A: Are you sure you're strong enough to write your story again with your POV?
N: Iya, makasih authorku sayang sudah menggantikan aku bercerita:)
A: oke kalo kamu bilang gitu:") author-en akan kembali ke balik layar~***
29
○ Ide ○
-:-:-:-:-
Naora's POV
Hari ini Daffa pulang.
Biasanya aku sangat excited setiap Daffa pulang, tapi semenjak hari yang gak akan pernah aku lupakan dalam hidupku itu datang, segala rasa yang aku rasakan sebelumnya ketika melihat Daffa muncul dengan senyum sumbringahnya lalu berjalan cepat ke arahku untuk memelukku, gak tahu sedang bersembunyi di mana.
Seperti sekarang ini, saat Daffa memelukku.
Ini adalah pelukan pertama darinya semenjak hari itu. Mungkin Daffa beranggapan kalau pesanku tempo hari adalah pertanda hatiku sudah melunak dan aku sudah merelakan segalanya, makanya tadi saat masuk rumah dia langsung menjatuhkan tasnya lalu berjalan cepat ke arahku dan tanpa aku bisa cegah sebelumnya, dia sudah menarikku ke dalam pelukannya.
Daf, menurutmu kenapa aku tidak merasakan hangatnya pelukmu lagi?
"Aku pulang," bisiknya.
Biasanya pun aku akan langsung menjawab "welcome home" sambil membalas peluknya, tapi kali ini kumundurkan badanku untuk menciptakan jarak di antara kami berdua.
Aku hanya membalas tatapan bingung Daffa dengan senyuman singkat dan meletakkan tanganku di dadanya.
"Ada yang mau aku omongin sama kamu," balasku.
Daffa menghela napasnya lalu mengusap-usap kedua lenganku.
"Apa, sayang?"
Aku berjalan ke arah sofa lalu Daffa mengikuti dan mengambil tempat di sampingku.
Kutarik napas panjang untuk menenangkan diriku sebelum berhadapan dengannya, tapi tiba-tiba tanpa aba-aba lagi, kali ini bibir Daffa sudah menempel di bibirku.
Tangannya menahan leherku agar aku tidak menjauh, sementara tangannya yang lain berusaha menarik badanku untuk lebih dekat dengannya.
Tapi sebelum aku terbawa semakin dalam pada ciumannya, kujauhkan bibirku dan mengakhiri ciuman Daffa secara tiba-tiba.
Daffa yang sadar akan hal itu langsung tertunduk.
"Maaf, aku kangen kamu banget jadi ya..."
"It's okay, aku paham," potongku.
Daffa kembali menatapku kemudian tersenyum. Senyumnya yang ku tahu tulus tapi itu menyakitkan untukku.
"Daf, ada hal penting yang harus aku bilang ke kamu," ucapku kemudian.
Daffa mengernyitkan dahinya, "Apa?"
"Beberapa hari yang lalu aku ketemu sama Dokter Iren dan Gio."
"Loh? Kok kamu ketemu mereka gak tunggu aku pulang?" potong Daffa.
Sedih, suaranya berubah sedih.
"Kamu tahu kan kalo aku gak mau kamu ke dokter kandungan sendirian lagi, karena-,"
"I know, I'm sorry, aku hanya mau semuanya cepat selesai aja jadi aku gak pikir panjang untuk nungguin kamu pulang," jelasku.
"Mereka ngomongin soal apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey In Our Forever
Romance[FOREVER SERIES #3] [COMPLETED] --Sequel of The Beginning in Our Forever-- Pangeran berkuda putih yang tak pernah Naora sangka itu, ternyata datang di kehidupannya. Membawanya keluar dari lingkaran ketakutan yang selalu membelenggunya. Ia datang, de...