Bulan Diraleen.

1.1K 111 33
                                    

Perlahan mata gue terbuka karena suara yang terdengar begitu ramai. Ternyata keluarga Adira dan keluarga gue sudah berkumpul didalam ruang rawat Adira yang memang segaja gue pesan ruang VVIP agar terasa nyaman untuk kedua keluarga gue dan Adira. Tanpa berniat bangkit dari sofa, gue masih asik memandang semuanya yang terlihat begitu menghangatkan. Sangat amat jarang sekali kedua keluarga gue dan Adira bertemu ataupun berkumpul seperti ini.

Gue melihat sekeliling tak ada ketiga teman Adira. Kemanakah gengster itu pergi? Ah sudahlah, mungkin mereka pulang kerumah untuk istirahat atau menjemput anak mereka. Tiba-tiba mata gue bertemu dengan Heri, adik sepupu Adira yang sudah seperti adik kandungnya. Gue menganggukkan kepala dan mencoba untuk duduk karena Heri akan menghampiri gue.

Heri mengulurkan tangannya dan gue terima dengan baik. Kemudian pundak gue ditepuknya. Tatapan Heri kembali pada ranjang Adira yang memang dipenuhi keluarga. Terlihat Umak dan Ayah didekat Adira terutama Umak yang terus memeluk Adira.

"thanks udah kasih gue keponakan cantik."

Gue sedikit tertawa. "siap-siap." Balas gue dengan nada bercanda. "sampe jamberapa tadi?" tanya gue.

"jam 7."

"bareng Ayah Umak?"

"iya. Gue juga ada sedikit rencana disini."

"mau apa?"

"survey mobil."

"oh gitu."

"lo gak mau liat anak lo?" tanyanya.

"udah tadi sebelum tidur."

"gak mau liat lagi? Kata Kak Dira, namanya ada di lo."

Gue kembali tertawa lalu berdiri dan mengajak Heri untuk mendekat pada yang lain. Lebih dulu gue mencium tangan kedua orang tua Adira yang sudah jauh-jauh ke Jakarta untuk melihat anak gadis mereka lahiran.

"sehat, Umak, Ayah?" tanya gue sopan.

"sehat. Kamu?" jawab dan tanya balik Umak.

"alhamdulillah, sehat."

"udah tidurnya?" tanya Ayah.

Gue tersenyum. "udah, Ayah."

Gue menoleh kearah Bunda dan Papah yang masih memandang si Bayi.

"hmm, Bun." Bunda menoleh kemudian menganggukkan kepalanya. "teman-teman Adira dan Aleesa kemana?"

"oh mereka kerumahmu ambil pakaian Adira dan perlengkapan bayi yang gak kamu bawa." Jawab Bunda sedikit kesal.

"ya gak sempet aku bawalah, Bunda. Adira aja tiba-tiba kesakitan, gimana bisa mikir yang lain."

"tiba-tiba banget?" tanya Umak.

"banget, Umak." Jawab gue. "aku lagi main laptop, Adira aja masih ketawa-tawa sama teman-temannya di chat. Terus tiba-tiba dia kesakitan. Untung aja aku udah pulang dari kantor. Langsung aku bawa kesini."

"pasti lo udah ngerasa sakit kan, Kak. Tapi lo tahan?" tanya Heri pada Adira.

Adira sedikit tertawa dan menganggukkan kepalanya. Gue berdecak kesal melihatnya membenarkan yang ditebak Heri.

"kirain mules mau ke kamar mandi." Jawabnya membela dirinya.

"kan bisa bilang aku, Ra."

"masa mules mau ke kamar mandi harus lapor sih, Lee."

"udah-udah jangan berdebat lagi." Cegah Bunda. "gadis kecil ini mau kalian kasih nama siapa?" tanya Bunda.

Semuanya mengangguk setuju, menunggu nama yang akan gue dan Adira berikan.

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang