CHAPTER 3

4.8K 409 105
                                    

VOTE SEBELUM MEMBACA YA⚡

HAPPY READING💖




_________


"Apanya yang dua hari lagi?" tanya Alsha tak mengerti.

"Oh iya, kita belum kenalan." Arsyad kini menyodorkan tangan kanannya pada Alsha. "Kenalin, gue Arsyad, calon suami lo." ucapnya to the point dengan wajah penuh kemenangan.

Alsha terdiam kaget.

Halima juga menatap kaget dengan apa yang Arsyad ucapkan pada anaknya, dengan cepat Halima menjauhkan Alsha dari Arsyad. "Alsha, ayo pergi ke kamar kamu sekarang!" perintah Halima tegas.

Alsha masih menatap satu-persatu orang di sekelilingnya dengan bingung. "Tapi, Bunda..."

"Masuk ke kamar kamu!"

Mendengar gertakan Halima yang tampak marah, dengan cepat Alsha berlari masuk ke dalam kamar.

Setelah memastikan bahwa Alsha sudah berada di kamarnya, Halima menatap Arsyad dengan tatapan dingin. "Nak, apa maksud kamu dua hari lagi? Tolong jaga bicara kamu, anak saya masih muda, dia baru sembilan belas tahun, tolong jangan lakukan hal mendadak seperti ini, saya sebagai ibunya benar-benar tidak setuju dengan ucapan kamu___"

Dengan cepat, Ibra mengangkat satu tangannya ke udara, mencoba menghentikan ucapan Halima. Sehingga membuat Halima terdiam.

"Halima. Cukup. Sudah cukup. Apa maksud kamu Halima? Saya setuju dengan saran Arsyad, anak ini benar, bukankah lebih cepat lebih baik? Sudahlah Halima, lagian anak kita bakalan terjamin hidupnya, gak akan hidup susah..." jelas Ibra dengan tatapan horornya pada sang Istri.

Mendengar itu, Halima mengepalkan kedua tangannya menahan amarah, menatap sang suami dengan kesal.

Dengan cepat, Ibra menatap Halima dengan memberi isyarat agar Halima segera pergi dari ruangan ini. Dengan emosi, Halima pun segera pergi ke dapur meninggalkan dua orang itu.

Setelah Halima pergi, Ibra menepuk bahu Arsyad dan membawa anak laki-laki itu segera duduk di sampingnya. "Sudah Arsyad, jangan di pikirkan. Mereka berdua hanya syok berat mendengar hal ini. Nanti juga mereda dan biasa." jelas Ibra.

Arsyad mengangguk mengerti.

"Jadi gimana? Apa kamu serius, dua hari lagi? Kenapa kamu meminta di percepat? Apa karena anak saya sangat cantik?" Ibra tertawa.

Arsyad terdiam sejenak, tiba-tiba ia teringat akan janjinya dengan Clara.

"Hei, kenapa diam? Benarkan? Alsha cantik dan juga baik hati?"

Arsyad memaksakan senyumnya. "Tapi kalo kalian keberatan, yaudah di undur juga gak apa-apa. Lagian, untuk apa juga kita pikirin hal ini, semua keputusan ada di Kakek."
jawabnya dengan nada berat.

Ibra mengangguk, "Ya, kamu benar. Semua ini terjadi karena kakek kamu. Tapi, bisa saja saya bicarakan hal ini kalo kamu mau dipercepat." ucap Ibra dengan wajah bahagianya.

Arsyad diam, mengapa dirinya minta di percepat? Padahal, ia sangat tidak setuju dengan pernikahan ini. Kata-kata di percepat itu adalah kesalahan, mengapa dirinya bisa mengatakan hal tersebut.

"Yaudah om, saya ke sini cuma mau ambil barang perintah Ayah, saya mau pulang dulu." ucap Arsyad yang kini buru-buru berdiri.

"Mau pulang?" Ibra ikut berdiri. "Oh yaudah, kamu hati-hati di jalan ya, salam untuk keluarga besar kamu yang sebentar lagi akan jadi keluarga saya juga... Haha." ucap Ibra dengan senang sambil menepuk bahu Arsyad.

ARSYADTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang