Polosnya Adira.

853 69 22
                                    

"kenapa lo cium bibir gua saat gua lagi tidur, kenapa gak lagi gua bangun aja?"

Gelak tawa gua menggelegar mendengar ucapan polosnya. Jelas gua berani cium bibir dia saat dia tidur, karena kalo dia bangun, gua harus minta ijin dulu. Dia gak tau aja kalo dia tidak suka kalo gua sering cium bibir dia. Sepertinya ini kesempatan emas gua untuk terus dapat ciuman dari bibirnya setiap saat, akan gua buat Adira menjadi agresif ha ha ha

"yaudah yuk ciuman." Ajak gua menahan senyum.

Wajahnya sangat bingung dengan kerutan didahinya. "kenapa harus ngajak, kenapa gak langsung ciuman aja. Katanya kita suami istri."

"kita ke kamar." Ajak gua sambil menggenggam tangannya lembut

Adira berubah menjadi patuh, tidak pembangkak seperti tadi pagi. Kini gua ajak dia kekamar. Adira tidak menolak ataupun mengelak. Gua membawanya ke ranjang untuk duduk.

"kok lo kaku banget sih." Ujarnya.

"kamu maunya aku gimana?" tanya gua lembut.

"kita mau ciuman kan, kenapa kaku banget, kesannya kayak kita gak pernah ciuman aja. Apa kita emang gak pernah ciuman. Tapi kata lo kita ini suami istri, gak mungkin kan kita belum pernah ciuman." Celotehnya membuat gua benar-benar bingung harus bersikap seperti apa.

Sebelum Adira hilang ingatan, sebelum gua menginginkan dirinya, gua akan meminta ijin lebih dulu agar diantara gua dan Adira tidak merasa canggung. Tapi kalau seperti ini, apa gua harus langsung serang dia.

"kalo aku mau kamu gimana?" tanya gua baik-baik seperti biasa gua inginkan dirinya.

"mau gua gimana?" tanyanya bingung.

"ingin diri kamu."

"maksudnya berhubungan?"

"hmm." Dehem gua menahan malu. Kalo aja Adira sadar dengan dirinya, dia gak akan berani mengucapkan kata itu. kemungkinan Adira hanya mengangguk untuk setuju atau menggeleng untuk menolak.

"bukannya kalo udah nikah bebas melakukan itu, kenapa harus ijin? Lo kan suami gua, berarti gua harus puasin lo. gitu bukan?"

Ada sedikit rasa senang gua dengan hilangnya ingatan Adira. Dia jadi lebih agresif dan sensitf untuk hal seperti ini tapi kalo Adira sadar, mungkin dia gak akan berani mengungkapkan seperti itu.

Apa gua harus memanfaatkan hilangnya ingatan Adira, apa gua salah? Sepertinya tidak. Gua ini suaminya, gua berhak lebih atas dirinya. Apapun yang terjadi dengan dirinya, akan tetap gua yang menanggungnya.

Gua menghela nafas lalu bangkit dari kasur. Gua ingin mengunci pintu lebih dulu agar lebih aman dan tidak ada yang mengganggu. Pernah sekali gua dan Adira sedang asik, tiba-tiba bunda datang kerumah dan lebih fatal lagi bunda membuka pintu kamar. Gua pun membuka selimut hanya menampilkan kepala gua, sedangkan Adira tetap didalam selimut dengan terus memeluk gua.

"Alee." panggil bunda.

"iya." Jawab gua menahan nafas.

"kamu lagi ngapain didalam selimut?"

"baru bangun bun, bunda ganggu aku tidur nih." Alibi gua.

"Adira kemana? Bunda mau minta temenin belanja."

"Adira lagi ada kerjaan bun, kemungkinan malam baru pulang."

"kenapa kamu gak nemenin dia, kenapa asik tidur."

"Adira sama client nya bun, gak mungkin dong aku ikutin dia."

"yaudah deh bunda sendiri aja."

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang