Chapter 7

365 57 2
                                    

Perasaan Nara tidak nyaman ketika Lily dan Nindya membawanya ke kantin belakang. Disana memang nampak lebih ramai daripada kantin utama, tapi ramenya bukan oleh orang-orang yang hendak makan siang, melainkan oleh sekumpulan anak cowok yang curi-curi merokok di belakang pohon dekat warung Bu Maya. Nara tak habis pikir, bisa-bisanya pihak sekolah memberk izin membuka kantin ini.

"Gak dimakan baksonya? Itu kan kesukaan lo. Ngingetin nih gue, bakso di kantinnya Bu Maya lebih enak daripada bakso di Kang Mamen. Eh, nggak deng yang disana juga enak. Eh tapi iya kok enakan dikit yang disini." Cerocos Lily sambil menikmati mie ayamnya.

"Lo emang nyaman makan disini dengan pemandangannya aja liat tuh, mereka orang-orang yang mojok trus alay-alayan pake suap-suapan segala gitu. Ih!" Nara mengerdik jijik melihatnya. Bukannya munafik, Nara memang suka adegan romantis tapi hanya di drama korea saja, jika di Indonesia maaf selera Nara berkurang.

Lily mengedarkan pandangannya namun kemudian menaikkan bahunya acuh. "Udah fokus aja sama makanan. Lagian merekanya juga gak gangguin kita kan."

"Ya tetep, aja." Nara kesal. Sedikit menyesal ia tidak makan bareng Mentari saja di kantin utama jika bukan karena Nindya yang ngotot mau memperkenalkan pacarnya pacar Nara.

Baru satu suap memakan baksonya yang memang benar rasanya lebih gurih dari yang pernah Nara makan, Nindya datang dengan membawa 2 botol teh sosro dan duduk di samping Nara.

"Bentar ya, cowok gue lagi mesen bakso." Peringat Nindya. Wajahnya terlihat sangat girang. Lily pernah cerita jika temannya itu baru jadian dengan pacarnya kurang sebulan. Namun sikapnya yang romantis dan perhatian membuat Nindya jatuh cinta dan nyaman selayaknya orang pacaran setahun.

"Hmm,"

Nara menyuap baksonya yang sudah ditambahi sambel karena rasanya kurang nampol di lidah. Baru mengunyah sedikit tiba-tiba ia tersedak. Rasanya perih ketika air bakso itu sedikit masuk ke lubang hidungnya.

"Nih minum dulu, makan hati-hati ya elah." Ucap Lily menyodorkan air putih kepada Nara. Nara segera meminumnya hingga setengah gelas. Matanya mengerling, mungkinkah matanya sedang dalam kondisi setengah sadar hingga melihat sesuatu yang terasa aneh dan mengganjal.

"Ih ya ampun Ra, kenapa sih?" Tanya Nindy. Dia menepuk-nepuk sedikit punggung Nara yang tersedak.

Nara menggeleng. Sedikit menunduk namun matanya menatap ke seseorang yang kini duduk disamping Lily, dihadapan Nindya. Tatapan orang itu yang datar ketika melihat Nara membuat Nara menguatkan diri. Mungkin guenya aja yang halu.

"Ya udah, kenalin nih, Alvaro, cowok gue!" Ucap Nindya dengan terselip nada bangga diucapannya.

Mata Nara sontak membola, namun dengan cepat ia menetralkan kembali kontrol dirinya.

"Gue Nara," ucap Nara membalas jabat tangan lelaki yang bernama Alvaro itu.

Nara meneliti setiap inci dari wajah lelaki itu. Jika dia tidak salah, Nara belum pikun. Nara masih ingat walau itu sudah kejadian 3 tahun berlalu.

___

"Ra, gue mau ngomong sama lo, plis!"

Seseorang mencekal tangan Nara kuat. Perasaan membuncah dalam diri Nara membuatnya menggeleng tidak mau panik. Masa itu sudah lewat, Nara tak mungkin melihat sosok yang sama dalam diri lelaki itu sekarang.

"Lepasin tangan gue!" Nara menepis kasar tangannya yang dicekal Alvaro. Menyesal dia kembali ke kelas duluan yang ternyata malah dibuntuti oleh Alvaro dan sekarang mereka berada di toilet belakang yang lumayan sepi dari pengunjung. Entah apa yang dikatakan lelaki itu pada pacarnya sehingga bisa dengan mudah mengikuti Nara padahal gadis itu juga baru saja pamit.

"Ra, gue mau ngejelasin semuanya sama lo." Alvaro mengatakan kalimat itu dengan wajah memelas. Nara membuang muka kasar. Enggan dia menatap lagi tatapan yang hampir membuatnya gila itu.

"Kita gak pernah ada hubungan apa-apa ya!" Sentak Nara tidak mau berbasa-basi. "Lo gak usah drama seolah-olah masalah kita dimasa lalu belum kelar!"

"Lo itu kayak jelmaan tau gak? Lo tiba-tiba ngilang dan tiba-tiba ada di depan gue dengan keadaan sehat walafiat. Heran!" Nara tidak menatap Alvaro lama-lama. Ia meruntuki ucapannya meskipun ia tau lelaki itu tidak pernah sekalipun memasukkan hati setiap ucapan yang Nara lontarkan.

"Lo masih inget gue kan? Gue gak nyangka bisa ketemu lo lagi disini, Ra." Ucap Alvaro seakan tak merasa bahwa Nara jelas sudah menolak kehadirannya.

"Gue cukup sabar ya gak bersikap jahat sama lo lagi. Tapi plis, Ro! Semua itu udah lewat. Kita gak pernah ada hubungan apa-apa, jadi jangan pernah lo ganggu kehidupan gue. Baru aja gue tenang setelah pindah kesini. Kalau tau gue mau ketemu sama lo lagi, gue ogah ninggalin Garut!" Nara menghentakkan setiap kalimatnya dan menyelipkan nada kesal disana. Berharap lelaki itu akan mengerti karena ternyata sikapnya tak pernah berubah. Selalu keras kepala dan tidak mau mengalah.

"Ra, gue gak peduli tanggapan lo sama gue kayak gimana. Tapi intinya gue sayang sama lo, gak pernah ada cewek yang bisa buat gue segila ini."

Alvaro hendak mencekal lengan Nara dengan mendekatkan posisi mereka berdua. Dengan cepat Nara menepis kasar tangan itu. "GILA LO YA!" Teriak Nara, tak peduli ada orang lain yang mendengarnya. Nara segera berlari meninggalkan tempat itu dengan cepat. Berharap tidak dikejar lagi oleh Alvaro.

Nafas Nara terengah-engah ketika sampai di depan tangga yang menuju lantai 2. Melirik ke belakang dan terlihat aman disana. Nara mengelus dadanya. Mimpi buruk apa yang sudah membuat dia mengalami hal ini.

"DORRR!!!"

"Dorr .. Dorr .. Dorr .. Eh," Nara menampar lengan Leon yang tertawa di depannya. Dia malu sudah mengeluarkan kelatahan yang tak terduga di depan umum seperti ini. Menatap tajam kedua mata lelaki berambut pirang itu.

"Ada mbak-mbak ngos-ngosan guys. Kenapa mbak?"

Nara berdecak begitu kesal berkali lipat. Dia sedang badmood kini ditambah Leon yang membuatnya tambah sebal.

"Lo bisa gak sih bersikap biasa aja sama gue. Kita belum kenal-kenal banget ya, berhenti bersikap seolah-olah lo deket sama gue!"

Mood Nara hancur hari ini. Dia berlari menjauhi Leon yang menatapnya dengan tatapan aneh. Nara juga merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia selalu bercakap tak jelas ketika sedang marah seperti ini. Apa yang barusan dia ucapkan kepada Leon pasti akan membuat lelaki itu menganggapnya cewek aneh.

___

Nara kenapa ya guys hmm :v

LEONNARA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang