya ngediemin kami berdua.

Pas pulang dari dokter langsung saat itu juga gue mengumumkan di grup keluarga gabungan gue dan Naora kabar super bahagia ini. Dan yak, sama seperti kami, mereka seneeeeeeeng banget! Mama dan Papa sampe nelepon Naora buat mastiin kalau berita yang gue kasih beneran dan bukan cuma prank.

"Kamu berdua gak lagi ngeprank Papa sama Mama kan? Kan lagi ngehits tuh di Youtube ngeprank gitu? Enggak kan? Huhuhu."

Iya, Mama lagi kebanyakan nonton Youtube, terutama konten nge-prank. Segala macem jenis nge-prank udah Mama tonton. Sambil nonton sambil ngehujat, memang itu lah Mamaku dan Naora.

"Enggak lah, Mam, masa kabar bahagia begini aku boongan! Gak mau lah aku jadi anak durhaka, nanti aku dikutuk sama Mama!" jawab Naora sambil tertawa dan mengusap-usap perutnya perlahan.

"Ya Allah sayang.... alhamdulillah, Mama bahagia banget dengernya huhuhuhuhu udah ah Pap, nih ngomong Mama mau nangis dulu!"

Dan percakapan beralih antara Naora dan Papa yang juga sedang menangis. Beres dengan Mama-Papa, berlanjut dengan Ayah yang juga nangis. Belom selesai sodara-sodara, karena habis itu Kayla nelepon sambil teriak-teriak kegirangan tapi juga ada nangisnya. Emang paling gak jelas ini ibu-ibu sekaligus adik gue.

Dan sampe hari ini, seminggu setelah kami mengumumkan kehamilan Naora, gue masih gak nyangka akan kehadiran dedeknya Kaluna.

Setiap pagi, setelah bangun tidur buat sholat subuh, gue selalu usap-usap perutnya Naora, sambil membisikkan kata-kata yang sama.

"Sayangku, yang kuat yang sehat ya, Nak, Baba dan Bunbun di sini, menunggu kamu."

Dan gue akan mengecup perut Naora, sedangkan Naora akan memandang gue penuh haru.

Oh ya, dokter kandungan Naora bukan Giorda. Sebenernya Naora mau sama dia, tapi kebetulan Giorda lagi dinas di luar kota sampai 5 bulan ke depan, dan Naora gak mau ganti-ganti dokter gitu, jadilah kami konsultasi sekarang sama dokter rekomendasi Kayla lainnya. Kali ini perempuan, namanya Rayia.

Di kehamilan kedua Naora ini gue semakin protektif sama dia, apalagi setelah Dokter Rayia tahu riwayat Naora yang ada operasi di rahim dengan jarak kurang dari dua tahun.

Naora bener-bener gak boleh kecapekkan karena kondisi rahimnya yang masih dalam masa pemulihan dari hamil sebelumnya membuatnya rentan pendarahan.

Dia tetep ke butik, tapi gak full time seperti sebelumnya, paling lama cuma 4 jam di butik dan dia gak nyetir sendiri. Gue sebenarnya udah ngelarang dia buat ke butik tapi dia malah marah sama gue, ya sudah gue mengalah tapi dia harus setuju dengan persyaratan dari gue soal supir yang selalu nemenin dia dan gak boleh lama-lama aktivitas di luar rumah. Setidaknya sampai dokter mengatakan kondisi Naora sudah benar-benar aman.

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang