SPESIAL RAMADHAN, IV.

350 24 13
                                    

baca sampe abis :)





Aku mengambil tikar dari dalam gudang untuk aku gelar di depan tv. Alee yang melihatku pun membantu untuk menata tikarnya agar lebih rapi. Aku melihat Alee menggunakan kaos hitam polos dan celana jeans berwarna biru gelap. Apa Alee sadar jika penampilannya membuatku terpesona. Aku sangat lemah melihat Alee menggunakan kaos hitam. Itulah sebabnya aku melarangnya pergi menggunakan kaos hitam. Kalau dirumah barulah boleh. Aku hanya tidak ingin Alee dinikmati perempuan diluaran sama. Bahkan aku dan Alee pernah makan sop duren disalah satu kedai dekat kantornya. Alee melepas jaketnya dan membiarkan kaos hitam melekat ditubuhnya. Saat itu pelayannya perempuan,

"Hari ini ada paket mahasiswa, Mas, boleh di coba sama mbaknya."

Alee melirikku dan aku membiarkannya. Aku malas menjawabnya, biarkan Alee yang bertanggung jawab atas pesonanya.

"Mahasiswa sepuluh tahun lalu boleh?" Pertanyaan Alee membuat pelayannya bingung. "Saya udah punya istri, ini istri saya dan kami udah punya dua anak."

"Hah?! Oh saya kira Masnya masih mahasiswa. Abisnya---" Pelayan itu meliriku, tak melanjutkan ucapannya. "Ganteng banget sih." Lanjutnya lalu pergi meninggalkan meja kami.

"Ah gilak udah nikah."

"Anak dua anjir!"

"Itu istrinya!"

Itu juga bisik-bisik yang aku dengar setelah pelayan itu pergi. Aku berdecak kesal lalu melempar jaket kearahnya.

"Pake, tutup muka lo pake kupluknya!"

Alee tersenyum. "Lo kalo cemburu bikin gue mau babat lo, Ra." Bisiknya tetap dengan menggunakan jaketnya.

"Kan udah gue bilang jangan belaga jadi anak muda. Lo udah anak dua, Alee Arseno!"

"Iya gimana emang muka gue begini dikasihnya. Masa gue tolak, nanti lo nggak mau nikah sama gue, nggak akan ada Bulan sama Bimaa juga!"

"Ah nggak mood gue!" Kesalku.

"Jangan kayak abege deh, Ra. Gitu aja marah."

"Siapa yang marah sih."

"Lo kan udah nikmatin gue belasan tahun, luar dalam udah lo jelajah. Kalo mereka kan cuma mandang, nggak apa-apalah."



"Kenapa lo kok decak?" Tanya Alee.

Aku menatapnya, kembali pada dunia nyata. Aku melihatnya sudah duduk diatas tikar dengan handphone ditangannya. Aku menggeleng kepala lalu kembali ke dapur, mengambil makanan untuk buka puasa.

"Assalamualaikum." Teriakan Bulan dan Bimaa dari arah luar membuat Umak tertawa.

"Walaikumsalam." Jawab Umak padahal aku yakin Bulan dan Bimaa tidak mendengarnya. "Lucu-lucu banget sih cucu Umak."

Aku tersenyum. "Kan aku Ibunya, jadi lucu juga." Balasku.

"Tapi sifat keras kepala kamu jangan diturunin di keduanya ya, Umak minta."

"Ih, itu sih sifat Ayahnya. Aku kan penurut, Mak."

"Bia! Aku tadi jalan-jalan sama Kakek. Liat ada topeng monyet naik motor." Ucap Bimaa tiba-tiba didekatku.

"Kamu takut nggak sama monyetnya?"

"Nggak, kan aku di motor he he he."

"Berarti sama dong kayak Bimaa di atas motor." Timpal Umak.

Kembali Pulang [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang