Chapter 2

648 88 72
                                        

Tenang aja cerita ini santay kok:v
___

Nara menaruh lipbalm di atas meja rias yang terbuat dari kayu jati itu. Beberapa make-up yang biasa dia pakai sudah tertata rapi disana. Baju-baju yang ia bawa dari rumah neneknya kini sudah tertata rapi di dalam lemari kaca besar berwarna pink pastel dalam kamarnya. Hampir 2 jam ia beres-beres, itu pun sudah dibantu oleh kedua ART barunya, Bi Irah dan Bi Esih.

Seprei yang melekat di ranjang Nara juga baru saja diganti menjadi gambar hello kitty berwarna pink setelah sebelumnya bergambar bunga matahari cerah. Tadi di atas ranjang itu hanya ada ponsel Nara dan beberapa bantal guling. Namun di pertengahan siang ini sudah ada satu orang baru yang menghuninya.

Lilyana Putri. Sahabat kecil Nara yang masih menjalin hubungan baik walau mereka LDRan kemarin. Lily dengan wataknya yang semakin tomboy membuat Nara semakin rindu. Dia senang bertemu dengan Lily. Soal percakapan tadi di taman saat Nara bilang semua temannya baik, Nara sedikit berbohong. Sebenarnya semua temannya tidak ada yang bisa seperti Lily. Bahkan meskipun mereka tahu keseharian Nara dengan melihat sendiri, Nara selalu mencurahkan setiap masalahnya hanya pada Lily.

Lily kini memeluk guling Nara. Dari tadi dia sudah mendengarkan curhatan langsung dari mulut Nara. Biasanya dia melihat bentuk bulat kuning yang terkadang mengekspresikan senyuman, kadang kesedihan, bahkan kadang kemarahan. Namun kali ini yang Lily lihat adalah ekspresi langsung dari wajah Nara. Ia sangat merindukan sahabatnya. Sama seperti Nara, Lily juga tidak pernah mempunyai sahabat lain yang posisinya sangat spesial seperti Nara.

"Sumpah Ra, gue baru tau kalo ternyata Kak Nando itu kakak lo!" Pekik Lily kegirangan. Tadi Lily sudah bercerita banyak betapa beruntungnya dia bertemu dengan kakak kelas yang cool, jaim, tapi ganteng itu. Mereka sempat satu sekolah waktu Lily kelas 10. Tapi sayangnya, Nando sudah memilih satu hati diantara ratusan hati yang menunggunya.

"Coba aja dulu lo pulang lebih cepet. Gue tau lebih cepet. Kemungkinan gue yang bakal nempatin posisi dihati Kak Nando. Oh maygat!" Lily berkespresi sedih lebay yang membuat Nara bergidik. Setomboy-tomboynya Lily, dia bisa lebih bucin daripada Nara yang feminim.

"Eh enggak deh! Biarpun Kak Nando gak dapet, masih ada si bule yang jomblo awet." Tiba-tiba Lily girang lagi. Tangannya menutup seluruh wajahnya yang merona. Padahal tidak ada yang baru saja menggodanya.

"Si bule siapa lagi?" Tanya Nara keheranan. Ternyata cerita via whatsapp tidak bisa serinci itu. Atau mungkin Nara saja yang lupa karena banyaknya cerita Lily yang membuat Nara pusing memikirnya.

"Si bule ganteng. Dia satu sekolah plus satu angkatan sama gue. Dia tuh sebelas duabelas lah kayak Kak Nando. Ganteng, cool, tapi bedanya dia lebih jutek trus jomblo lagi. Sekian banyaknya cewek yang naksir, gak ada yang pernah dia taksir balik. Heran gue!" Lily mengelus dagunya tampang berpikir.

"Atau mungkin dia sebenernya suka ya sama gue. Soalnya gue gak terlalu hiper kalo sama dia. Saingannya bikin gue jijay, cewek-cewek alay yang kemana-mana bawa kipas. Iyuhh. Gak sekalian aja bawa kipas angin yak!" Maki Lily.

"Pede lo!" Tegur Nara.

Lily berdecak kemudian tangannya menyangga dagu dan mulai berkelana di dunia imajinasi.

"Eh, Ly?" Nara mengibaskan tangannya di depan wajah Lily, membuat sang empu tersadar dan mengedipkan matanya berkali-kali karena perih sebab lupa berkedip tadi.

"Ngapa sih?"

"Gue pengen cepet-cepet masuk sekolah. Gue pengen sebangku lagi sama lo kayak kita SD dulu." Kata Nara yang kini menggantikan Lily untuk bercerita dengan nada manjah.

Lily mengerucutkan bibirnya. "Coba lo beneran lebih awal datang kesininya. Lo tau kan pembelajaran udah dimulai dari 2 minggu yang lalu? Gue udah dapet kelas. Udah punya temen sebangku. Kelas gue paling dipojok, udah full banget anggotanya. Lo kan pinter, pasti lo masuk kelas unggulan."

"Ah," Nara mendesah lemah. Ia ingat dulu waktu SD, karena murid yang mencapai jumlah lebih dari 50 maka kelasnya terpaksa dipisah. Nara belum begitu paham sistem pembagian kelas yang ternyata dari peringkat. Nara sampai ngotot kepada Mamanya minta satu kelas dengan Lily. Bahkan Nara sampai 3 hari tidak masuk sekolah kemudian pas masuk nangis kejer karena Lily sudah duduk sebangku dengan Ella.

"Sayang banget kalo gitu. Gue kan udah ngasih raport sebagai bukti pendaftaran. Gue juara umum seangkatan disana." Ujar Nara membuat Lily bertepuk tangan.

"Wiihh, bisa tuh kalahin si Dinda." Kata Lily kesenangan seperti baru saja mendapat ide untuk melawan rivalnya.

"Dinda?" Alis Nara terangkat sebelah.

"Temen gue di sekolah. Nanti lo bakal tau deh orangnya kaya gimana. Siap-siap aja." Celetuk Lily.

Nara hanya mengedikkan bahunya acuh. "Gue penasaran sama temen-temen lo disekolah. Pokoknya lo harus janji bakal ngenalin gue ke mereka. Lo gak boleh sombong, gak boleh bersikap gak kenal ke gue. Oke?"

"Ya elah, dikiranya gue sahabat apaan. Ya iyalah Raraku. Kalo bisa milih gue juga pengen kali sekelas sama lo, sebangku sama lo. Tapi sistemnya gitu, diatur sama guru. Katanya biar gak ada sirik-sirikan."

Lily membetulkan cepolan rambutnya yang sudah melonggar. Terakhir kali Nara melihat rambut itu panjang lurus dan berwarna hitam pekat. Namun kini rambut itu sedikit ikal dan panjangnya tak kebih dari rambut Nara, juga berwarna pirang di bagian bawahnya. Wajah Lily yang dulu tembam kini benar-benar tirus. Matanya juga terlihat sedikit menyeramkan karena Lily memakai sifat mata yang membuatnya nampak menajam.

Seperti teringat sesuatu Nara melirik jam di dinding kamar pinknya itu. "Eh btw, lo makan siang disini ya. Tadi katanya Bi Irah masakin banyak."

"Bi Irah ART baru ya?" Tanya Lily. Semenjak Nara pergi meninggalkannya, banyak yang berubah dari keluarga Nara. Selain Papa Nara yang memutuskan menikah lagi, kemudian pindah rumah, dan berakhir dengan kabar bahwa ART keluarga Nara yang lama kini bekerja di rumah sepupunya.

"Iya." Nara mengangguk antusias. "Gue juga gak tau sejak kapan. Tapi Bi Irah baik kok, gak kalah sama Bi Imah. Trus ada lagi Bi Esih, kalo ngobrol sama lo pasti nyambung deh. Bucinnya udah kaya gak pernah muda aja. Masa tadi pagi aja dia cerita ke gue sambil nangis bombay katanya Abang tukang sayur godain ART sebelah." Nara menahan tawanya. Namun tak bisa dipungkiri bahwa tadi pagi kejadian itu sangatlah lawak. Nara sampai sakit perut mendengarnya.

"Oh ya? Masih muda?" Tanya Lily curiga.

"Kayaknya kisaran 35 tahun gitu. Gue sih gak tau ya."

"Hmm,"

Jam di kamar itu terus memutarkan jarumnya. Hingga banyak lagi perbincangan antara 2 sahabat yang terpisah 5 tahun itu sebelum akhirnya disudahi dengan ketukan pintu di kamar Nara.

"Non, makan siangnya udah siap." Panggil Bi Irah dari balik pintu. Nara dan Lily langsung saling menatap, memberikan kode yang selama ini tak pernah mereka lakukan lagi. Jari Nara menghitung sampai 5 sebelum akhirnya mereka berlari saling mendahului untuk sampai ke ruang makan.

"Gue duluan, yee!!" Teriak Lily kesenangan karena ia lebih dulu mendaratkan bokongnya di kursi makan.

"Curang ah, masa lo tadi nyenggol badan gue. Kan lo gendut Lilyput!" Rengek Nara yang dibalas Lily dengan peletan lidah.

___

LEONNARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang