28 : Bertemu

5.2K 516 34
                                    

28

○ Bertemu ○

-:-:-:-:-

Ini udah lebih dari udah jatuh, tertimpa tangga pula. Ini lebih dari itu.

Naora merasakan dadanya kembali sesak akibat menahan tangisnya yang hendak meledak.

Kenapa...

Belum cukupkah dengan dia kehilangan Nada?

Kata-kata Dokter Iren dan tatapan sayu Gio masih berputar di otaknya.

"Kecelakaan kemarin menyebabkan rahim kamu terluka cukup parah dan setelah kami berdua membaca hasil pemeriksaan kamu, kami berdua sepakat menyarankan ke kamu serta Daffa untuk menunda memulai kembali program anak," jelas Dokter Iren.

"Ini demi keselamatan kamu dan bayi kamu juga nantinya, Ya," balas Gio.

"Berapa lama saya harus menunggu, Dok?"

"Sekitar 2 sampai 3 tahun, itu pun kamu harus menjalani pengobatan rutin untuk memastikan rahim kamu sudah sehat dan kuat untuk hamil lagi," jawab Dokter Iren.

Kata-kata Dokter Iren dan Gio mungkin tidak akan berdampak apa-apa baginya jika dirinya terutama Daffa tidak terlalu menginginkan seorang anak.

Tapi kenyataannya kan gak demikian.

Naora mendadak pening memikirkan bagaimana dirinya akan mengatakan hal ini ke Daffa. Hubungan mereka sedang tidak dalam keadaan baik dan berita ini jelas akan memperburuk segalanya di antara mereka.

Aku bukan hanya gak bisa menjaga bayi dalam kandunganku, tapi aku juga tidak bisa memberikan keturunan secepatnya kepada suamiku. Aku... istri yang buruk.

Dan air mata Naora tumpah.

Rumah sakit yang tidak terlalu ramai membuat suara tangisnya sedikit bergema, membuat beberapa perawat yang tidak sengaja melewatinya berhenti sejenak, mendekatinya dan menanyakan apakah dia baik-baik saja.

Tapi dia tidak bisa menjawabnya karena tangisnya yang gak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Hatinya sakit, kepercayaan dirinya runtuh, dan kebahagiaan yang ia rasa masih tertinggal meski hanya tinggal sedikit pasca kepergian Nada, seolah hilang seluruhnya.

Untungnya, dia masih bisa mengendarai mobilnya untuk sampai di rumah meski beberapa kali harus berhenti karena tangisnya yang kembali meledak.

Sesampainya di rumah, Naora kembali menumpahkan air matanya, membiarkan air matanya keluar tanpa dia tahan lagi seperti sebelumnya.

Dia terus menangis sampai akhirnya tangis itu berhenti karena dirinya yang kelelahan dan jatuh terlelap dengan mata yang sembab.

*****

"Lo kayak zombie tau gak, Nao?"

"Serius?" tanya Naora pada Hera yang memandangnya khawatir.

"Lo sakit? Kalo sakit gak usah ke butik, Nao, istirahat aja di rumah."

Naora tersenyum kecil sambil menggeleng.

Kalau di rumah, aku gak akan berhenti nangis, seenggaknya di sini, pikiranku bisa teralihkan untuk sementara.

"Are you sure?"

Naora tahu, dia gak akan pernah bisa berbohong pada Hera yang selalu seperti peramal kalo soal hal ini. Tapi kali ini, Naora tetap harus berbohong karena dia tidak mau orang lain tahu mengenai keadaan yang sebenarnya.

The Journey In Our ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang