Nara baru saja pulang dari bandara. Dia mengantarkan Erine dan Wira yang akan segera landing ke Swiss. Nara sempat menangis tadi saat berpelukan bersama kedua orangtuanya itu. Sedih, terharu, kehilangan, tentu saja ia rasakan. Tapi Nara tau, setiap pertemuan pasti tidak akan selalu abadi hingga akhirnya pasti akan ada perpisahan.
Nara merasa baru sebentar dia bersama dengan Erine. Wanita itu adalah malaikat bagi Nara setelah Wina. Sayang sekali Nara pernah berpikiran negatif padanya. Namun dia juga merasa lega telah mendapatkan kasih sayang dan juga memberikan cintanya untuk Erine.
Jalanan yang macet membuat Nara kesal dan ingin segera sampai di rumahnya. Dia menyetir sendiri karena Nando sedang mengantar Cilla dahulu ke rumahnya. Sama seperti Nara, Cilla yang lebih dulu mengenal Erine juga menangis di pelukannya. Nara sempat menaruh rasa cemburu, tapi semua berbalik lagi pada dirinya sendiri.
Tittt... Tittt.... Tiittt...
Suara klakson dari kendaraan lain membuat kuping Nara merasa terganggu. Dia sudah sangat ingin sampai di rumah. Haus, panas, lelah, semua ia rasakan. Belum lagi kesal pada Leon yang tidak jadi ikut mengantar dikarenakan harus mengantar Papinya kembali dinas ke Papua.
Nara dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama penting baginya. Namun hidup memanglah pilihan. Erine lebih penting untuk saat ini karena dia adalah Ibunya. Sementara Joan, dia hanyalah ayah dari lelaki yang saat ini djpacarinya. Belum tentu mereka berjodoh walaupun Nara sangat ingin.
"Cepet dong! Gak tau orang capek apa!" Gerutu Nara sambil ikut memencet klakson saat kemacetan benar-benar membuatnya kesal.
Jarak dirinya saat itu sudah dekat dengan komplek rumahnya. Hanya tinggal 200 meter lagi dia sudah akan berbelok. Tapi jangankan untuk menyalip, untuk maju saja hanya bisa sekitar 50cm. Membuat Nara ingin menangis.
Beberapa menit kemudian Nara baru bisa bernafas lega. Dia membelokan mobilnya ke jalan komplek.
"Baru pulang, Non?" Sapa satpam komplek yang berjaga di depan gapura.
"Iya, Pak." Jawab Nara.
"Macet parah ya Non? Katanya ada kecelakaan di depan." Ujar Pak satpam.
"Oh ya? Innalillahi." Ucap Nara turut bersimpatik. "Kalau gitu saya masuk dulu ya Pak, mari."
"Mari."
Nara baru bisa menginjak pedal gasnya dengan ringan kini. Jalanan komplek itu sepi dan juga lenggang. Nara yang sudah hapal luar kepala jalanan ini segera menuju ke rumahnya. Tanpa membuang waktu lagi, Nara hampir mengebut namun kemudian mengerem ketika akan berbelok.
"Sabar, Nara, orang sabar disayang Tuhan." Ucap Nara mengingatkan dirinya sendiri.
Dia kemudian sampai di gerbang rumahnya. Nara tidak sadar jika gerbang itu terbuka lebar. Baru saja ia membelokan mobilnya masuk, ia harus mengerem mendadak ketika sebuah mobil Aston Martin berhenti menghalangi jalannya. Nara sontak memencet klakson dengan kencang.
"Woy! Siapa sih!" Gerutu Nara sebal. Ada-ada saja hambatan perjalanannya. Padahal dia sudah hanya tinggal berjalan sedikit lagi untuk sampai dan merebahkan diri di ranjang empuknya.
Nara memencet klakson beberapa kali. Tapi tak kunjung mobil itu maju dan memberi Nara jalan. Maka dengan sangat terpaksa Nara turun dan membanting pintu mobilnya dengan kasar. Dia berjalan menuju mobil itu, mengetuk pintu kacanya dengan cukup kencang. Masa bodo siapapun itu di dalam. Jika dia menghalangi jalan Nara, maka ia akan marah.
"Woy! Ngalangin jalan gue!" Teriak Nara sambil mengetuk-ngetuk jendela pengemudi. Tak merasa mendapat jawab, Nara mengintipnya.
Dia tidak menemukan siapa-siapa di dalam. "Siapa sih yang naro mobil disini. Percuma keren, tapi gak tau adab yang bawa!" Desisnya sambil menghentakkan kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEONNARA (End)
Teen FictionNara tidak tahu jika kehadirannya kembali ditengah orang-orang yang sudah lama ia tinggalkan malah mendatangkan suatu masalah. Perasaan sesal dan tidak enak itu datang saat masalah yang seharusnya ia hadapi sendiri malah berimbas pada orang terdekat...