Chapter khusus tokoh lain:v
___
"Aku udah bilang berkali-kali kan, jauhin Tata." Ucap Nando memelas.
"Gak bisa secepat itu, Do." Jawab Cilla tak kalah pelan.
Malam itu, kedua insan yang mengikat hubungan mereka dengan label 'pacaran' tengah berada di rooftop sebuah kafe di pusat kota. Rooftop yang sepi membuat mereka leluasa untuk membicarakan hal pribadi itu.
"Bahkan ketika Tata mulai merencanakan sesuatu lagi ke sahabat aku, iya?" Tekan Nando parau. Dia bingung, di satu sisi dia sangat menyayangi Cilla, tidak ingin membuatnya sakit. Namun disisi lain dia tidak bisa menahan emosi ketika kekasihnya itu berada di dalam sebuah lubang yang salah.
Lagipula siapa yang akan mengizinkan orang yang kita sayangi terus-terusan berada di jalan yang sesat?
"La, kamu juga harus ngerti sekarang kenapa aku mau kamu ninggalin Tata. Dia pengaruh buruk buat kamu sendiri. Buat Leon, bahkan buat adek aku." Ucap Nando menekankan kata terakhirnya.
Air mata Cilla menetes di pipinya. "Aku bingung, Do. Dia sahabat aku banget dari SMP."
"Sahabat macam apa yang tega berbuat jahat sama orang lain, dan kemudian kamu sendiri tau kalo dia aja gak tulus temenan sama kamu. Cukup hanya Kimmy dan Aurel yang bodoh karena gak tau keadaan sebenernya. Ada Tante Gina yang sayang sama Tata. Dia tau yang terbaik buat keponakannya. Tata gak butuh kamu, La." Ucap Nando. Dia bingung harus berkata apa lagi pada kekasihnya itu agar dia mengerti.
"Kamu yang lebih dulu kenal sama Tata. Harusnya kamu yang paling muak karena selama ini hanya dijadiin budak aja sama dia. Buktinya Nindy, dia cuma dijadiin perantara buat Tata ngedeketin Leon. Harusnya kamu temenan aja sama Nindy." Nando lelah. Dia mengusap wajahnya frustasi.
Nando sudah mengetahui masalah labrakan itu. Dan Nando juga menyangkut pautkannya dengan kejadian Nara yang pingsan. Bukan Nando yang khawatir lagi pada keadaan Cilla. Tapi kini Nando yang khawatir dengan keadaan Nara.
"Tata cukup kuat buat berdiri sendiri." Kata Nando.
"Maka dari itu. Aku gak mungkin ngebiarin dia nyari temen lain yang punya niat sama jahatnya. Lagipula selama ini aku nyoba kok buat ngomongin dia dan nyadarin kalo perbuatannya salah." Kata Cilla menyela.
"Aku khawatir." Kata Nando parau. Menatap kedua bola mata Cilla dengan tatapan yang sangat sayu. Jika Nando tidak bisa menahannya, sudah dipastikan Nando menangis saat ini.
Nando mengusap air mata yang mengalir di pipi kekasihnya itu.
"Aku juga khawatir, Do. Aku takut gak bisa nahan diri aku sendiri. Maka dari itu aku perlu kamu buat nguatin aku. Aku harus bisa bikin Tata berubah. Bukan ninggalin dia disaat kerapuhannya." Kata Cilla kemudian menangis lagi.
"Aku gak mau terjadi apa-apa setelah insiden labrakan itu. Apalagi kamu bilang kalo Tata sempet ngomong labrakan itu baru awal. Berarti ada niat jahat lagi yang lain setelah ini, La!" Ucap Nando tak sengaja nadanya meninggi.
"Kamu khawatir sama Nara?" Tanya Cilla menatap kedua manik Nando meminta jawab.
"Dia adek aku," jawab Nando datar. "Dia anaknya Papa, La. Aku harus jagain dia."
Cilla tertawa miris. "Kamu mulai sayang ternyata sama adek kamu." Kata Cilla menekankan kata 'sayang' dan 'adek'.
Nando mematung mencerna kalimat Cilla. Dadanya bergemuruh hebat. Ia bingung lagi.
"Bahkan kamu aja dulu nentang pernikahan itu." Ucap Cilla mengingatkan Nando.
"Dulu, La. Sekarang udah lain lagi ceritanya." Ucap Nando berusaha sabar.
"Enggak, Do." Cilla menggeleng kuat. "Kamu sayang sama Nara bukan karena dia adek kamu. Tapi karena dia seorang perempuan yang patut untuk disayang." Racau Cilla.
Nando segera menangkup kedua tangan Cilla erat.
"Kamu gak usah negatif sama aku, La. Sekali aku bilang dia adek aku, kamu harus percaya." Yakin Nando.
"Bahkan kamu aja gak percaya aku bisa bertahan sama Tata buat ngerubah dia." Balas Cilla.
"Itu lain ceritanya, La." Nando melepaskan pagutan tangannya. "Sebenernya kita ini lagi mempermasalahkan apa sih?" Tanya Nando mulai capek.
"Mempertimbangkan perasaan kamu ke aku, Do." Jawab Cilla. Matanya menatap Nando penuh harap.
"Kamu ngomong apa sih?" Nando berdiri dan membelakangi Cilla. Tangannya menyangga pada pagar pembatas rooftop yang menghadap langsung ke jalan raya.
"Kalo gitu aku mau kita break." Ucap Cilla cepat.
Nando langsung kembali ke kursinya. "Kamu ngaco!" Sentak Nando tidak percaya dengan ucapan kekasihnya.
"Aku serius, Do. Aku ngasih kamu waktu buat introspeksi diri dan juga hati kamu. Apakah masih ada nama aku disana." Cilla menunjuk dada Nando.
"Kamu jangan melibatkan hal lain." Tahan Nando sebelum Cilla hendak beranjak.
"Justru kamu yang udah melibatkan hal lain, Do!" Sentak Cilla. "Dari awal kita udah komitmen. Cuma Tata yang boleh kita bahas diantara hubungan kita. Selain itu gak ada lagi. Tapi kenyataannya sekarang kamu bawa-bawa hati saat melibatkan adek kamu."
Cilla tertawa miris. "Iya, adek kamu."
Nando segera meraih pundak Cilla, mendaratkan tubuh mungil itu dalam dekapannya.
"Kamu gak boleh kayak gini, La." Ucap Nando parau.
Cilla menangis lagi. "Aku capek, Do. Tanpa kamu bilang juga aku selalu ingin jauhin Tata. Tapi aku bukan temen yang tega. Aku juga takut gak ada yang mau nemenin aku di sekolah. Aku cuma takut, Do."
Nando semakin mengeratkan pelukannya. "Ada aku, sayang." Ucapnya lembut.
"Hiks, Hiks.." Cilla menangis tersedu. Beberapa menit mereka dalam posisi seperti itu, hingga akhirnya Cilla mengurai pelukan mereka.
"Keputusan aku buat ngasih kamu waktu udah bulet. Aku harap kamu bisa mencari tau jawaban yang sebenarnya dan gak salah langkah." Ucap Cilla.
"Aku pulang naik taksi. Gak usah ngikutin aku, lagi." Cilla segera turun dari rooftop meninggalkan Nando.
Nando menendang kosong ke udara kemudian mengacak rambutnya frustasi. Tanpa ada yang tahu, sejak awal pertemuannya dengan Nara memang perasaannya seolah bergejolak. Bahkan ia kadang lupa jika sedang merenung di kamar bahwa ada Cilla yang selalu menjaga hatinya. Nando seolah kesetanan dan brengsek ketika dia berpikir untuk memberikan hati lebih pada Nara.
Iya. Dia memang manusia biasa. Hatinya masih labil. Apalagi dengan keadaan Cilla yang selalu berusaha melewati batas yang Nando buat, sehingga membuatnya pusing. Nando seakan ingin bermain-main. Tapi dia tidak mungkin meluapkan emosinya pada hal yang negatif. Dan kedatangan Nara justru membuatnya tambah bimbang.
Apakah ini jawaban atas semua keresahannya? Apakah ini adalah jalan untuk Nando melangkah menuju hati yang lain?
___
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONNARA (End)
Teen FictionNara tidak tahu jika kehadirannya kembali ditengah orang-orang yang sudah lama ia tinggalkan malah mendatangkan suatu masalah. Perasaan sesal dan tidak enak itu datang saat masalah yang seharusnya ia hadapi sendiri malah berimbas pada orang terdekat...