SPESIAL RAMADAN, III.

415 25 10
                                    

Tadi pagi Umak nelpon minta untuk buka puasa dirumah. Umak dan Ayah sudah merindukan kedua cucunya. Aku juga sudah menghubungi Alee kalau hari ini buka puasa dirumah Umak dan nanti Alee menyusul setelah ia pulang kerja langsung kerumah Umak. Aku juga sudah membawa baju ganti untuk Alee, Bulan dan Bimaa. Aku juga yakin, malam ini akan menginap dirumah Umak. Aku sudah meminta Pak Beni untuk mengantar aku kerumah Umak. Ohya, Pak Beni itu supir pribadi aku. Tapi hanya ketika aku membutuhkannnya saja, terkadang untuk mengantar Bulan sekolah. Tapi karena selama bulan puasa sekolah Bulan libur, jadilah Pak Beni aku minta pulang dengan membawa mobil.


"Udah mandinya?" Tanyaku pada Bulan yang baru saja masuk kedalam kamarku. Ia duduk di atas ranjang dengan kaki menyilang.


"Udah, kita langsung berangkat, Bia? Kan masih siang."


"Kita kan harus siapin buka puasanya, Nak."


"Yaudah sekarang aja berangkatnya, Bia. nanti Nenek nunggin kita."


"Adik kamu mana?" Tanyaku tak melihat Bimaa.


"Nggak liat." Acuhnya.


Aku membawa koper kecil berisikan baju dan keperluanku, Alee, Bulan dan Bimaa.


"Yaudah yuk keluar, kayaknya Pak Beni udah nunggu deh."


Bulan mengangguk lalu turun dari atas ranjang, menyusul aku keluar kamar. Kamar sengaja aku kunci karena itu yang diminta Alee. Ketika rumah kosong, pintu kamar harus di kunci rapat. Keluarnya aku dari kamar, aku melihat Bimaa sedang menyerupur es kiko bekunya. Aku menggeleng kepala, lain dengan Bulan yang berdecak kesal, layaknya Alee kesal.


"Ih Bimaa nggak puasa!" Pekik Bulan merampas kiko adiknya.


Bimaa berusaha merampas kembali kikonya tetapi terus dihalangi Bulan.


"Balikin kiko aku!"


"Kamu nggak puasa, Bimaa!"


"Aku haus, kak."


"Katanya mau sepeda tapi nggak puasa. Biar aja nanti kakak bilangin Baba biar nggak usah jadi beliin kamu sepeda!" Ancamnya sembari mengembalikan es kiko adiknya.


"Biar aja nanti aku minta beliin kakek." Acuhnya. "Emangnya yang punya duit cuma Baba, Kakek juga punya. Iya kan, Bia?" Tanyanya menatapku, begitupun Bulan. Keduanya menatapku, aaihhh... tatapannya sama seperti milik Ayah mereka.


"Iya-iya."


"Tuh, wleee!" Bimaa menjulurkan lidahnya pada Bulan, dengan maksud meledeknya.


"Ih Bia, Bimaa udah batalin puasanya. Marahin dong, jangan dibiarin, nanti malah kebiasaan gedenya." Omel Bulan menarik ujung bajuku.


"Bimaa, lain kali kalo nggak kuat puasa, bilang Bia ya, jangan dibatalin kayak gini." Ucapku sambil mengusap kepalanya, mencoba membuatnya tenang.

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang