33 : Pilihan

6K 507 43
                                    

33

○ Pilihan ○

-:-:-:-:-:-

Naora's POV

"Kamu udah gila" adalah kata-kata yang keluar dari mulut Daffa setelah aku mengatakan soal perceraian.

"Terus kamu maunya gimana? Kamu bilang kamu capek sama semua ini, jadi kenapa kita gak akhiri aja biar gak capek lagi? Biar gak saling nyakitin lagi?" balasku pada Daffa yang melangkah menjauhiku dan aku mengekor di belakangnya.

"Apa kamu maunya rehat dulu dari aku sejenak lalu berpaling ke yang lain terus balik lagi ke aku di saat-,"

"CUKUP OYA! CUKUP! Aku gak mau denger kamu ngomong omong kosong lagi!"

Aku terdiam. Baru aja, Daffa meninju pintu kamar kami. Cukup keras sampai membuat darah mengalir dari tangannya.

"Mas, ta-,"

"Aku memang capek sama semua ini, tapi bukan berarti aku mau semua ini berakhir!"

Aku masih terdiam. Tidak dapat berkata apapun dan hanya bisa menatap Daffa yang tanpa perlu aku jelaskan, wajahnya begitu dipenuhi dengan kemarahan.

"Kenapa sih kamu segampang itu bilang buat udahan? Kita itu menikah, Oya, bukan pacaran!"

"Sekarang aku tanya sama kamu, apa pernah dari mulutku keluar kata-kata kalo aku mau menyudahi ini semua? Kalo aku mau menceraikan kamu?"

"Bahkan memikirkan cerai sama kamu aja aku gak pernah!"

Daffa menatapku, ketika sebelumnya tatap matanya penuh kemarahan, kini telah berubah menjadi penuh dengan kekecewaan.

"Kamu tahu gimana remuknya hati aku saat kamu bilang soal perceraian? Soal menikah lagi? KAMU TAHU GAK??"

Aku gak tahu. Bukan karena Daffa tidak pernah mengatakannya, tapi karena...

"Yang kehilangan anak bukan cuma kamu, Oya, tapi juga aku, aku juga sama sedihnya kayak kamu, bahkan aku udah kayak orang gila yang tiap hari kerjaannya cuma bikin email ke akun anak kita yang kamu bikinin, cuma buat ngurangin rasa kangen aku sama dia,"

"Kamu egois, Oya, kamu egois."

...aku egois.

"Let me tell you one thing, aku bohong sama kamu soal anak kita waktu di rumah sakit karena aku takut kalo kamu tahu, aku juga akan kehilangan kamu,"

"Kehilangan anak kita udah lebih dari cukup buat aku, dan aku gak mau ditambah dengan kehilangan kamu,"

"Tapi ternyata," Daffa tertawa pelan, tawa penuh sarkastik yang belum pernah aku dengar darinya, "Keputusan aku itu malah membuat aku kehilangan kamu, bukan kehilangan ragamu, tapi kehilangan kepercayaan kamu sama aku."

"Dan aku menyesal, tapi kalau aku bisa mengulang waktu, aku akan tetap mengatakan kebohongan aku waktu itu,"

"Karena lagi, seenggaknya meski kamu udah gak percaya sama aku, aku tetep bisa ngelihat kamu tiap hari, masih tetep sama aku di sini."

Daffa menghela napas panjang, sedangkan aku masih diem aja kayak orang bego.

Aku gak sanggup menjawab perkataan Daffa.

Aku gak sanggup dan takut jika aku menjawab perkataannya, malah akan semakin menyakiti hatinya yang sudah remuk karenaku.

"Tapi kalau memang berpisah adalah kemauan kamu, kita selesaikan dengan baik-baik."

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang