Ancaman.

914 74 11
                                    

Jujur aja, gua udah sering banget mabuk sejak dulu SMA tapi Adira gak tau kalo gua suka mabuk. Gua sih gak berharap Adira tau, kalopun dia tau kemungkinan dia gak akan marah atau gak akan larang tapi tetep aja gak sewajarnya dia tau gua suka mabuk. Biasanya gua akan mabuk kalo lagi stres atau abis debat sama dia.

Saat dulu kuliah di Bandung, hampir setiap malam gua dan geng motornya Iqbhar mabuk di basecamp. Terlebih lagi dulu di London, kalo aja gua gak bisa kendalikan diri, kemungkinan gua akan terlibat dalam seks bebas disana. Walaupun bisa aja gua lakukan dengan gadis-gadis disana tapi gua masih ingat Adira yang menunggu gua. Gua gak ingin kecewakan dia.

Seperti saat ini gua dan Iqbhar sudah minum wine yang ada diatas meja bar. Gua selalu ingin seperti Iqbhar yang sangat sulit mabuk. Biasanya Iqbhar mabuk dibotol ke lima tapi untuk malam ini, gua dan Iqbhar membatasi diri agar tidak mabuk. Bisa kacau kalo gua dan Iqbhar pulang dalam keadaan mabuk.

"kalo gua bisa nampar tante Hana, udah gua tampar saat dia nanya kehamilan Adira."

"jangankan nampar, bunuh juga boleh." Balasnya.

"kalo bukan orangtua, udah gua tampar. Beraninya dia buat istri gua nangis."

"jangan Adira yang baru masuk keluarga kita, gua aja keponakannya dibilang bujang tua, gak ada yang mau sama gua karena gua gak punya bapak. Untung aja ditahan ibu, kalo gak ditahan udah lama gua bunuh."

"gilak sih tuh orang." Kata gua "gua rasa sih dia anak tiri karena paling beda sama abang kakaknya."

"gua juga pernah bilang ke ibu kalo dia anak tiri, ibu Cuma ngerespon ketawa."

"anaknya nikah pun karena hamil duluan. Kalo aja tadi gak gua ytahan, udah gua ceplosin."

"gua juga mau bilang gitu tapi gua gak mau nambah resah aja." Balasnya.

"dia kira, kita gak tau gimana liar anaknya.

"kok lo jadi rumpi sih, Lee?" ucap Iqbhar mengingatkan.

"gua emosi kalo ada yang nyakitin Adira." Kesal gua "bunda aja gak masalah Dira belum hamil."

"bukan belum tapi belum lagi." Ralatnya.

Gua menoleh kearahnya dengan bingung, darimana Iqbhar tau.

"tante Hani cerita ke ibu." Ucapnya menjawab kebingungan gua "terus ibu nanyain kenapa Adira gak ikut, tante Hani bilang Adira lagi dirawat dirumah sakit."

"lo juga liat kan tadi gimana ibu jagain Adira, saat Adira diserang sama tante Hana." Gua mengangguk "karena ibu tau sebulan yang lalu Adira keguguran. Ibu juga tau kalo Adira masih tahap pemulihan, Adira juga lagi sensi dan emosi banget kan."

"percayalah, Lee. Istri lo sangat dicintai ibu kita, terlebih dari dulu di Bandung Adira udah dianggap anaknya sendiri." gua hanya mengangguk mendengar kata sok bijaknya "ibu selalu berdo'a lo dan Adira berjodoh dan sekarang udah terkabul. Didalam do'a ibu selalu ada nama lo, Aleesa dan Adira."

"sok bijak banget lo. udah mabok lo ya." Respon gua acuh.

"dibilangin sama abang juga lo." kesalnya sambil menoyor kepala gua.

"gak cocok lo bilang bijak gitu."

"eh emangnya lo pernah dijodohin sama Libra?" gua mengangguk lalu menenggak segelas wine.

"iya tapi gua tolak tanpa alasan karena saat itu gua udah jadian sama Adira. Gua gak bilang ke papah sama bunda kalo gua punya pacar."

"kenapa gak bilang?"

"gua belum mau aja kasih tau papah bunda gua punya pacar. Gua dijodohin pun karena dikiranya gua gay."

"sama temen lo si Edwin?"

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang