SPESIAL RAMADAN, VII.

385 24 11
                                    

Maap maap aja nih di part ini!

mau kasih tau aja, bacanya sebelum imsak ya!













Setelah selesai buka puasa, aku, Aleesa, dan Libra membantu Bik Kiki dan Bik siti membersihkan bekas makan dan merapikan kembali. Sebenarnya hanya aku yang kekeh untuk membersihkan bekas makanan karena aku sudah terbiasa diajarkan setelah makan dirumah sendiri atau bertamu, setidaknya membantu merapikan atau membersihkan bekas makanan. Melihat aku membersihkan, Aleesa dan Libra pun ikut bergabung denganku. Padahal Aleesa dan Libra sangat jarang sekali masuk ke dalam dapur, kalau tidak membuat minuman, lain dengan memasak.

Setelah semuanya selesai, aku, Aleesa dan Libra ikut berkumpul di ruang tengah bersama Bunda, Ibu, Papah, Iqbhar dan keluarga yang lainnya. Aku hanya bagian mendengar, tersenyum, tertawa dan diam. Tidak ada keinginanku untuk menjawab atau menimpali obrolan. Aku hanya tidak ingin disindir Tante Hana. Untuk pertama kalinya aku mencoba mengabaikan orang tua. Aku masih ingat betul bagaimana sakitnya hatiku ketika dulu ia mengatakan aku mandul. Sampai saat ini ucapannya masih terngiang ditelingaku hanya karena saat itu aku belum memberi Alee anak. Hanya saja ia tidak tau keadaan yang sebenarnya kalau aku habis keguguran. Kejadian itu sudah terjadi sepuluh tahun lalu, tetapi sampai kini aku masih ingat betul ucapannya, bahkan nada suaranya aku masih ingat betul. Sungguh aku tidak ingin lagi mendengar ucapannya. Untuk melihat wajahnya saja, sangat haram bagiku.

"Adira, kamu nggak mau nambah anak? Bimaa kan udah besar, seenggaknya kasih Alee satu anak lagi, cowok gitu."

Huft... aku sudah diam, menghindarinya, kenapa aku masih harus diajak bergabung.

Aku menatap Bunda dan Ibu bergantian, keduanya hanya tersenyum dengan kepala mengangguk. Setelahnya aku menatap Tante Hana, mencoba tersenyum ramah.

"Hmm, nanti aku sama Alee pikirin lagi ya, Tante."

"Tante rasa, Alee bakalan setuju kalo kamu nambah anak cowok lagi. Biar Bimaa nanti ada temannya ngolah perusahaan." Tukasnya.

Cihhh... Sok tau banget! Alee itu suamiku, bukan suaminya. Lagipula aku tidak ingin mengarahkan Bimaa untuk terjun didunia bisnis seperti Alee. Aku ingin Bimaa menentukan jalan hidupnya seperti keinginannya. Biarkan Bulan dan Bimaa memilih kebahagiaan mereka.

"Iya Tante."

"Libra juga nggak mau kasih anak cowok ke Iqbhar?"

Aku melihat Libra terkejut. Ia menatapku dengan tatapan kesalnya mendengar pertanyaan dari Tante Hana. Aku hanya tersenyum. Libra pun ikut tersenyum lalu menatap Tante Hana.

"Nanti aku sama Iqbhar bicarain berdua ya, Tante." Jawabannya mengikutiku.

Aleesa tertawa pelan.

"Aiihhh... Tante Hana kenapa ngurusin Adira sama Libra terus sih? Biarin ajalah, mereka mau nambah anak atau nggak, itu urusan rumah tangga mereka. Bunda sama Ibu aja nggak nuntut harus banyak cucu, iyakan Bun, Bu?"

Aleesa selalu menjadi pahlawan untukku dan Libra. Bahkan saat suaminya dinyinyirin Tante Hana pun, Aleesa siap menjadi tameng. Aleesa tidak takut pada siapapun, terkecuali pada Bunda dan Papah.

"Tante kan cuma mau ada yang nerusin perusahaan keluarga aja." Elaknya.

"Yang jadi penerus Papah kan cuma Alee sama Iqbhar. Biarin Alee sama Iqbhar yang nentuin mau siapa yang jadi penerusnya. Nggak harus laki-laki juga. Lagipula Bimaa nggak harus jadi penerus Alee. Selagi Alee sama Iqbhar masih mampu berdiri tegak, perusahaan Papah nggak akan bangkrut." Jawab Aleesa tegas. "Tante Hana takut nggak di kasih uang lagi sama Papah ya?" Sindirnya.

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang